THIRTY FIVE

3.9K 679 262
                                    

"Kenapa kalian tidak pernah bercerita kalau kalian teman sekelas saat SMA dulu? Ah ... aku seharusnya tidak perlu repot memperkenalkan kalian dengan satu sama lain waktu itu." Jin berucap sambil memakan potongan pizza-nya. Lelaki itu baru tahu bahwa mereka ternyata mengenal satu sama lain setelah Jungkook tidak sengaja mengatakannya. Well, cepat atau lambat pasti dia akan tahu, bukan?

"Tidak ada apa hyung. Lagi pula siapa yang akan mengenali Harin dengan tampang seperti ini? Kalau kau melihat Harin saat SMA dulu, kau akan benar-benar terkejut," ucap Jungkook yang langsung mendapat serangan pukulan bertubi-tubi dariku. Enak saja lelaki ini, mengataiku seperti itu.

"Memangnya kenapa dengan Harin? Kau operasi plastik?" tanya Jin.

"Tidak! Ini wajah asliku asal kau tahu," dengusku.

"Kalau kau lihat Harin dulu, kau pasti berpikir bahwa gadis ini tidak pernah mandi di seluruh hidupnya," ucap Jungkook lagi.

"YA! Sialan kau Jeon!" Aku kembali memukul lengan lelaki itu, membuat pizza yang dipegang lelaki itu terjatuh dan ia mengerang kesakitan.

"Hentikan! Pantas saja kau umur segini masih single. Mana ada lelaki yang mau menikah dengan wanita bar-bar sepertimu!" seru Jungkook, mencoba untuk menghentikan gerakan tanganku.

"Kau juga harus bercermin, Jeon Jungkook! Kau tidak akan pernah menikah jika kau terus menjadi lelaki brengsek!" Jika aku memanggil Jungkook dengan nama lengkapnya, berarti itu menandakan bahwa aku benar-benar kesal atau marah dengan lelaki satu ini. Enak saja dia mengataiku seperti itu.

"Sudah, sudah. Kalian berdua hentikan. Kapan kalian berdua akan bertambah dewasa, hah?" ujar Jin, mencoba untuk menenangkan kami. "Apakah dulu kalian berteman dekat?" tanyanya lagi.

Aku terdiam di tempatku. Apa yang harus aku jawab? Jimin yang duduk di seberangku tidak mengatakan apapun. Jungkook juga sepertinya enggan untuk menjawab. Suasana meja tiba-tiba berubah menjadi hening.

Aku menatap kedua mata Jimin dan lelaki itu menyimpan emosi yang lagi-lagi sulit untuk dijelaskan. Mendapat tatapan itu dari Jimin, aku jadi ragu menjawab pertanyaan Jin. Apalagi ada Sora di sebelah lelaki itu yang menatap kami dengan wajah polosnya, penuh dengan rasa penasaran.

"Kami hanya teman sekelas, tidak lebih," jawabku karena tidak tahan dengan atmosfir yang tiba-tiba berubah menjadi menegangkan ini. Mendengar jawabanku, Jimin membuang wajahnya ke arah lain kemudian berdecih pelan. Sedangkan Jungkook yang duduk di sebelahku tidak mengatakan apapun. Aku bisa mendengar Jungkook menghela napasnya kasar.

Kami terdiam lagi, dan sejujurnya aku merasa tidak nyaman apalagi jika itu menyangkut tentang masa lalu. Jin yang merasa aneh dengan suasana di antara kami berdeham pelan. Dari sudut pandangku aku bisa melihat Jin tampak menyesal menanyakan pertanyaan tadi, tapi ia terlihat sedang mencoba untuk mencairkan suasananya.

"Ah ... benarkah begitu? Aku kira kalian berteman dekat," ucap Jin kemudian meminum soda yang lelaki itu pesan. Tidak mau berlama-lama terjebak dalam kecanggungan ini, aku mencoba untuk bersikap biasa, memakan potongan pizza-ku seakan-akan tidak ada yang terjadi, walaupun sebenarnya selera makanku sudah hilang sejak lelaki yang duduk di seberangku ini menatapku dengan tatapan tajam yang seakan-akan ingin mengulitiku.

Aku tidak tahu apa yang dipikirkan Jimin saat ini. Apakah ia marah? Apakah ia kecewa? Atau apakah ia senang karena aku mengatakan hal itu? Aku tidak tahu. Tatapan mata Jimin seakan mengatakan puluhan emosi yang susah untuk dijelaskan.

Aku meneguk sodaku perlahan, kemudian bangkit dari kursiku, membuat semua pasang mata yang duduk di meja ini mengalihkan pandangannya ke arahku. "Aku akan ke toilet sebentar," ucapku kemudian langsung berbalik dan pergi meninggalkan meja.

Somersault; pjmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang