GILA

65 10 3
                                    


Oke. Ini gila. Aku mengakuinya.

Hanya saja kau harus tahu, manusia itu punya rasa penasaran yang besar. 

Setiap pagi aku selalu menemukan sebuah amplop pink di atas mejaku. Aku selalu membaca isinya. Aku selalu bertanya-tanya siapakah pembuat surat tersebut?

Aku bukan tipikal orang yang picisan. Namun deretan kata yang ada di dalam sana menyentuh hatiku sampai ke dasar. Siapakah gerangan yang telah merebut hatiku hanya dengan sebuah surat?

Kau tahu, ketika aku menemukan surat itu kembali. Aku buru-buru mengeluarkan isinya lalu membacanya dengan hati yang berdebar. Keningku mengernyit takkala membaca sebuah kalimat,

Temui aku, aku ingin mengembalikan sesuatu padamu.

Apa? Apa ini tandanya ia akan menunjukkan dirinya padaku? Benarkah? rasanya sulit dipercaya.

Maka dari itulah sekarang aku di sini. Duduk di sebuah cafe yang tengah naik daun di kalangan remaja. Jemariku berketuk gelisah, menunggu kehadirannya. Aku sudah tidak sabar. Seperi apa dia? Tinggi? Pendek? Hitam? Putih? Atau---

"Airi? Benar?"

Tubuhku terpaku. Menatap paras paripurna yang ada dihadapanku. Dia---sempurna.

"I-iya. Apa kau yang memintaku datang kemari?"

Aku harus memastikan hal ini. Aku tak pernah membayangkan sosoknya akan seperti ini. Ini terlalu jauh dari ekspektasiku. Dia luar biasa!

Dia mengangguk. Kemudian merogoh saku hoodie abu-abunya. Dan mengeluarkan sebuah ikat rambut.

"Aku hanya ingin mengembalikan ini padamu?"

Tubuhku membeku. Bagaimana mungkin itu ada padanya?

Menangkap raut kebingungan dari wajahku, ia lantas buru-buru berucap, "Apa kau masih ingat bocah laki-laki yang dulu menarik ikat rambutmu karena kau tidak sengaja menghancurkan rumah pasirnya?"

Tentu. Tentu saja ia ingat. Dia itu sangat menyebalkan.

Tapi tunggu, apa katanya?

Dia menarik senyum tipis. Menggaruk tengkuknya salah tingkah,

"Maaf untuk yang waktu itu. Aku menyesal. Aku tidak tahu kau akan menangis sekencang itu. Hari itu aku ingin segera mengembalikannya padamu tapi aku takut. Karena kau benar-benar menangis dengan keras. Maaf, baru bisa menemuimu sekarang."

Dia meraih tanganku. Meletakkan ikat rambut itu pada telapak tanganku.

"Sekarang, aku kembalikan padamu!"

Aku menatap ikat rambut yang ada di tanganku. Kemudian menatap hazel hijau terang miliknya, " Apa kau selama ini yang menulis surat untukku?"

"Surat?"

Aku bisa melihat dia kebingungan.

"Iya. Bukankah kau menyuruhku datang kemari melalui surat?"

Dia menukik alis matanya. Mengerjapkan matanya tidak mengerti, " Aku tidak pernah menulis surat untukmu. Aku memintamu datang melalui temanmu yang tampak aneh tersebut."

Sekarang aku yang bingung. Teman? Aneh? Siapa?

"Siapa?"

Dia kelihatan seperti orang linglung.
"Dia yang berwajah pucat seperti mayat."

Apa-apan ini? Apa dia tengah mempermainkanku?

"Jangan mengada-ngada! Jelas, kau yang selalu mengirimku surat. Dan meminta menemuimu di sini!"

Ucapku naik pitam. Aku tidak terima diperlakukan seperti ini.

Dia tampak tekejut. Kemudian dia melirik ke kursi kosong yang ada di hadapanku.

"Itu dia!"

Ucapnya sambil menunjuk kursi kosong tersebut.

Aku berdiri. Mengepalkan tanganku dengan kuat. Sial! Pemuda sinting ini mencoba untuk membodohiku. 

"Apa kau berusaha menipuku?"

Ucapku geram. Aku menatapnya dengan tajam.

"Aku tidak berbohong,"

Cukup. Kesabaranku sudah habis. Lelucon seperti apa ini?

"BRENGSEK! JANGAN COBA-COBA UNTUK---"

Mataku terbelalak. Mengerjap tak percaya ketika aku tak sengaja melihat sosok yang tiba-tiba saja sudah ada di duduk di kursi tersebut.

Dia menatapku dan tersenyum ke arahku.

Tubuh bergemetar. Aku keringat dingin. Tidak, tidak mungkin! Dia... 

Kano.

INI GILA!

Dia berdiri. Berjalan ke arahku. Kakiku tiba-tiba lemas. Aku ketakutan.

"Aku tidak  pernah meninggalkanmu, Airi..."

END

I'm Here For You || Flash Fiction||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang