Chapter 4

4.3K 354 1
                                    

Jangan kemana-mana....

***

Ini sudah kesekian kalinya Bara menguji kesabaran Yuna. Seharusnya Yuna sudah kebal akan sifat Bara yang tidak menentu arahnya. Kadang lurus setajam vertikal dan kadang belok tidak beraturan, acak-acakan. Yuna curiga sekali dengan masa kecil Bara, apakah cowok itu pernah jatuh atau tidak? Kenapa Bara seakan hilang akal sehatnya?

“Gara-gara lo! Nilai gue anjlok!” Bara menggeram. Memperlihatkan nilai ulangan matematika yang katanya miris.

“Kok nyalahin gue?!” Yuna menjerit. Dia baru saja sampai dan Bara sudah mengajaknya perang. Untung kelas masih sepi.

“Lihat, nih!” Bara menunjuk angka 95 yang tertera di lembar ulangannya. Matanya melotot garang seakan ingin menguliti. Bara anti sekali melihat angka dibawah seratus. Sejak kecil dia berpedoman bahwa akan mendapat nilai tertinggi.

Yuna menepuk jidat Bara, melakukannya berkali-kali. Yuna berharap otak Bara bisa sempurna dan tidak mengajaknya berduel, ini masih pagi dan Bara sudah mengomel tidak jelas. Bukan hanya Bara saja yang nilainya turun, Yuna pun begitu. Nilai mereka sama.

“Bara….” Yuna menghirup napas dalam-dalam. Menetralkan jiwa raganya yang mulai goyah. “Gue nggak ada sangkutpautnya sama nilai lo. Kalau lo salah jawaban, itu semua karena lo! Mikir…!!!”

“Tapi gue nggak fokus ngerjain soalnya karena cemas sama lo! Seharusnya kalau lo sakit lihat kondisi dulu!”

Yuna menganga. Melongo.

“Coba lo nggak sakit perut kemarin, mungkin gue dapat seratus. Ini semua karena lo!”

“Bara….”

“Ah! Lo nyebelin, Yu!”

“Lo nggak waras!”

“Ini semua karena lo!”

Yuna memijit pelipisnya. Berhadapan dengan Bara sama saja bermain dengan api. Siapa pun yang mendekat akan terkena panas. Iya, panas hati.

“Pokoknya gue nggak mau duduk sebangku lagi sama lo! Gue disalahin mulu!” Yuna melangkah ke bangku belakang. Menyampirkan tas punggungnya dengan kasar. Yuna sudah muak dengan tingkah Bara yang kekanakan.

“Hei! Siapa yang nyuruh lo main pindah, hah?” Bara memperhatikan dengan saksama.

“Suka-suka gue!”

“Gue hitung sampai tiga lo harus udah duduk di samping gue.”

“Gue nggak mau!”

“Pendek….” Bara memanggil lirih.

“Pokoknya gue nggak mau! Nggak mau!!!”

“Satu….” Bara mendekat.

Yuna menelan ludah berat. Ekspresi andalan Bara sedang terpampang nyata di matanya. Wajah datarnya terlihat sangat tampan. Yuna harus mengakui jika Bara itu cocok sekali jadi tokoh pangeran.

“Dua….”

Nyali Yuna menciut seketika. Beberapa langkah lagi Bara akan berdiri di hadapannya.

“Kalau sampai hitungan ke tiga lo masih keras kepala, gue pasti neror lo, Yu.”

“Lo pengen jadi psikopat?”

“Gue nggak bercanda!”

“Jangan natap gue kek gitu!” Yuna mulai takut. Kelas yang sepi menambah kesan horor. Otak Yuna sudah berimajinasi tentang pembunuhan.

Possesive Man [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang