Chapter 9

3.3K 274 6
                                    

Cinta itu kek gimana?

***

Kehidupan Bara jadi tidak stabil lagi. Sekarang dia merasa kesepian karena tidak ada Yuna di sampingnya. Bara tidak tahu jika dampaknya akan sebesar ini. Bara tidak lagi berkobar api saat berhadapan dengan tugas-tugasnya. Adu kemampuan bersama wakilnya juga tidak seheboh dulu.

Yuna sekarang menciptakan jarak, membangun sebuah tembok raksasa yang tidak bisa dilewati siapa pun. Itu Yuna lakukan karena dia peka dengan perasaannya. Jantungnya sudah berdegup kencang karena Bara, berbeda sekali dengan yang dulu. Rasa cinta sudah menyapanya. Yuna kesal karena dia harus terjebak dalam rasa seperti itu. Menyebalkan.

"Yuna, ke kantin bareng, yuk!" Bara masih setia dengan kebiasaannya. Dia akan tetap mengajak Yuna makan bersamanya. Walaupun Yuna selalu menolaknya akhir-akhir ini. Bara juga tidak bisa memaksa, dia takut kalau Yuna menangis lagi.

"Gue makan sama Enzo aja. Gue udah janjian sama dia." Yuna melangkah pergi, sama sekali tidak menatap Bara.

Sejujurnya Bara ingin melarang kepergian cewek itu, mengekangnya seperti dulu. Terlebih lagi Yuna dan Enzo semakin dekat. Yuna tidak lagi naik sepeda kecilnya, dia sekarang diantar jemput oleh Enzo. Bara hanya bisa pasrah, dia tidak mau egois kepada Yuna. Bara kalah karena air mata.

"Gue benci sama diri gue sendiri. Gue payah!" Bara menyendiri di belakang sekolah. Menenangkan pikirannya yang sudah tak beraturan. Bara pun bingung kenapa dia harus seperti ini, kenapa dia sangat bergantung kepada Yuna.

"Lo ngapain di situ?" Kania menginterupsi. Tanpa permisi duduk di samping Bara.

"Gue lagi pengen sendiri, Nia."

"Ngusir nih ceritanya?"

"Bagus deh kalau lo peka."

Kania tadinya ingin ke kamar mandi, tetapi air yang ada di sana tidak menyala. Kebetulan kamar mandi berada di belakang, netranya tidak sengaja menangkap sosok Bara. Bahkan Kania sempat berpikir jika itu melihat makhluk halus. Bara jarang sekali mengunjungi tempat sunyi.

"Lo lagi galau, ya?"

"Gue sedih karena Yuna jauh sama gue. Dia lebih milih Enzo daripada gue."

Kania tertegun. Kemarin lalu Yuna juga sempat bergalau ria karena Bara, lalu hari ini mereka bergantian posisi. Kania makin bingung dengan keduanya, mereka tidak pacaran, tetapi kenapa harus galau akan satu sama lain?

"Kenapa lo sedih?"

"Lo kan tahu kalau gue nggak bisa pisah sama dia. Gue nggak suka dia dekat sama orang lain. Gue maunya dia sama gue terus...."

"Tapi dia sama Enzo udah temenan lama. Lo nggak usah pusing karena itu." Kania tersenyum, berusaha memberikan semangat kepada ketua kelasnya.

"Tapi gue tetap sedih. Yuna nggak mau lihat gue. Gue udah bilang kalau gue nggak punya pacar, tapi dia nggak percaya. Gue harus gimana?"

"Gue sebenarnya bingung sama kalian. Dibanding rival, kalian tuh kayak orang pacaran. Dan gue juga malas tanya sama lo tentang perasaan lo ke Yuna, alasan lo cuma satu. Yuna wakil lo!"

Bara manggut-manggut. "Dia memang wakil gue. Milik gue...."

"Kayaknya gue tahu kenapa lo kek gini. Lo cinta sama dia, kan?"

Bara melirik, mengernyit. "Cinta?"

"Ya elah. Darah anak muda kok gini amat? Masa lo nggak peka ama sikap lo sendiri? Itu otaknya dipake, dong! Jangan cuma buat pelajaran doang...."

Possesive Man [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang