"... dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan cincin emas seberat 2 gram, dibayar tunai."
"Bagaimana para saksi, sah?"
"Sah!"
"SAH!"
Ucapan pelan namun lantang dari kedua saksi tersebut menghantarkan delapan orang yang berada di dalam ruangan serba putih itu untuk menengadahkan kedua tangan, memanjatkan doa. Tak terkecuali sepasang pengantin baru yang masih sibuk mengatur detak jantung juga isi pikiran mereka.
Bahkan sampai selesai pembacaan doa dan acara pemasangan cincin, kedua mempelai masih belum mengeluarkan suara sedikitpun.
"Mina..."
Panggilan lemah itulah yang secara tiba-tiba mengalihkan suasana khidmat pernikahan mereka. Mempelai wanita bangkit dari duduknya dan bergegas menghampiri sosok yang sejak tadi terbaring di ranjang.
"Iya, Ayah? Ada yang sakit?" tanyanya khawatir.
Pria yang dipanggil Ayah itu mengeleng pelan, kedua sudut bibirnya terangkat samar menampilkan perasaan bahagia sekaligus lega. Sebelah tangannya terangkat, mengisyaratkan Mina untuk semakin menundukkan kepala agar bisa diusapnya.
Mina menutup kedua matanya, sangat sakit rasanya membayangkan sang Ayah mungkin tidak akan bisa mengusap kepalanya lagi suatu hari nanti.
"Jadilah istri yang baik, bakti kamu ke suamimu mulai sekarang."
Mina mengangguk patuh, masih belum ingin membuka mata menikmati kasih sayang dari orang tua yang sudah membesarkannya itu.
"Yo..." kali ini suara lemah sang Ayah berganti menyebut nama menantunya.
Mina menegakkan tubuhnya lalu menoleh dan mendapati sosok lelaki bernama Tyo atau yang akrab disapa Yoyo itu sudah berada di sampingnya, sepertinya sudah sejak tadi. Kini lelaki yang telah berstatus sebagai suaminya itu juga ikut menautkan tangannya dengan genggaman erat tangan Ayah pada Mina.
"Saya titip putri saya, jangan tinggalin dia seperti saya yang harus ninggalin dia lebih dulu."
"Ayah nggak boleh ngomong gitu," protes Mina setengah merengek. "Ayah nggak akan ninggalin Mina, Ayah pasti sembuh."
Ayah Mina hanya tersenyum, ditatapnya kembali putri semata wayangnya itu dengan sayang. "Kamu belum salim sama suamimu, Nak."
Mina memberenggut. Bukan karena ia disuruh salim kepada Yoyo, namun karena Ayahnya mengalihkan pembicaraan.
"Ayo salim dulu, cium tangan suamimu."
Mina beralih pada Yoyo yang sejak tadi diam, hanya menggeleng atau mengangguk saat diajak bicara oleh yang lain. Suaminya itu pasti juga syok seperti dirinya.
Diangkatnya sebelah tangan untuk meraih tangan Yoyo yang terulur, lalu dikecupnya punggung tangan lelaki itu. Mina tidak berani mengangkat pandangan untuk melihat seperti apa ekspresi Yoyo sekarang. Buru-buru ia menoleh kembali kepada sang Ayah sampai akhirnya ia rasakan usapan lembut di belakang kepalanya, pasti suaminya yang melakukan.
Ayahnya kembali tersenyum, pria itu tersenyum lebih banyak hari ini. "Doa Ayah selalu menyertai pernikahan kalian, Nak."
---
Azminadya Clemira
(Mina)
Bramantyo Aqmar Antasena
(Yoyo)
KAMU SEDANG MEMBACA
Forelsket (On Hold)
RomanceMina selalu meyakini bahwa semua yang terjadi di dunia ini sudah menjadi takdir Tuhan yang harus ia terima. Termasuk ketika Ayahnya ditakdirkan harus menerima cobaan berat melalui sebuah penyakit, yang berujung pada takdirnya sendiri yang harus meni...