"Darimana aja kamu?"
Yoyo tiba di depan ruang rawat Ayah bertepatan dengan Ibu yang baru saja keluar. "Mina mana, Bu?" tanyanya tidak sabar.
Sejak ia mendapat kabar tadi sampai sekarang, jantungnya serasa terus berolahraga tanpa henti, membuatnya merasa lelah bahkan tanpa melakukan apapun. Dan rasanya ia belum bisa tenang jika belum melihat sendiri bagaimana keadaan Mina, yang sejak tadi selalu gagal ia hubungi.
"Di dalam, lagi beresin baju-baju kalian buat dibawa pulang," jawab Ibu disertai helaan napas. Yoyo bisa melihat dengan jelas raut sedih wanita paruh baya itu. "Kamu temenin dulu ya, Ibu mau nyusul Bapak ngurus administrasi. Diajak ngobrol Minanya, daritadi dia ngelamun terus."
Setelah mengusap lengan putranya, Ibu beranjak pergi.
Sedikit ragu Yoyo membuka pintu di hadapannya. Didapatinya Mina yang tampak sibuk memasukkan beberapa potong pakaian ke dalam travel bag tanpa berniat menoleh ke arahnya sedikitpun.
Sekilas Yoyo memperhatikan seisi ruangan, sudah tidak ada lagi Ayah disana. Bahkan segala macam mesin-mesin medis yang membantu Ayah selama ini juga sudah dimatikan.
"Na?" panggil Yoyo pelan setelah tiba di dekat Mina.
Gerakan tangan Mina yang semula sibuk dengan baju terhenti, namun ia tetap tidak menoleh. Sampai akhirnya Yoyo berinisiatif menyentuh bahu Mina yang membelakanginya.
"Maaf, aku baru datang." Dibaliknya tubuh Mina, nyaris tanpa tenaga karena Mina sama sekali tidak melawan.
Mina menatap balik Yoyo setelah mereka berhadapan. Tatapannya datar, dingin tanpa ekspresi apapun. Yoyo bahkan langsung menyimpulkan kalau Mina sama sekali tidak menangis sejak tadi. Kemudian gadis itu mengangguk perlahan.
"Nggak apa-apa. Kamu datang lebih cepat pun nggak akan bisa bikin Ayah bangun lagi."
Suaranya sedikit bergetar walaupun Yoyo yakin Mina berusaha menutupinya. Dan itu semakin membuatnya merasa bersalah.
Apalagi setelah memperhatikan lebih baik, Yoyo baru menyadari kedua mata Mina memerah. Yang tidak bisa dibedakannya apakah karena menahan tangis atau menahan emosi.
"Ayah ...?" tanya Yoyo hati-hati.
"Ayah udah istirahat. Ayah mungkin udah capek sama penyakitnya selama ini, jadi milih buat istirahat, selamanya," potong Mina. "Ayah udah tenang, Yo, nggak ngerasain sakit lagi."
Mina masih mengucapkannya dengan tenang walaupun di ujung kalimat suaranya hampir menghilang karena tercekat. Gadis itu menunduk dalam, sedangkan Yoyo masih terdiam bingung di hadapannya, menyisakan keheningan di antara mereka.
"Karena Ayah udah tenang, aku nggak boleh sedih, kan?" Mina kembali mengangkat pandangan, menatap lurus kepada Yoyo dengan senyum perih yang dipaksakan.
Dan baru kali ini Yoyo merasa tidak suka melihat Mina tersenyum.
"Na," panggil Yoyo menghentikan gerakan Mina yang hendak berbalik kembali. "Nggak ada larangan buat kamu untuk merasa sedih," ucapnya lembut. "Kamu boleh sedih, sebagai bentuk rasa sayang kamu ke Ayah. Kamu boleh sedih karena kesedihan itu pasti dirasain setiap orang yang dipaksa berpisah dengan orang yang disayangnya. Jangan ditahan, itu sama aja kayak kamu nyiksa diri kamu sendiri."
Sebelah tangan Yoyo terulur kembali, kali ini meraih telapak tangan Mina bermaksud untuk menarik perhatian gadis itu agar mau menatapnya.
"Jangan takut sedih, jangan takut nangis. Kalau kamu ngerasa sedih, nangislah. Yang penting kamu harus ingat kalau sekarang ada aku disini, kamu nggak sendirian."
![](https://img.wattpad.com/cover/195962096-288-k957513.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Forelsket (On Hold)
RomanceMina selalu meyakini bahwa semua yang terjadi di dunia ini sudah menjadi takdir Tuhan yang harus ia terima. Termasuk ketika Ayahnya ditakdirkan harus menerima cobaan berat melalui sebuah penyakit, yang berujung pada takdirnya sendiri yang harus meni...