bagian 1

5K 113 3
                                    

Dorrr

Dorrr

Dorrr

Suara tembakan memenuhi sebuah ruangan tua yang sangat kotor, di sana, memperlihatkan seseorang sudah tak berdaya dengan berlumuran darah.

"Arrrhhhhh ampun." teriak seorang lelaki karena merasakan sakit di sekujur tubuhnya, akibat di tembak pada kaki, tangan dan bahunya.

   Seringai jahat terlukis di wajah ayu wanita itu telah menyerangnya, dia menatap korbannya dengan tatapan mata tajam. Telinganya seakan tuli, akan suara kesakitan dari seorang lelaki yang terkapar tak berdaya di depannya. Dua orang temannya datang dengan pisau tak terlalu besar, memang, tapi sangat tajam dan bisa memutuskan tenggorokan, jika sampai di tancapkan pada leher.

   "Jika dari awal kau tidak bermain-main dengan kami, pasti hidupmu masih lama."  batin perempuan jahat itu, yang tega menyiksa tubuh lelaki yang sudah terkulai lemas di atas lantai.

   Dengan langkah santai ketiga gadis cantik itu berjalan menuju mangsa yang sudah tak berdaya lagi, untuk melawan, maupun berkata. Dia sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya, menyerahkan semuanya pada Tuhan. Rasa takut kian menjadi, kala ketiganya sudah berada  di dekatnya. Ketiganya langsung mengeksekusi mangsa yang ada di depan dengan tersenyum senang. Membunuh dan menyiksa orang adalah kegiatan yang paling menyenangkan untuk ketiganya, mood mereka akan membaik jika sudah melihat banyak darah berceceran di depan mata.

Srakkk

Jleepp

Srakkk

Srakkk

   Darah segar mengalir dengan deras, karena tiga gadis itu memutilasi korban, dengan sangat beringas dan sadis. Perut yang sobek, lengan yang di sayat pisau dengan kasar dan tak lupa pisau yang menancap sempurna di tenggorokan. Tawa jahat pun terdengar nyaring di ruangan yang sangat tertutup itu, karena korban yang sudah tewas dengan cara mengenaskan.

   Setelah bersenang-senang dengan korbannya, dengan berbagai siksaan lalu memutilasi hingga membakar dan di buang ke laut. Ketiganya memilih berendam di dalam bathup, untuk merefresh kembali pikiran dan tenaga yang telah di keluarkan tadi. Dan tentunya juga menghilangkan bau darah yang tercium jelas pada tubuh mereka.

***

   Suasana pagi hari memang sangat indah dan menyejukkan hati. Apalagi pemandangan hijau dari rerumputan dan pepohonan yang sangat segar, menambah energi baik untuk semua orang. Suasana seperti ini sangat menyenangkan untuk duduk bersantai di teras rumah dengan secangkir kopi atau teh, sebelum memulai kegiatan yang sangat menyibukkan.

"Nancy, yuhuu. Ayo cepat kita harus segera pergi ke kantor pagi ini, Daddy-mu sudah menunggu dan menyuruh kita datang secepatnya." beritahu seorang perempuan cantik yang sudah duduk di ranjang empuk, Nancy.

"Hemm, apa kau yakin kita akan pergi ke sana pagi ini?" tanya Nancy dengan wajah kesal." aku sudah mengatakan pada mu jika hari ini ada pertandingan voli, Alisa " lanjutnya dengan wajah memohon agar sahabatnya itu mengurungkan untuk pergi ke kantor ayahnya.

"Tidak ada penolakan. Kau sudah janji akan membantu Paman Alexander, jadi ini saatnya kau turun tangan dan berhentilah bermain voli." Alisa berkata dengan mantap dan tidak mau mendengar penolakan oleh siapapun.

"Ish, keras kepala sekali dia." maki Nancy sedikit berbisik, tapi masih bisa di dengar oleh Alisa.

   Alisa memilih diam dan tidak menanggapi dumelan dari sahabatnya itu. Lagi pula Nancy akan diam sendiri jika sudah lelah ngomel, lagi pula ia hanya ingin Nancy membantu orang tuanya. Bukan melakukan hal lain yang merugikan atau berbahaya. Sebagai satu-satunya pewaris kekayaan kedua orang tuanya, gadis itu harus bisa mengurus bisnisnya mulai sekarang. Selama ini kedua orang tua Nancy selalu membebaskannya untuk melakukan apapun yang dia inginkan. Termasuk menjadi pemain voli, tapi dengan syarat suatu hari nanti Nancy akan mengambil alih semua pekerjaan ayahnya.

"Morning, mom." sapa Nancy, pada seorang wanita paruh baya yang tengah asyik mencoret-coret kertas putih di tangannya.

"Morning, darling.” balas sang ibu dengan senyum hangat seperti biasanya.

"Mom, aku akan pergi ke kantor Daddy hari ini bersama Alisa." kata Nancy dengan santai, tidak seperti saat di kamar tadi marah-marah seperti orang tidak waras.

"Pergilah, dan katakan pada Daddy mu untuk pulang lebih awal, karena keluarga Lucas dan keluarga Justin akan datang." kata Christine memberitahu.

“oOke, mom. Nanti ku katakan pada pak tua itu salam dari mu. Aku siap-siap dulu.” Ujar Nancy, santai.

“Pak tua itu, Ayah mu. Jangan menyebutnya pak tua, dasar kau ini tidak sopan.” Ketus Christine.

“bukankah, Daddy memang sudah tua? Aku hanya berbicara fakta. Jadi apa yang salah dengan yang aku katakan.” Balas Nancy, sambil berjalan meninggalkan ibunya.

   Mendengar kata Lucas, Nancy diam-diam tersenyum dengan mata berbinar senang. Pasalnya sudah sangat lama dia tidak bertemu dengan sahabat kecilnya, ia sangat rindu anak dari Lucas. Felix, lelaki yang selalu menjaganya dulu hingga sekarang meskipun sekarang tinggal berjauhan.

   Sejak dua tahun yang lalu Felix pindah ke China, karena neneknya sakit parah. Nancy berpisah dengan lelaki yang sangat dekat dengannya itu, membuatnya ia sangat merindukannya. Kebersamaan keduanya sejak kecil dan selalu saling menjaga membuat Nancy memiliki perasaan yang lain untuk Felix. Perasaan yang ia simpan sendiri sejak bertahun-tahun lamanya, ia tak berani memberitahu Felix tentang perasaannya. Karena takut hubungan mereka akan berubah.

" Hei, ayo cepat turun mau sampai kapan kau terus duduk dengan melamun seperti orang tidak waras seperti itu. " hardik Alisa, pada Nancy yang terus melamun sejak perjalanan menuju kantor ayahnya.

" Ish, dasar nyonya tidak sabaran. " loh Nancy dengan wajah kembali kesal seperti saat di kamar tadi.

   Keduanya pun masuk ke bangunan pencakar langit yang begitu kokoh itu. Banyak pasang mata yang memandang dengan tatapan memuja, di karena kan kecantikan kedua perempuan itu. Bagaimana tidak terpana jika bukan hanya wajah cantik saja yang mereka perlihatkan, tapi juga bentuk tubuh sexy dengan pakaian yang sangat ketat dan sedikit terbuka.

"Hello, dad." sapa Nancy dengan santai ketika melihat sang ayah akan memasuki lift pribadinya.

" Hallo, Princess, kau sudah datang rupanya. Ayo ikut denganku ke ruangan dan aku akan menjelaskan semuanya pada mu." ajak Alexander, sembari merangkul pundak putri kesayangannya.

Tak lupa dengan Alisa, dia juga ikut masuk ke ruangan Alexander. Alias sudah menjadi bagian dari keluarga Nancy, semenjak Alexander membawanya ke rumah mereka. Dia juga sangat bisa di andalkan untuk menjaga Nancy sebagai adiknya. Meskipun mereka hanya bersahabat, namun kedekatan mereka sudah seperti adik dan kakak. Dengan Alisa yang selalu berusaha menjaga dan melindungi Nancy setiap saat. Makasih Alisa adalah anak dari bawahan Alexander, mereka tidak pernah membeda-bedakan antara Alisa dan Nancy. Kedua orang tua Nancy menyayangi Alisa seperti menyayangi putri mereka sendiri.

  Dengan wajah malas, Nancy melihat apa yang ayahnya jelaskan. Ini adalah hal yang paling menyebalkan dalam hidupnya, ia ingin sekali memiliki seorang adik. Agar tidak perlu repot-repot belajar tentang bisnis dan melakukan pekerjaan yang tidak di sukai seperti ini. Meskipun mendengarkan dengan ogah-ogahan, namun Nancy mengerti semua yang ayahnya jelaskan padanya. Di tengah-tengah Alexander menjelaskan pada putrinya, Nancy mendapat panggilan telepon dari seseorang. Panggilan pertama ia matikan, begitu juga panggil yang ke dua dan ke-tiga.

"Angkat panggil itu dulu, ponsel mu sangat mengganggu." Alisa, menyuruh Nancy untuk mengangkat panggil yang sangat mengganggu itu dengan wajah kesal.

   Tanpa mengatakan apa pun lagi, Nancy mengangkat panggilan telepon dengan menjauh dari ayah dan sahabatnya karena dari nama penelepon sudah bisa di tebak, jika itu bukan telpon yang baik.

"Dad, aku harus pergi. Kau bisa lanjutkan penjelasan mu pada Alisa, nanti dia yang akan menjelaskan padaku. Oke.  pamit Nancy pada sang ayah.

"Kau mau pergi ke mana?" tanya Alisa, penasaran.

"Filly menelpon, dan mengatakan butuh bantuan, aku pergi dulu." jawab Nancy cepat, lalu segera pergi dari ruangan ayahnya.

   Jika Nancy mengatakan Filly yang menelepon, Alisa pasti mengerti apa yang akan di lakukan oleh anak dari tuan ayahnya itu.

"Sial, dia akan bersenang-senang dengan Filly tanpa aku, lihat saja apa yang akan aku lakukan pada kalian, nanti." umpat Alisa kesal.

   Bagaimana tidak, dia sering sekali di tinggal bersenang-senang oleh dua sahabat itu. Dan menumbalkan untuk hal yang menurutnya sangat membosankan, seperti sekarang ini membahas tentang pekerjaan. Meskipun berat dan malas, Alisa tidak pernah menolak ataupun membantah apa yang di katakan Alexander. Karena dia sudah berjanji pada ayahnya jika akan selalu menuruti perkataan Alexander. Karena, jika tidak ada Alexander yang membantu ayahnya dulu, mereka pasti sudah mati di jalanan akibat kelaparan.

   Sebenarnya Alisa dulu bukan orang Italia, melainkan orang Australia yang cukup kaya dan terpandang. Tapi akibat keserakahan paman-pamannya, ayahnya jatuh miskin dan perusahaannya di ambil alih, oleh adik-adik ayahnya sendiri.

   Dan akhirnya dia dan keluarganya menjadi gelandangan, tak punya apa pun, bahkan uang sepeserpun tak ada, yang mengakibatkan mereka kelaparan selama berhari-hari. Hingga menyebabkan adik bungsu Alisa harus pergi meninggalkan semua, untuk selamanya.

   Sejak kejadian itulah Alisa yang sangat periang, baik dan lemah lembut berubah menjadi pribadi yang sangat cuek dan tidak suka bergaul dengan sembarang orang. Ia hanya mau berteman dengan orang-orang yang menurutnya tidak serakah akan uang dan memiliki kehidupan yang tidak terlalu terbuka.

***
"Hahahaha." tawa nyaring terdengar mengerikan, bagi siapa saja yang mendengar.

"Kau mau apa dulu, mau kami potong tangan-tangan indah mu itu dulu atau, kau mau kami langsung menusuk-nusuk perut rata mu itu?" Salah satu dari dua wanita itu bertanya dengan menunjukkan pisau kecil yang terlihat sangat tajam.

"Ampun, maafkan aku Nancy, Filly aku tidak akan melakukan kesalahan lagi dan akan memperbaiki semuanya." mohon perempuan malang itu, dengan air mata yang terus mengalir.

   Bukannya merasa iba, Nancy malah mengambil dua pistol, dan langsung menembak kepala korban tanpa pikir panjang. Ia sudah muak melihat wanita di depannya yang terlalu banyak berbicara. Itu akan membuat kepala pusing saja.

"Arghhhh." teriakan yang sangat menyakitkan terdengar untuk yang terakhir kalinya bagi wanita malang itu.

"Heii, kenapa kau langsung menghabisinya aku ingin senang-senang dulu dengan si penghianat ini, bodoh." maki Filly, pada Nancy dengan wajah kesal

"Aku tidak mau buang-buang waktu, cepat bakar sampai jadi abu, lalu taburkan didekat rumahnya." pinta Nancy pada dua orang laki-laki yang ada di sana, tanpa memedulikan Filly yang masih menatapnya kesal.

"Selalu saja tidak mau memberikan kesenangan untuk ku.” dumel Filly lalu melemparkan pistolnya ke sembarang arah.

"Lagi pula kau ada janji dengan pacar mu pergilah, aku tau dia pasti menunggu lama jika kau bersenang-senang mayat itu." tutur Nancy, hanya untuk mengalihkan perhatian sahabatnya saja.

"Oh astaga, aku harus segera pergi, dah." Filly memang selalu sibuk dengan pacarnya.
 
   Untung saja Nancy pintar jadi tidak perlu berpikir lama untuk membujuk Filly. Dan sekarang dirinya juga harus pergi untuk menemui ayahnya, ia sudah janji akan datang karena sudah satu Minggu tidak pulang. Sejak hari di mana ia melarikan diri dari kantor sang ayah dan meninggalkan Alisa di sana sendirian. Meskipun selalu menuruti permintaan orang tuanya, namun Nancy enggan menurut jika urusan pekerjaan di perusahaan.

   Nancy, adalah gadis baik yang selalu menuruti perkataan kedua orang tuanya. Dan dia selalu menjadi kebanggaan juga kepercayaan seluruh keluarga, mengingat hanya dia satu-satunya anak perempuan. Semua saudaranya laki-laki jadi sudah pasti Nancy lah yang paling di sayang. Semua sepupunya akan melakukan apa pun agar Nancy selalu merasa bahagia dan nyaman saat mereka melakukan pertemuan keluarga. Karena gadis itu sangat mudah bosan, jadi semuanya akan sibuk menghibur Nancy apa pun caranya.

Psychopath Girl's [Fizzo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang