Tugas.

17 6 4
                                    

Rasanya aku ingin mati tapi mengingat mati juga butuh biaya buat proses pemakaman maka aku menarik kembali kata-kataku. 

Sudah dua jam lebih aku berkutat dengan buku-buku tebal dan juga layar laptop. Punggungku sudah ngilu. Dan mataku sudah mengantuk. Tapi tugas yang ku kerjakan tak juga kunjung selesai.

Aku menguap, kemudian menggelengkan kepalaku. Untuk mengusir kantuk dan pusing yang dari tadi terus melandaku. Memfokuskan kembali mataku pada layar laptop.

Astaga, mataku berair. Aku mengerjapkan mataku, rasanya sangat perih. 

Aku meraih cangkir kopiku yang ke tiga namun saat hendak meminumnya. Aku teringat, Kano. Dia pasti tidak suka melihatku begini. Ini sudah larut. Jika aku minum kopi lagi, nanti aku akan susah tidur dan Kano akan marah. Jadi aku membatalkan niatku.

Aku kembali melihat layar laptopku. Mendadak bahuku di jatuhi beban ribuan ton. Hingga pundak ku merosot dan aku menyadarkan punggungku. Lelah sekali rasanya.

Sebenarnya aku tidak berminat untuk kuliah. Namun malam itu Kano datang padaku dengan kondisi basah kuyup. Ia menerobos hujan karena hanya ingin mengatakan aku harus kuliah padahal saat itu dia sudah meninggal dua bulan yang lalu.

Aku tertawa lirih, menyentuh wajah Kano, " Kano, sepertinya aku tidak bisa menjadi istri yang punya gelar untukmu. Aku tidak sepintar itu Kano,"

Aku menghela nafasku. Menggeleng-mengelengkan kepalaku. Tidak, aku tidak boleh menyerah. Ini impian Kano, aku harus mengwujudkannya. 

Aku kembali menegakkan tubuhku. Merenggangkan otot-ototku kemudian membaca kalimat-kalimat yang berjejer di laptopku. Ah, bagian ini, aku butuh buku untuk memperkuat argumenku.

Aku pun langsung membuka buku-buku tebal yang ada di hadapanku.

Tidak, bukan yang ini.

Ini juga bukan.

Hm, ini... Sepertinya tidak.

Oh, bukan yang ini.

Tentu saja, tidak yang ini.

Apalagi yang ini!

Astaga, tidak ada kah seseorang yang ingin melemparkan bom ke dalam kamarku ini? Biar tak hanya kepalaku yang meledak tapi juga tubuhku!

Dimana ya aku meletakannya?

Kau tahu, aku ini memiliki daya ingat yang rendah. Aku tahu, aku punya buku itu tapi dimana aku meletakkannya?

Aku berdiri. Mencarinya di dalam rak buku, lemari, di laci nakas, di kolong tempat tidur bahkan di kamar mandi namun hasilnya nihil. Tetap tidak ada!

Tubuhku lemas. Aku berjalan kembali ke meja belajarku. Tiba-tiba saja aku melihat buku tersebut ada di atas kursi.

Jadi dari tadi aku mendudukinya?
Benarkah? Tapi bagaimana aku bisa tidak sadar?

Sial! Apa pentingnya itu sekarang?!

Aku pun langsung membuka buku tersebut. Menyalin beberapa kalimat sebagai sumber.

Oke. Mari kita tuntaskan!

Aku mulai membaca ulang proposal yang ku buat. Mengeditnya, memilah kata yang pas, memotong kalimat yang tidak efektif. Akhirnya semuanya selesai setelah aku menghabiskan waktu selama tiga jam lebih.

Aku tersenyum puas, tinggal klik 'save' maka semuanya beres. Namun belum sempat aku melakukannya layar laptopku berubah menjadi hitam, kehabisan daya.

Aku sangat tergoda ingin menghantamkan kepalaku ke tembok. Astaga! Filenya tidak tersimpan dan itu akan terhapus. Aku ingin menangis saja rasanya. 

Aku sudah tidak punya tenaga lagi. Ini sudah sangat larut. Tubuhku lelah. Aku mengantuk. Aku tak punya cukup tenaga untuk berjalan ke tempat tidur. Akhirnya aku memutuskan untuk membaringkan kepalaku ke meja belajarku. Tak sampai satu menit alam mimpi langsung menyambutku.

KRING... KRING...

Aku menggerutu. Baru saja rasanya aku tertidur. Alaram sialan ini sudah berbunyi. Aku menggapai-ngapai alarm tersebut dengan mata yang masih setengah terbuka. Melebarkan mata untuk bisa melihat pukul berapa sekarang. Ah, sudah pagi rupanya.

Aku mengubah posisiku menjadi duduk.

Tunggu, bukankah aku semalam tertidur dalam posisi duduk?

Aku langsung mengalihkan pandanganku.

Aku berada di kasur. 

Aku buru-buru bangkit bahkan hampir melompat menuju laptopku. Lalu menghubungkan ke pada pengisi daya.

Apa? Daya laptopku sudah terisi seratus persen?

Aku pun langsung mencolokkan flashdisk ku.

Bagaimana mungkin?

Filenya sudah tersimpan. Dan ini jelas lebih bagus dari yang aku kerjakan semalam. Diksi ku tidak sebagus ini dan kalimatku tidak sekritis ini.

Mungkinkah...

Pandangan ku beralih pada secarik kertas yang bentuknya tak beraturan.

Mataku melebar, degup jantungku bertalu gila-gilaan. Aku menahan nafasku saat membaca tulisan yang ada dikertas tersebut.

Semangat! Jangan jadi pemalas! Airinya Kano harus rajin belajar.

END.

I'm Here For You || Flash Fiction||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang