Pelajaran hari itu berlangsung seperti biasa, tak ada spesial-spesialnya.
Terlebih lagi untuk Felicia, yang mendapatkan teman sebangku seperti Dylan, hanya untuk menatapnya saja enggan.
Felicia menyodorkan buku pelajaran Matematika, pelajaran yang saat ini sedang ia pelajari.
Sejak dulu, Felicia memang tak begitu mahir dalam pelajaran. Kecuali pelajaran musik, hanya itu yang ia ketahui.
Hobinya adalah menyanyi, dari lagu patah hati hingga lagu kanak-kanak.
Sifatnya yang manja sedari dulu membuatnya suka melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh kanak-kanak."Bantu gue..." ujarnya memelas.
Dylan mengangkat alis, mengisyaratkan apa yang Felicia mau darinya."Bantu. Gue ga ngerti." Felicia yang memahami isyarat Dylan membalas tanpa basa-basi.
Dylan memutar bola mata dengan malas, sekali lagi.
"Baru hari pertama aja udah gini. Ketinggalan otak lo ya? Atau emang ga punya otak?" tanya Dylan kasar tanpa babibu. Jujur, kata-katanya agak melukai Felicia. Baperan."Ya maklum gue emang kurang pintar pelajaran kan."
Dylan tak menjawab, namun langsung mengajarkan pelajaran yang sangat ia kuasai ini. Ia menuturkan rumus-rumusnya dengan mantap dan jelas.Dylan memang pintar dalam segala mata pelajaran. Nilainya tak pernah ditempatkan dibawah 95, dan ia juga menguasai musik & olahraga.
Tubuhnya tinggi, dadanya bidang dan menjadi idola segala perempuan di sekolah mereka.Tak heran jika saat Felicia duduk di bangku kosong sebelahnya, seluruh kaum hawa dikelas memelas panjang.
Bagaimana tidak, Dylan selalu memilih untuk mengosongkan kursi disebelahnya, namun siapa yang menyangka ia akan menerima seorang anak baru yang telat datang ke sekolah dengan penampilan acak-acakan untuk duduk disampingnya.
Tak dapat dipercaya.Felicia menganga, bahkan tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibirnya.
Dylan mendengus pelan, lalu menjauhkan buku tersebut dari dekatnya."Ngerti ga sih?!" tanyanya dengan nada membentak.
"Iya, iya, ngerti." Felicia memilih untuk berbohong, terlalu takut untuk menjawab kurang mengerti.Sialnya, pada hari itu juga guru mereka, Pak Herman memutuskan untuk mengadakan quiz mendadak.
"Siapa coba guru yang adain quiz di pertemuan pertama?!" keluh Felicia pelan, yang hanya di dengar oleh Dylan.
Dengan santainya Dylan hanya mengangkat bahu, sebab untuk apa lelaki sejeniusnya panik untuk quiz semudah ini.
"Tenang, cuma nanya-nanya langsung aja kok. Sekarang ya, orang pertama, kamu, yang disana." tunjuk Pak Herman mengarah ke Dylan.
Dylan mengangguk, mempersilahkan Pak Herman untuk bertanya.
Setelah ditanyai dengan pertanyaan yang cukup banyak dan sulit, Dylan hanya menjawab dengan lengkap tanpa ragu-ragu.Felicia menganga, untuk kedua kalinya. Bagaimana teman sebangkunya ini dapat menjawab dengan sebegitu mudahnya?!
Pak Herman tersenyum puas dan menepuk tangan, begitupun seisi kelas.
"Nah, sekarang, kamu yang disebelahnya!"Hari kesialan Felicia hari ini, dewi Fortuna tak berpihak padanya.
Pak Herman memberikan pertanyaan termudah menurut Dylan, namun pertanyaan menuju kiamat bagi Felicia.
Felicia terdiam, tak mampu menjawab. Kelas hening untuk beberapa saat, menunggu jawaban Felicia yang tak pasti.
Namun, sama saja, ia belum mengeluarkan tanda-tanda akan menjawab.Dylan mendengus lagi. Jelas-jelas ini adalah rumus yang barusan ia ajarkan, apakah mungkin Felicia sudah melupakan rumus tersebut?!
Ia membuang nafasnya kasar, lalu berbisik pelan tanpa diketahui siapapun, lalu memberitahu jawabannya pada Felicia.
Felicia tersenyum sumrigah dan menjawab pertanyaan Pak Herman.
Pak Herman yang bingung tak berkutip lagi, hanya sekedar mengangguk dan melanjutkan menguji murid-murid lain."Katanya ngerti?" ujar Dylan tanpa basa-basi.
Felicia hanya cengengesan pelan, tidak tahu harus berkata apa.Sepertinya menjadi teman sebangku pria dingin ini tidak begitu buruk seperti perkiraannya. Ia bisa membantu, sekaligus menghibur.
Lumayan.to be continued
• • •
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days With You
RomanceKetika awal yang bercanda menjadi akhir yang serius. Ketika sekedar taruhan menjamin cinta yang nyata.