Tidak.

20 2 3
                                    

Aku mengerjapkan mataku dua kali, menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk pada pupilku. Aku mengubah posisiku dari berbaring menjadi duduk. Aku mengedarkan pandangku. Aku sekarang barada di kamar.

Bagaikan angin surga yang menerpa hatiku, terasa menyejukkan. Aku tersenyum, itu hanya mimpi. Kano tidak pergi.

Namun itu semua hancur ketika sebuah suara menyapa telingaku.

"Kau sudah bangun?"

Mataku melotot. Aku langsung panik memeriksa sekujur tubuhku, aku menarik nafas lega. Pakianku masih utuh.

"Kenapa kau ada di kamarku?" Ucapku menatapnya tak suka.

"Ingin tidur bersamamu." Ucapnya dengan wajah sok polos.

"APA?!" Aku berteriak. Pemuda ini minta ku kebiri ya?

Yunki terkekeh, "Aku hanya bercanda,"

Aku memutar bola mataku, memalingkan wajahku. Aku tidak ingin melihat Yunki, aku masih sakit hati dengan ucapannya, " Kau belum menjawab pertanyaanku dengan benar."

"Ini kamarku."

Aku langsung menoleh. Menatap sekelilingku. Benar, ini bukan kamarku.

"Kenapa aku ada disini?!"

Yunki meringis, menutup kedua telinganya, seakan-akan suaraku memecah gendang telinganya.

"Hei, hei, tenang, Nona. Aku hanya ingin menolongmu. Aku menemukanmu pingsan di atas rooftop,"

Ah, aku pingsan. Berarti itu nyata, bukan mimpi. Kano pergi. Rasa nyeri dan sesak kembali menyerang rongga dadaku. Mataku memanas.

"Hei, kenapa kau menangis?"

Aku menyeka air mataku cepat-cepat. Aku mendorong tubuh Yunki yang menunduk ke arahku. Aku beranjak dari ranjang.

"Minggir, aku ingin pulang."

"Silahkan."

Aku menatap Yunki. Menjengkelkan. Apa dia tidak punya niat untuk menghantarku pulang? Ini sudah malam.

Ah, sudahlah. Untuk apa aku mengharapkanya? Aku bisa memesan taksi, menaiki bus atau apapun. Asalkan aku bisa pergi dari tempat ini.

Aku melangkah kakiku, menuju pintu.

"Maaf."

Aku menghentikan langkahku. Apa pemuda brengsek tersebut baru saja meminta maaf padaku? Yang benar saja. 

"Aku tidak bermaksud melukai perasaanmu,"

Aku berbalik, menatapnya remeh,  "Jadi aku harus memaafkanmu?"

"Tidak."

Yunki menyambar jaket bomber berwarna hijau toska kemudian mengambil sebuah kunci diatas nakas.

"Tapi kau harus pulang bersamaku."

Belum sempat aku melontarkan protes, Yunki sudah lebih dulu menarik tanganku, " Ayo." 


END.

I'm Here For You || Flash Fiction||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang