Chapter 2

5.5K 393 3
                                    

Gue udah terbiasa....

***

Bara berangkat pagi ke sekolah, naik sepeda karena jaraknya tidak terlalu jauh, hanya menempuh beberapa menit saja. Bara sedikit berbeda dengan cowok yang lain. Dia tidak suka mengikuti tren, dia beda sendiri. Bara ingin keren sendiri. Karena itulah, dia lebih suka naik sepeda daripada motor. Seperti Yuna.

“Tumben dia nggak cepet datang.” Bara memarkirkan sepedanya di dekat pohon mangga—tempat favoritnya untuk melindungi sepeda. Sebenarnya tempat itu dihuni oleh dua kendaraan. Hanya saja sang pemilik kendaraan yang satunya belum datang.

Bara tidak langsung masuk ke kelas, dia menunggu kedatangan Yuna. Memilih menunggu di depan gerbang. Beberapa adik kelas dan kakak kelas menyapanya, Bara hanya mengangguk tanpa ekspresi. Semua orang sudah tahu tabiat seorang Bara, cowok yang dicap bermusuhan dengan senyuman.

Bara bukannya alergi untuk menarik sudut bibirnya, dia hanya terlalu pemilih. Bahkan untuk teman sekelas, Bara masih menyimpan ekspresi yang satu itu dengan rapat.

“Tuh cewek pendek kok belum dateng, sih?” Bara sudah jenuh, cukup lama dia berdiri sambil celingukan seperti orang bodoh. Malah dia bertemu dengan musuhnya—cowok kelas sebelah yang selalu saja mencari ribut dengannya.

“Wah … mimpi apa gue semalam bisa ketemu lo di sini? Bukannya lo udah ada di kelas?” Enzo tersenyum miring.

Bara tidak menggubris. Memalingkan wajahnya. Jika itu tidak penting, Bara sama sekali tidak berminat untuk membalas.

“Gue heran, kenapa ada banyak cewek yang kagum sama lo. Sifat lo aja judes, cuek dan sok keren gitu!” Enzo masih memanas-manasi. Dia berdecih.

Bara mencoba menghiraukan dengan berpindah tempat. Namun Enzo masih saja mencari celah untuk berdebat.

"Sok cuek banget!"

Bara menghela napas panjang. “Lo ngefans sama gue, ya? Keknya lo tahu banget tentang gue.”

“Siapa yang ngefans?!”

“Kalau gitu, mending lo jauh-jauh dari gue.”

“Siapa juga yang mau deket sama lo?”

Bara jadi bete. Dia memilih untuk pergi daripada melayani tingkah Enzo yang sangat menjengkelkan. Bara tidak tahu mengapa cowok yang satu itu selalu cari gara-gara dengannya. Bara tidak pernah ikut campur dengan urusan Enzo. Bara hanya tahu tentang Yuna saja.

Mungkin karena Yuna yang selalu berotasi di dalam hidupnya. Makan bersama di kantin, saling mengejek, duduk bersama dan tentunya saling berdebat karena nilai. Jika dibilang suka, Bara lebih memilih kata nyaman. Entah mengapa Bara merasa nyaman jika Yuna marah tidak jelas dengannya atau memukulinya.

“Kania, kok Yuna belum datang?” Bara bertanya kepada salah satu teman terdekat Yuna. Cewek itu juga bertetangga dengan Yuna.

“Nggak tahu.”

“Kok nggak tahu? Lo kan dekat sama dia.”

Kania menguap lebar, matanya terlihat sayu. “Gue nggak tahu, Bara. Tumben lo nyariin dia, mau diajak berantem lagi?”

“Gue nggak tenang kalau dia belum datang.”

“Kok gitu?” Kania terpancing dengan cepat. Matanya menerawang.

Bara melengos. Satu hal yang paling dibencinya adalah tatapan. Bara tidak suka ditatap dengan intens. Apalagi tatapan Kania yang seolah mencari kebenaran dari matanya, menelanjanginya.

Possesive Man [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang