Chapter 16 : Her Truly Skin

551 67 20
                                    

 Madness

"Kenapa itu masih ada di sini, huh?" Karma mengeluarkan aura gelap melihat sosok Manami menyambut pagi harinya.

Kau menelan ludah susah payah. Bagaimana menjelaskannya pada Karma yang sedang dalam mood tidak bagus itu? Kau tidak yakin Karma akan mendengarkan meski kau ingin menceritakan tentang Manami.

"(Name), aku tidak mau begini, tapi sepertinya kau terlalu baik hati untuk mengusirnya. Berikan dia padaku. Akan kuusir dia segera dari kediaman ini." Ketika Karma mengeluarkan kilatan mata tajamnya, di sana dirimu tidak dapat berkutik. Tapi melihat Minami yang gemetar di belakang punggungnya membuatmu tidak ada pilihan lain selain melindunginya meski harus melawan suami sendiri.

"Karma... Kau bilang ini juga rumahku, kan? Kalau begitu aku juga berhak memutuskan apa dia boleh tinggal di sini atau tidak." ujarmu dengan berani sambil membuat pose menjaga Minami.

Karma membisu. Melihat ketegasanmu membuatnya tak bisa berkata apa-apa lagi. Jika kalian berdua sudah bertentangan begini, maka masalah tidak akan selesai dengan cepat.

"Hahh... kau memilih memihak pada orang asing dari pada diriku yang suamimu ini? Baiklah. Lakukan sesukamu. Aku tidak akan peduli lagi." ujar Karma sembari berpaling darimu.

"Ah! Karma..." rasa takut mendadak timbul ketika mendengar perkataan Karma barusan. Kau hendak mengejar Karma namun Minami menarik bajumu. Tatapan memelas Minami membuatmu tidak tega dan memutuskan menahan rasa cemasmu pada Karma.

.

.

Chapter 16 : Her Truly Skin

.

.

"Ini, Minami. Makanlah dulu." Kau memesan makanan dari luar karena mencium bau kegagalan jika kau nekad untuk memasak sendiri.

"Terimakasih. Selamat makan." Minami, gadis berkacamata itu, sekarang tampak segar. Rambut yang semula terkepang dua telah terurai. Ia juga memakai piyama milikmu karena tidak memiliki baju. Selain itu, Minami makan dengan lahap. Kau senang melihat orang yang kau tolong tampak segar dan sehat.

"Hahh..." Tapi rasa senangmu tidaklah lengkap karena tidak ada Karma di sisimu ikut berpatisipasi dalam kebaikan ini. Kalian berdua malah bertengkar dan saling menghindari selama beberapa hari ini.

"(Name)-san?" panggil Minami yang melihatmu terus menghela nafas.

"Ah, ada apa, Minami? Kamu butuh sesuatu?" tanyamu.

"Aku merasa haus... bisa kau berikan aku segelas air?" pinta Minami.

"Baiklah," kau menurut dan bergegas mengambilkan air minum untuk Minami. "Ini, silakan." Ujarmu sambil meletakan segelas air di sisi piring makan Minami dan kembali duduk di bangku makan.

"Apakah dia juga tidak pulang malam ini?" tanya Minami, meski tidak menyebut nama tapi kau tahu 'dia' yang dimaksud ialah Karma. Kau berair muka murung lantas menggeleng.

"Entahlah."

Minami diam sejenak. "Hei, boleh bertanya? Bagaimana kalian berdua bisa bertemu?" tanya Minami sejurus kemudian.

"Oh, ceritanya panjang. Sebenarnya kami sempat satu SMA dan bahkan hampir tidak pernah mengobrol satu sama lain. Aku tidak pernah menyangka hubungan kami akan sampai di sini." Kau tidak bercerita lengkap. Pada dasarnya pertemuan dengan Karma bukanlah suatu yang normal. Kau melihat diri Karma sebagai seorang yang jahat saat itu. Kau diperlakukan seenaknya sampai mengalami sedikit gangguan mental. Tapi pada akhirnya kau tetap jatuh ke dalam pelukan Karma. Jika berpikir kembali, kau bahkan tak tahu itu happy ending atau seuatu ironi.

MADNESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang