empat

41 6 1
                                    

Dylan menatap benda pipih yang berada di pergelangan tangannya. Waktu istirahat udah habis, gumamnya. Yang ia cari sedari tadi bahkan sama sekali belum nampak batang hidungnya. Kemana perempuan itu pergi?

Felicia melewati koridor sekolah yang cukup panjang dan ramai. Tampak dimatanya sepasang sejoli sedang bermesraan dan berpegangan tangan. "Hft.." dengusnya pelan. Hal tersebut membuatnya teringat pada masa lalunya, dimana ia juga memiliki tangan seseorang untuk digenggam. Ia juga memiliki bahu seseorang untuk disandari saat lelah. Ia juga memiliki tubuh seseorang untuk dipeluk. Namun itu dulu, dan jujur, Felicia sangat merindukannya.

Nasib sudah, sepertinya ia belum mendapatkan pengganti yang tepat. Felicia merindukan mantan kekasihnya sebab mereka putus dengan alasan baik-baik. Tak ada pertengkaran, tak ada konflik. Hanya memutuskan untuk berpisah, itu saja.
Mereka yakin bahwa ada jalan terbaik untuk setiap keputusan yang mereka ambil, meski mungkin keputusannya adalah untuk berpisah.

Felicia melewati sepasang sejoli yang sedang mabuk asmara tersebut dan masuk kedalam kelas. Kelas sudah ramai, dan ternyata jam istirahat sudah usai sehingga ia dinyatakan terlambat masuk kelas.
"Aduh... Ini baru hari pertama, udah ada yang telat aja?!" omel Bu Kristi, guru wanita dengan mata coklat terang dan berambut hitam pekat. Tingginya semampai, kakinya panjang, dan parasnya cantik.

"Maaf Bu," sesal Felicia sambil menundukkan kepalanya. "Sudah, sudah, duduk sana kamu!" perintah Bu Kristi yang ditanggapi dengan ucapan terima kasih oleh Felicia, lalu segera menuju kesebelah Dylan.

"Ekhm," Dylan mencoba untuk memulai topik pembicaraan. Felicia mendongak, mendapati Dylan yang sedang menatapnya dengan serius. "Lo itu niat sekolah apa ngga? Bisa-bisanya telat, udah tau kan jam istirahat masuknya jam berapa?" celoteh Dylan, sepertinya semacam extra combo untuk Felicia.
Sudah diomeli oleh Bu Kristi, lalu dilanjutkan dengan omelan Dylan yang cukup menusuk.

Felicia hanya menguap malas, bahkan ia baru mengenal pria ini dan kenapa pria ini begitu cerewet mengomelinya?
Dengan malas, ia membuka bukunya, bahkan tidak mengetahui halaman apa yang harus dibaca.
"Bodoh. Kalau ga tau, ya nanya!" ujar Dylan tak kalah kasar.

Felicia meringis pelan, menahan amarah yang ia tumpuk. "Yaudah iya, salah gue, halaman berapa?" tanya Felicia terpaksa.
"Cari tahu aja sendiri."

Jawaban Dylan direspon oleh lemparan pulpen dari Felicia. "Maunya apa coba?!" Dylan terkekeh pelan, mengambil pulpen yang Felicia lempar, hingga tak sadar suaranya terlalu besar sampai-sampai mereka dihukum oleh Bu Kristi.
"Ngomong terus, ketawa terus. Sini ya, ke depan kelas sekarang!"

Felicia melotot kaget dan mengeluh. Apaan ini? Hari pertama udah langsung kena hukuman? batinnya kesal. Mau tak mau, ia dan Dylan maju kedepan kelas untuk menerima hukuman yang hendak diberikan.
"Semua ini karena lo tau!" bisiknya pelan. Dylan hanya memasang muka datar andalannya, disertai dengan tatapan tajam yang menghadap kedepan.

Seisi kelas berbisik-bisik pelan, pasalnya, Dylan adalah contoh murid teladan yang selalu dipuji semua guru. Namun hari ini, Dylan dihukum dengan alasan terlalu ribut. Sungguh tak diduga.
"Ssshh! Kalian ini yang bisik-bisik, mau ibu hukum juga?!" ancam Bu Kristi penuh penekanan.
Seluruh kelas langsung hening, tak ada yang berani bersuara. Bu Kristi memang masuk sejarah sebagai guru ter-killer di sekolah mereka. Tak heran jika ia ditakuti murid-murid. Selain galak, hukumannya juga tak kalah mengerikan.

"Mati lah mereka." ujar Alice, sekretaris kelas secara pelan. "Kalian, berdiri depan kelas, saling tatap 15 menit! Kalau kalian ketawa harus jongkok sampai pulang sekolah, terus pulang kerumah harus sambil lompat pocong!" perintah Bu Kristi jelas dan membuat satu kelas melotot.

Felicia adalah salah satu perempuan yang terlalu mudah tertawa, selera candaannya terlalu receh sehingga ia selalu tertawa pada candaan apapun.
Felicia melotot kaget, ia yakin, dia-lah yang akan jongkok sampai pulang sekolah dan pulang kerumah sambil lompat pocong. Felicia memejamkan matanya pelan, bersiap-siap untuk hukuman yang akan ia jalani.

Sementara itu, Dylan tampak santai-santai saja. Mungkin karena sifat datarnya yang selalu tanpa ekspresi, membuatnya selalu sulit untuk tertawa. Dylan menarik nafas lalu menghembuskannya pelan.
Ia mulai menatap mata Felicia tajam, tatapannya mampu membuat wanita manapun luluh dan mati ditempat.
Felicia balas menatap Dylan, entahlah, tapi kali ini tak ada yang lucu ditatapan Dylan. Felicia hanya terus terbawa alur, memerhatikan mata Dylan yang berwarna hitam pekat, di sertai dengan bulu matanya yang lentik. Sungguh ciptaan Tuhan yang indah. Bahkan, Felicia sama sekali tak tertawa.
Dylan menatap dengan serius, sambil menghitung waktu dalam benaknya.

Bu Kristi tercengang kaget, pasalnya ini sudah 15 menit dan mereka sama sekali tak tertawa. Hukuman ini sudah ia terapkan pada beberapa kelas dan semuanya berakhir jongkok sampai pulang sekolah dan pulang dengan lompot pocong. Bu Kristi memisahkan Felicia dan Dylan, lalu sontak mengernyit. "Sudah, sudah, cukup, sudah 15 menit!"

Felicia dan Dylan tidak bergerak, masih tetap menatap satu sama lain dengan kaku. Seperti ada ikatan lewat kontak mata yang tidak dapat diputuskan siapapun.
"Felicia! Dylan!"

Satu kelas ikut hanyut dalam permainan tatap menatap antara Felicia dan Dylan. Terlihat jelas, mereka saling memuja wajah satu sama lain dan mendambakan keindahan mata dan tatapan yang dimiliki satu sama lain.
Bu Kristi mendorong lengan Felicia dan Dylan pelan, hingga akhirnya mereka sadar dari lamunan mereka.
"Ngapain sih?!" bentak Bu Kristi. Bu Kristi adalah seorang janda, jadi tak heran bila ia agak sensitif dan cemburu pada sejoli-sejoli muda yang sedang jatuh cinta. Tapi siapa yang pernah bilang Dylan dan Felicia sedang jatuh cinta?

Felicia langsung membalikkan badannya dan tertunduk malu. Ia tak sadar apa yang baru ia lakukan. Kenapa ia menatap Dylan sebegitu dalamnya? Dalam hatinya masih tersimpan rasa rindu pada kekasihnya sebelumnya. Namun ia mendambakan sosok pria baru untuk hadir dalam hati dan pikirannya, hanya saja ia belum menemukan yang tepat.

Dylan juga ikut membalikkan badan dan langsung duduk ditempatnya, disambut oleh godaan teman-teman sekelas yang sibuk mengejek mereka berdua.
"Cieeeeee!"
"Ahay ada yang salting nih!"
"Eaaaa kurang dalam tatapannya neng, bang!"
"Lanjut, lanjut terus, kita nonton kok!"
Dan berbagai ejekan lain yang terdengar ditelinga mereka berdua. Felicia tertunduk malu, hingga tak sadar ada semburat warna merah merona yang tercetak dipipinya. Terasa panas.

Dylan menatap ke arah Felicia, hanya sekedar mencuri pandang. "Kok lo merah?" tanyanya penasaran, yang kemudian diikuti oleh ejekan lagi dari teman-teman kelas mereka.
"Apaan sih?!" teriak Felicia, yang membuat Bu Kristi ikut tertawa.

"Ada-ada aja. Oke sekarang lanjut pelajaran ya!" ajak Bu Kristi yang membuat Dylan dan Felicia bangun dari lamunan masing-masing.

Pelajaran hari itu berjalan seperti biasa, hingga tak sadar waktu pulang sekolah telah tiba. Seluruh pelajaran diisi dengan Dylan yang mengajarkan seluruh hal yang menyusahi Felicia, hingga kadang Dylan terbawa emosi sebab Felicia tak kunjung mengerti walau dijelaskan berkali-kalipun.

Kreng! Kreng!
Bel pulang sekolah sudah berbunyi nyaring. Felicia membereskan barang-barangnya dan memasukkannya dalam tasnya. Dylan, yang hanya membawa stringbag memasukkan seluruh barangnya dalam loker. Ia santai, sebab tak perlu mempelajari apapun. Sedangkan Felicia, ia harus mempelajari seluruh isi buku dari halaman 1-75, dan bukan hanya 1 mata pelajaran, melainkan seluruh mata pelajaran yang mereka pelajari. Semua ini bukan tugas dari guru, melainkan tugas yang diberikan Dylan. Dan bodohnya, Felicia mau-mau saja dan menaati perintah Dylan.

Tangan Felicia yang mungil mengangkat seluruh buku-buku tebal yang hendak ia bawa pulang. "AAAHH! Berat amat!" pekiknya lalu tak sengaja menjatuhkan salah satu bukunya. Tepat di depan kaki Dylan. Dylan menunduk, melihat buku yang dijatuhkan Felicia. "Angkat ginian aja ga becus." ujarnya tertahan. Felicia kembali memutar bola matanya. "Lo siapa yang jemput?" lanjutnya, bertanya. "Rumah gue deket sini doang. Jalan kaki lah," Dylan hanya mengangguk-angguk paham, lalu langsung pulang tanpa berpamitan. Felicia hanya tertegun sebentar, bingung apa yang baru saja terjadi.

"Dia gak bilang bye gitu?"

to be continued
• • •

VOTE + COMMENT! hrgai usaha author:)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 04, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

30 Days With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang