Setelah melewati pelajaran-pelajaran yang cukup panjang, mereka akhirnya tiba di jam istirahat, favorit semua siswa-siswi Sekolah Lentera Bangsa. Namun tidak bagi Felicia. Selama ini, ia sama sekali tidak pernah menyukai jam istirahat. Ia malas untuk sekedar pergi ke kantin dan membeli makanan, atau bercengkarama dengan teman-teman yang lain.
Ia hanya ingin meletakkan kepalanya dimeja kelas, dan tidur senyenyak mungkin.Felicia memelas pelan, lalu mulai menutup matanya dan meletakkan kepalanya dimeja.
Si dingin melemparkan tatapannya pada Felicia, lalu mengernyitkan wajahnya. Menurutnya, Felicia adalah perempuan teraneh yang ia kenal. Perempuan mana yang tidak suka ke kantin, lalu bergosip secara heboh dan membeli segala macam makanan di kantin? Aneh, pikir Dylan."Lo gak makan?"
Felicia yang kaget langsung mendongakkan kepalanya dengan segera. Ia tidak menjawab untuk beberapa saat, sebab tak yakin si dingin berbicara kepada siapa."Lo gak makan?"
Dylan mengulang pertanyaannya sekali lagi. Mengerti bahwa Dylan sedang berbicara padanya, Felicia lantas menggelengkan kepala pelan.
"Gue ga suka suasana kantin."
"Gue ga nanya lo suka apa nggak sama suasana kantin. Gue cuma nanya lo makan apa nggak."
Felicia mendengus sebal lalu kembali melanjutkan tidur ayamnya yang sempat diganggu sebentar oleh si menyebalkan, yang tadinya ia panggil si dingin.Dylan mengeluarkan kotak makannya dan menaruhnya dimeja. Beberapa gerombolan laki-laki datang kedepan kelas mereka, mengajak Dylan bermain di lapangan.
Dylan menggeleng, lalu membuka kotak makannya.
"Come on man, apaan sih sok jual mahal banget. Tau kok tau, kapten basket emang suka gitu ya," ledek teman-temannya sambil tertawa.
Dylan hanya membalas dengan tertawa renyah lalu lanjut memakan bekalnya yang ia siapkan dari rumah.
Segerombolan lelaki itu semua menarik dipandang mata, membuat Felicia yang berada tepat di sebelah Dylan ikut salah tingkah."Ekhm, kenapa lo?" tanya Dylan sambil memasukkan sandwichnya kedalam mulut. Pertanyaan Dylan itu hanya di balas dengan gelengan cepat dari Felicia. Dylan kembali mengangkat alisnya, agak penasaran mengapa Felicia terus menerus tidur dimeja. "Ngapain sih lo? Pegel kepalanya?" Naas, pertanyaannya hanya dibalas dengan gelengan, lagi. Dylan mulai kehilangan akal, mengingat bahwa selama ini dirinya adalah seorang pria dingin, lalu kenapa dia terus menerus banyak omong pada perempuan aneh ini? Ia memutuskan untuk memasukkan seluruh sisa sandwichnya yang masih banyak kedalam mulutnya agar ia tak bisa berbicara dan banyak bertanya lagi.
Felicia memiringkan kepalanya agar bisa melihat pemandangan disebelahnya dengan jelas. Ia tersenyum sedikit melihat Dylan yang sedang sibuk berusaha agar sandwichnya dapat tertelan, dimana mulutnya terlihat sangat penuh tanpa ada celah kosong sedikitpun.
"Ngapain sih?"
Dylan tak menjawab, masih sibuk mengunyah agar ia bisa menelan makanannya. Kali ini, giliran Felicia yang gantian mendengus sebal. Felicia kembali menutup mata, hingga tak sadar sekarang ia yang sedang ditatapi oleh Dylan.Kenapa coba kita jadi saling gantian tatap-tatapan kek gini, pikir Dylan bingung.
Bukannya apa, Dylan bahkan enggan untuk menatap mata ibu gurunya saat berbicara. Hingga sempat ada beberapa kali Dylan dihukum, saking tidak sopannya perilakunya itu.Dylan memutuskan untuk keluar dari kelas, sebab sandwich yang ia santap tidak membuatnya cukup kenyang dan puas. Ia pergi ke kantin dan membeli beberapa cilok dan es teh untuk dimakan sendiri, hingga teman-temannya yang tadi kembali datang dan duduk dimejanya.
"Sendirian aja, mana tuh cewek yang tadi?" tanya mereka menggoda. Dylan tertawa lagi lalu menggelengkan kepalanya.
"Udahlah, Lan, stop deh jual mahal mulu ke cewe-cewe. Banyak tuh yang mau ama lo tapi lo-nya ga pernah mau, kalau emang ga mau kasih aja ke gue, gimana sih," ujar salah satu temannya, Arief sambil mendorong pelan pundak Dylan."Yaudah sih, kalau lo mau ambil aja. Guenya juga ngga mau, kan."
Arief tertawa, lalu tawanya diikuti oleh teman-teman gengnya yang lain."Masalahnya ya, Lan, si Luna aja udah dapet pacar baru, masa lo-nya nggak dapet-dapet sih?" ganggu Yuka, temannya yang lain.
Dylan tersedak pelan, tidak sengaja menelan cilok tanpa dikunyah.
"Nah loh, langsung kesedak kan pas denger nama mantan," Lalu seisi meja Dylan kembali tertawa.
"Apaan sih, gue juga ga mikirin dia udah ada yang baru atau belum.""Tapi Lan, dengan tetep jomblo gini lo tuh bawaannya kek belum bisa moveon tau. Sedangkan Luna udah bahagia-bahagia aja sama yang lain, nah lo masih sedih-sedih, kesepian disini tanpa pendamping." lanjut Kevin dramatis. "Apaan sih dramatis banget." sahut Dylan kesal.
Dylan yang sudah selesai makan segera mengembalikan piring-piringnya dan jalan kembali kedalam kelas. Dengan perginya ketua geng mereka, teman-teman geng Dylan yang lain mengikutinya dari belakang, hendak tahu kemana teman mereka tersebut akan pergi.
"Ke kelas lagi nih palingan." ucap Angga menebak-nebak.Mata Dylan melihat kesana kemari sambil berjalan mendekati ruangan kelasnya, namun matanya terbelalak kaget saat melihat pandangan tidak mengenakkan tepat didepan matanya.
"Temenin aku ke kantin," pinta suara manja yang dikenalnya dengan sangat baik, memohon-mohon.
"Males ah akunya," timpal yang lain, suara dari lelaki yang paling ia benci.
Pemandangan mantannya dan selingkuhannya, pemandangan yang refleks membuat Dylan membuang muka. "Tuh ada mantan kamu tuh, minta aja dia yang temenin. Dianya pasti mau kok," canda Yuro sambil menahan tawa. "Kan dianya juga belum berhasil lupain kamu.""Apaan sih, Yur," jawab Luna pelan menatap takut-takut kepada Dylan. Terlihat dengan sangat jelas ada tatapan benci dimata Dylan, namun Dylan segera menyingkirkannya jauh-jauh dan memilih untuk tersenyum paksa di depan mantannya.
"Hei," sapa Dylan berusaha terlihat ramah yang hanya dibalas oleh senyuman dan anggukan oleh orang yang dituju.
Dylan masuk kedalam kelas dengan tergesa dan kembali duduk ditempatnya setelah membanting kursi kebelakang.Felicia yang masih asyik tidurpun ikut tercengang dan langsung duduk tegak.
"Apaan sih?! Ganggu banget tau ga?!" seru Felicia lantang, dengan nada tinggi.
Dylan tidak menggubris seruan perempuan aneh disebelahnya tersebut, dan ikut meletakkan kepalanya dimeja.
"Loh?! Ikut-ikutan ya lo!"
Dylan membalikkan kepalanya agar tidak menghadap kearah Felicia yang sangat ribut dan mengganggu telinga."Dylan minggir dong! Gue jadi ga bisa tidur juga ini!" seru Felicia mendorong lengan Dylan agar menjauh dari mejanya, namun sayang, Felicia kalah fisik dibandingkan Dylan.
Felicia ber-ch pelan, lalu memutuskan untuk pindah kemeja belakang yang kosong.Dylan menyadari perpindahan Felicia, lalu tersenyum miring. "Ngapain pindah-pindah?" tanyanya, lalu ikut pindah kemeja belakang.
"Lo-nya ngambil tempat banyak banget, udah gitu nyebelin, kepala batu!"
Dylan ber-oh ria, kembali mengambil tempat di meja belakang.
"Loh, loh, apaan sih?!" seru Felicia lagi. Ia kembali mencoba mendorong, namun nihil, Dylan tak bergerak se-senti pun."Nyebelin ah!!!" serunya lagi, lalu keluar dari kelas.
Tak ada yang mengetahui, bahwa sore itu, si cuek yang jarang ingin tersenyum, melukiskan senyum yang dapat membuat seluruh wanita jatuh hati.
Senyum yang tak pernah ia tunjukkan lagi dalam 3 bulan terakhir.Senyum yang ia pikir bisa merubah hari-harinya mulai hari ini.
to be continued
• • •
jgn lupa VOTE + COMMENT!
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days With You
RomanceKetika awal yang bercanda menjadi akhir yang serius. Ketika sekedar taruhan menjamin cinta yang nyata.