Chapter 13

3.1K 293 6
                                    

Senyum.

***

Ada sesuatu yang menyelinap di hati Yuna sekarang, membisikkan sesuatu yang nista kepadanya. Membuatnya ingin menjadi orang yang jahat setelah melihat ulah teman barunya.

Yuna merasa bahwa Yuri mencari celah untuk mendekati Bara, mencuri perhatian dengan cara menjengkelkan. Itu sangat bermasalah bagi Yuna. Hatinya sudah terikat kepada Bara, mencoba untuk menepis takdir sudah tidak mempan lagi. Hatinya memilih begitu. Walau selama ini Bara masih menggantungnya.

"Bara ... gue nggak ngerti sama penjelasan Bu Nurul tadi, dia ngejelasinnya cepet banget." Yuri duduk di depan Bara, memindahkan bangkunya sendiri.

"Masa, sih? Perasaan penjelasan Bu Nurul itu simpel banget, lo dengerin baik-baik, kan?" Bara lama-lama keki dengan Yuri. Dia cukup muak karena cewek itu selalu mengganggunya. Bara kurang respect kepada orang lain. Kecuali Yuna.

"Tapi gue beneran nggak ngerti, ajarin gue lagi, ya? Kek kemarin...."

Yuna mendesis. Amarahnya naik begitu saja. Yuna tahu jika dia tidak berhak marah, dia tidak bisa melarang Bara yang bukan siapa-siapa. Meskipun Bara selalu ikut campur dalam urusannya, tetapi Yuna tidak bisa begitu. Dia malu. Gengsi.

Makin hari pertemanan antara Yuna dan Yuri merenggang, mereka terlihat sedang adu kemampuan. Siapa yang lebih hebat dalam merayu Bara.

"Mau, ya...." Yuri memelas. Mengerjapkan matanya berulang kali.

"Tapi gue harus sama Yuna."

"Tapi Yuna harus pulang cepet. Kasihan kalau dia nungguin kita, gue butuh banyak waktu buat ngerti. Nggak bisa sejam."

Bara menajamkan tatapannya, dia mencium bau mencurigakan.

"Kalian berdua belajar bareng aja, gue langsung pulang setelah ini. Gue nggak akan ganggu." Yuna cukup peka akan kalimat Yuri. Cewek itu tidak mau diganggu. Jujur, Yuna sudah tidak mau berteman dengan cewek seperti Yuri. Menyebalkan!

"Lo pulang sama siapa?" Bara menoleh kepada Yuna.

"Gue bisa pulang sama Enzo."

Bara menaikkan satu alisnya. "Enzo? Lo pikir gue izinin? Nggak!"

"Lo jangan ngekang gue! Lo nggak takut kalau gue pindah bangku lagi?"

Bara bungkam. Dia menggeleng pelan.

"Kalau gitu, kalian berdua belajar bareng."

"Yuna...." Bara berseru pelan, tatapannya sedih karena Yuna mengancamnya seperti itu. "Lo nggak akan pindah bangku, kan? Lo tetap sama gue, kan? Nggak pergi jauh, kan?"

Bara dan Yuna bertatapan. Melupakan satu makhluk lagi yang menatap mereka jenuh.

"Gue nggak akan pindah asal lo nggak berlebihan sama gue. Buat gue nyaman."

Bara mengusak kepala Yuna. "Kalau lo pulangnya sama Enzo, lo jangan terlalu dekat sama dia. Gue nggak suka."

"Emang lo siapa?" Yuna memasang wajah garang, tetapi hatinya bersorak gembira.

"Gue Bara Madani Kusuma. Ketua kelas dan lo wakil gue. Lo ... milik gue."

Yuna melirik Yuri yang sedang menganga. Rasanya Yuna ingin terbang karena Bara mengucapkan kata itu di depan Yuri. Kebahagiaan yang hakiki.

***

Langit sudah berubah jingga. Beberapa jam lagi malam menghampiri. Sudah berulang kali Bara berusaha menjelaskan dengan sabar, tetapi Yuri tidak bisa menangkap baik maksudnya.

Possesive Man [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang