Chapter 10

3.4K 277 2
                                    

"Yuna!"

Yuna menoleh ke belakang, dia mendapati Bara berlari kecil menghampirinya. "Apa?"

"Yuna, lo ... masih nggak pengen duduk sama gue?"

"Hm?" Yuna mengernyitkan alisnya.

Bara memperhatikan wajah cewek itu. Ada lingkaran hitam di bawah matanya, mukanya pun sedikit lesu. Agak berbeda dari yang dulu. Bara langsung berasumsi jika wakilnya itu sedang tertekan. Frustrasi.

"Yuna ... jangan jauh dari gue."

"Maksud lo apa, sih? Bukannya lo udah janji buat nggak ngekang gue?"

Bara menggigit bibir bawahnya. "Tapi gue nggak bisa. Gue harus jujur sama lo kalau gue nggak suka lo jalan sama orang lain."

"Karena gue wakil lo?" Yuna tersenyum hambar. Jauh di lubuk hatinya dia berharap Bara mempunyai alasan yang lain.

"Itu alasan utama gue."

Yuna berdecih. "Gue bukan siapa-siapa lo, gue itu rival lo. Gue nggak mau dekat-dekat lo lagi."

"Tapi kenapa?" Bara mendekat selangkah. Raut wajahnya tampak sedih.

"Lo tanya kenapa?" Yuna terpancing. Emosi. "Lo nggak mikir kalau perlakuan lo itu bikin orang kesel? Lo tuh secara nggak langsung buat gue banyak berharap sama lo! Seharusnya lo mikir! Jangan egois!"

Jantung Bara berdegup kencang. Amarah Yuna melumpuhkan hatinya. Padahal dulunya Bara suka sekali jika Yuna meledak-ledak. Bara suka mimik wajahnya. Namun sekarang tidak lagi. Setelah menganalisa perasaannya, Bara jadi takut jika Yuna menarik uratnya. Dan Bara juga takut sekali jika cewek itu menangis.

Lalu ... Bara juga tidak sanggup untuk mengakui perasaannya. Dia takut jika Yuna malah menjauh darinya. Bara sudah cukup sengsara dengan keadaan yang ada.

"Yuna...."

"Jangan panggil gue lagi. Gue pengen sendiri dulu. Gue mau tenangin diri."

"Gue...." Bara menarik napas panjang. Menarik tangan Yuna. "Please, gue kangen sama lo yang dulu. Dulunya lo nggak gini...."

"Kemarin itu kesalahan terbesar gue biarin lo ngelunjak sesuka hati. Tapi sekarang nggak! Gue pengen lo ngerti kalau gue itu bukan mainan yang bisa lo atur seenaknya."

"Itu gue lakuin karena gue takut...."

Yuna menatap intens. "Takut apa?"

"Gue takut lo jauh dari gue. Gue ... nggak bisa tanpa lo."

"Emang kenapa nggak bisa?"

"Pokoknya gue nggak bisa...."

Yuna menggeleng kencang, dia berbalik arah meninggalkan Bara yang terpekur di depan gerbang. Sudah Yuna katakan bahwa dia harus melenyapkan perasaannya dulu, setelah itu mungkin dia bisa kembali seperti semula. Hanya saja Yuna tidak yakin, setiap hari Bara menumbuhkan rasa itu. Rasa yang sangat mengganggu.

Cinta....

***

Sekarang Yuna banyak menghabiskan waktu bersama Enzo. Setiap istirahat mereka akan makan di kantin atau bercerita sampai pelajaran berlangsung kembali. Tidak ada celah bagi Bara untuk sekadar menyapa wakilnya lagi.

Meski begitu, Yuna juga sakit hati karena membuat Bara bersedih. Yuna mengutuk dirinya sendiri karena memperlakukan Bara sebagai orang asing. Yuna terkadang menangis. Orang pertama yang ada untuknya adalah Bara. Ketika Yuna sakit, Bara lah yang cemas.

"Lo kenapa? Kok kurusan?" Enzo bertanya prihatin. Dia mengelus pucuk kepala Yuna.

"Enzo...."

"Iya?"

Possesive Man [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang