Karissa menghela napasnya dengan tubuh yang berbaring terlentang di atas ranjang dan mata yang menatap langit-langit kamar. Hah, senyum itu. Kenapa Karissa masih saja tidak bisa menghilangkan bayang-bayang senyum Gavriil? Padahal ini bukan kali pertamanya Gavriil tersenyum.
Gadis itu meraih ponselnya, lalu mengetik sebuah pesan untuk Irene.
Tadi gue ngeliat senyum Gavriil. Dan gue ngerasa aneh.
Send. Memejamkan matanya sejenak sambil terus mengatur detak jantungnya. Ini terlalu awal jika ia mengatakan dirinya terpesona oleh Gavriil.
Tidak. Karissa tidak mungkin begitu cepat menyukai cowok seperti Gavriil. Dia sangat mengidamkan cowok yang sempurna bukan yang seperti Gavriil.
Bahkan untuk bicara Gavriil saja tidak bisa bagaimana mungkin secepat itu membuat Karissa menyukainya. Oh, ya Tuhan, lagi-lagi Karissa dengan lancangnya menghina fisik Gavriil.
Ponselnya berbunyi, dengan segera Karissa melihat notifikasi yang berasal dari Irene.
Irene: Aneh gimana? Senyum mesum gitu? Lo ketemu dia kapan?
Hah, ternyata bercerita dengan Irene bukanlah solusi yang tepat. Daripada memusingkan hal yang tidak perlu lebih baik Karissa memejamkan mata menuju alam mimpi.
***
"Bang, ternyata kak Karissa itu baik ya? Cantik juga lagi." Ucapan tiba-tiba itu membuat Gavriil menoleh, menatap heran kepada lawan bicaranya, Rio.
Ini hari Minggu yang berarti kegiatan bersih-bersih dilakukan oleh semua penghuni panti dengan tugas yang berbeda-beda. Seperti halnya Gavriil dan Rio yang kini sedang membersihkan taman belakang panti dan memberi pupuk pada beberapa tanaman.
"Coba Rio udah gede pasti Rio mau kok jadi pacar kak Karissa." Mata Rio menatap langit seolah sedang membayangkan dirinya versi remaja.
Gavriil hanya bisa menggelengkan kepalanya. Tangannya bergerak memberikan bahasa isyarat, "ngaco kamu." Sekiranya itulah yang dikatakan Gavriil. Memang, hampir semua penghuni panti mengerti bahasa isyarat yang Gavriil tunjukkan.
Rio menyengir tidak jelas.
"Abang kenapa sih nggak pacaran aja sama kak Karissa? Kan kalo Abang sama Kak Karissa dia bisa main ke sini terus Bang,"Kini Gavriil beralih memberi pupuk ke tanaman yang lain. Lalu, kembali memberikan bahasa isyarat. "Kamu itu masih kecil nggak baik ngomong pacaran-pacaran. Sekolah yang bener biar Ibu sama Bapak bangga,"
Terdengar helaan nafas dari Rio, "Iyaa, Bang." Ujarnya pasrah sambil kembali membantu Gavriil memberikan pupuk pada tanaman.
***
"Sebentar lagi mau tujuh belasan yang berarti kita harus ngadain lomba dan ngajuin proposal," Ujar Rafis selaku ketua OSIS.
Jam istirahat sekolah kali ini dipakai oleh anak OSIS untuk mengadakan rapat. 17 Agustus adalah hari kemerdekaan Indonesia yang berarti Hari Ulang Tahun Indonesia di mana di setiap daerah pasti ikut merayakan dengan mengadakan berbagai macam perlombaan.
"Untuk lomba kita mau lomba apa aja? Atau mau pake lomba yang kemarin? Yang punya saran boleh dikatakan."
Salah seorang anggota mengangkat tangannya, "kayaknya kita tetep pake lomba yang kemaren aja deh, tau sendiri tujuh belasan kemaren heboh tapi kita kurangin aja lombanya. Beberapa lomba kemaren ada yang nggak seru,"
"Iya bener, lomba fashion show tuh kurang deh. Anak-anaknya juga pada nggak percaya diri kayak yang terpaksa gitu pas jalan," kali ini Irene ikut nimbrung. Tidak seperti Irene yang sering melontarkan pendapat Karissa lebih sering menjadi pengamat kala rapat. Walaupun banyak sekali pendapat yang ingin sekali dilontarkan tetapi Karissa lebih memilih diam jika belum disuruh menyuarakan pendapatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Not Just Words
Teen FictionHari pertama menjadi mentor Masa Orientasi Siswa Karissa malah menyakiti hati seorang siswa dengan perkataan yang keluar dari mulutnya tanpa sengaja. Rasa bersalahnya pada Gavriil--seorang penyandang tuna wicara--membuatnya berusaha mendapatkan maaf...