Yoyo menyendiri di kantin rumah sakit. Sudah beberapa menit berlalu sejak kedua matanya terpaku di cup kopi miliknya yang pasti sudah mendingin.
Helaan napasnya kembali terdengar untuk kesekian kali, masih tak habis pikir atas perubahan status hidupnya yang dirasa ekstrem. Seingatnya baru kemarin ia mendapatkan persetujuan atas judul skripsi yang ia ajukan, tiba-tiba hari ini ia sudah berstatus suami orang.
Yoyo tidak pernah benar-benar memikirkan akan seberat apa beban yang dipanggul oleh seorang suami, sampai ia merasakan kepalanya hampir meledak hari ini. Usai mengucap qabul atas Mina tadi, seketika berbagai pemikiran mengenai masa depan menyerang dirinya habis-habisan.
Bagaimana bisa dia berperan baik sebagai seorang suami tanpa persiapan sama sekali? Bagaimana cara dia belajar untuk menjadi suami yang baik hanya dalam waktu yang sangat singkat ini? Dan yang paling penting, bagaimana caranya bertanggung jawab penuh atas Mina jika statusnya saat ini saja masih mahasiswa yang memakai uang orang tua?
Jika benar-benar dipikirkan, bisa-bisa kedua lubang telinganya akan mengeluarkan asap karena otaknya mengepul.
"Yo?"
Yoyo mendongak, bertepatan dengan Mina yang duduk di hadapannya. Gadis yang sudah hampir memutari rumah sakit untuk mencari suaminya itu langsung menundukkan pandangan kembali saat kedua mata Yoyo menatap lurus ke arahnya.
"Ibu sama Bapak udah pulang," ucap Mina memberi tahu. "Dari tadi coba hubungin kamu mau pamit, tapi nggak diangkat."
Yoyo meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja, tadi memang bergetar beberapa kali namun diabaikan olehnya. Diperiksanya benda pipih tersebut dan memang ada 2 panggilan tak terjawab dari nomor Ibunya, juga beberapa pesan yang belum terbaca.
Ibu : Dmn kamu?
Ibu : Ibu pulang dulu, nanti Ibu bantu rapihin baju2 km di rmh, bsk tinggal kamu ambil
Ibu : Minanya ditemenin, kasihan dia ngurus ayahnya sendirian'Ngambil baju? Ibu ngusir aku?'
Bramantyo A. Antasena : Iya bu, ini udah sama mina
Bramantyo A. Antasena : Baju2 buat apa?"Kamu udah makan?"
Dialihkan kembali pandangannya dari ponsel saat mendengar pertanyaan Mina, sempat terdiam beberapa detik sebelum akhirnya menggeleng menjawab. Mina menghela napas samar sebelum sebelah tangannya mengulurkan botol air mineral yang sejak tadi ia genggam kepada Yoyo.
"Minumnya jangan kopi kalau belum makan," tegurnya pelan. "Mau makan apa?" tanya Mina lagi sembari mengedarkan pandangannya ke sekitar, memilih menu mungkin.
"Ayah kamu nggak apa-apa ditinggal?" tanya Yoyo tiba-tiba, yang berhasil merebut kembali perhatian Mina.
"Ayah aku? Ayah kamu juga, Yo," sahut Mina dengan suara pelan.
Yoyo sedikit terkejut dengan balasan Mina namun sedetik kemudian gadis itu kembali tersenyum lembut. "Ayah udah tidur. Kalau Ayah lagi tidur, berarti waktunya aku kesini buat cari makan."
Lelaki di hadapannya itu hanya menatap diam, tidak tahu harus merespon seperti apa. "Jadi, mau makan apa? Kamu kan belum makan seharian."
Yoyo mengernyit samar, masih belum terbiasa dengan perhatian yang didapatkannya dari Mina namun dengan cepat pula ia bisa mengendalikan diri. Yoyo ikut mengedarkan pandangan, melihat satu persatu kios makanan yang ada.
"Ketoprak kayaknya enak," celetuknya.
"Mau ketoprak? Aku pesan dulu ya. Kamu suka pedas atau biasa aja?"
"Sedang aja." Mina mengangguk.
Belum sempat ia berdiri, suara Yoyo menginterupsinya. "Pakai uangku aja," ucap lelaki itu seraya mengeluarkan selembar rupiah berwarna biru yang akhirnya disambut Mina meski awalnya sedikit ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forelsket (On Hold)
RomanceMina selalu meyakini bahwa semua yang terjadi di dunia ini sudah menjadi takdir Tuhan yang harus ia terima. Termasuk ketika Ayahnya ditakdirkan harus menerima cobaan berat melalui sebuah penyakit, yang berujung pada takdirnya sendiri yang harus meni...