Chapter 7: Flashback

394 61 4
                                    

Madness

"Sakit!" pekikmu ketika Nagisa menempelkan sebuah perekat luka di pipimu yang terluka.

"Ahh, maaf" Nagisa segera merasa bersalah dan membuatmu tak enak.

"Tidak apa-apa, Nagisa. Kau tak perlu selalu minta maaf."

"Tapi tetap saja..."

"Nagisa."

Nagisa melihat tatapanmu yang seakan menyuruh Nagisa untuk berhenti merasa bersalah. Karena kau tahu luka yang kau peroleh bukan karena Nagisa. Kau sendirilah yang menyebabkan masalah. Kau tidak mau Nagisa memasang wajah lesu karena kesalahan yang tidak ia perbuat. Seakan mengerti arti tatapanmu itu, Nagisa pun akhirnya memasang senyuman meski matanya tidak ikut tersenyum. Yah, kau masih membiarkannya. "Aku akan membuatkanmu teh." Nagisa beranjak pergi ke dapur secara otomatis.

"Nagisa," panggilmu menghentikan langkah Nagisa. Lelaki itu menoleh kembali ke arahmu. "Terimakasih, kau tadi sangat keren." Ujarmu sejurus kemudian.

Nagisa melebarkan pupilnya. Melihat senyumanmu saat ini sungguh sangat berbahaya bagi Nagisa. Ia tidak bisa menahan debaran jantungnya. Entah mengapa ia merasa bahagia juga sakit di saat yang bersamaan. Nagisa urung untuk pergi ke dapur dan kembali melangkah padamu. Pun Nagisa menerjangmu dengan pelukan dadakan. Kau terbelangak heran. "Nagis—

"Aku menyukaimu."

"Eh?"

"Aku menyukaimu, (name). Aku selalu mengatakan ini... Aku menyukaimu... tapi, kapan kau dapat menerimaku. Membuatku jadi milikmu?" pernyataan Nagisa yang tiba-tiba semakin membuatmu bingung. Dalam pelukan posesif itu kau tidak tahu harus berbuat apa. Ini yang pertama kali Nagisa menyatakan perasaan padamu setelah Karma datang. Kau terlalu naïf berpikir bahwa Nagisa sudah merelakanmu pada Karma, tapi nyatanya kini kau sadar kau telah menyakiti Nagisa selama ini. Itulah alasanmu menunjukan ekspresi menahan tangis dalam pelukan itu.

.

.

Chapter 7: Flashback

.

.

A Few Years Ago

"Aku menyukaimu."

Itu adalah pernyataan Nagisa yang kedua setelah hilangnya Karma. Kau yang baru keluar dari rumah sakit dan baru memulai kembali sekolah bersama dengan Nagisa. Melakukan aktivitas seperti biasa seakan tidak pernah terjadi apa pun. Kau masih cukup murung karena Karma yang tidak ada kabar juga. Namun di tengah itu, Nagisa mengambil kesempatan untuk menghiburmu dengan menyatakan perasaannya.

"Nagisa itu... pantang menyerah ya?" gumammu masih dapat didengar oleh Nagisa. "Kau mengambil kesempatan ketika Karma tidak ada ya." Tebakmu tepat sasaran.

"Ya. Aku ingin mengambil hatimu dari orang yang bahkan tidak diketahui keberadaannya sekarang. Aku akan selalu disisimu." Tegas Nagisa dengan wajah yang serius.

Kau menghela nafas panjang. Kau merasa terganggu dengan perasaan Nagisa. Kau hanya tidak bisa menerimanya. Karena kau masih memantapkan hatimu pada Karma meski kau tak tahu dimana dan sedang apa orang itu. Dan kau tidak ingin ada kegoyahan dalam perasaanmu karena Nagisa.

"Nagisa... maaf... tapi sekarang aku tidak ingin membuka hatiku pada yang lain."

"Baiklah, aku tak akan menyerah."

Kau tidak berkomentar melihat tekad Nagisa. Meski kau merasa terganggu tapi kau sendiri tidak bisa jika Nagisa tidak di sisimu. Kau pun membiarkannya berada di dekatmu hingga lulus SMA dan ketika berkuliah di kampus yang sama.

MADNESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang