Prolog

47 7 2
                                    

Ocha jelas tau bahwa dia akan terlambat datang ke sekolah pagi ini. Bukan tanpa alasan, sudah lebih dari tiga puluh menit Ocha terjebak kemacetan jalanan ibukota yang begitu padat pada senin pagi ini. Yah, seperti pada pagi senin biasanya, jalanan akan di sesaki oleh mobil-mobil yang membawa setiap pengendara atau penumpangnya menuju aktivitas sibuk yang malas untuk Ocha pikirkan.

Ocha mendesah lelah ketika memandang keluar jendela mobil, suara klakson berisik yang memusingkan bukanlah hal yang Bagus untuk menyambutnya memulai hari. Gadis yang duduk di kursi belakang itu tampak sudah bosan setengah mati.

Mang Asep—supir yang mengantarnya ke sekolah—melihat Ocha dari rear view mirror. Seolah mengerti putri tuannya sedang kebosanan setengah mati sambil menahan kesal karena mungkin dia akan terlambat datang ke sekolah pagi ini, Mang Asep memecah keheningan yang terbentuk di dalam mobil. "Neng Ocha nggak usah ngelamun atuh, ntar kesambet dedemit mamang yang takut." ujarnya disusul tawa kecil.

Ocha mendesah pelan untuk kesekian kalinya pagi ini, lalu menyahut sembari menoleh ke depan, "Gapapa Mang, kali aja pas mode aku bisa lari super cepet ke sekolah."

Mang asep tergelak. "Atuh kumaha si Eneng mah, jangan lah, nanti Neng ocha pegel-pegel pas sampe sekolah."

Tanpa diduga Ocha tertawa kecil mendengar ucapan Mang Asep. Mang Asep yang mendengar itu langsung tersenyum, senyum yang lembut. "Gitu dong Neng, jangan cemberut terus. Kalo cemberut tuh hawanya jadi serem gitu loh Neng, kalo di bawa hepi kan adem hehe. Nah loh, macetnya reda, gaskeun lah kalo gini mah."

Ocha kembali terkekeh kecil lantas menghidupkan layar ponsel yang memang sedari tadi berada di genggamannya, bertepatan dengan chat yang masuk secara berderetan. Ocha membukanya.

Dinda : Cha lo ga masuk?

Dinda : Lo telat? Kesiangan lagi?

Dinda : Etdah bales kek, jangan cuma diread doang. Berasa Kendal Jenner lo ya? sok sok an gamau bales chat gue

Dinda : HEH BUNGA 5 MENIT LAGI UPACARA WOI

Ocha : Berisik bgt sih lo kutu

Ocha : Gue telat nih, macet

Ocha : Kangennya di tahan dulu kali din

Dinda : Dih najis, pede banget lo jadi orang

Dinda : Lo ngebo? Habis maraton drakor ampe subuh ya lo

Ocha : Halah kepo

Dinda : Aku tuh perhatian sama kamu sayang :(

Ocha : Ah masa :(

Ocha : Maapkan aku sayang :(

Dinda : Kok gue geli ya :(

Ocha : Sama :(

Dinda : Napa dah gue punya temen bego gini :(

Ocha : Kamu jangan gitu dong sama aku sayang :(

Dinda : Geli woi ah kampret

Ocha : Iyasih :(

Ocha : Eh kan lo yang mulai sih, napa jadi gue dah

Dinda : Oiya maap

Dinda : Dah ah bye, Adinda mau upacara dulu ya kakanda. Mister Anton udah jemput nih jadi ga enak.

Ocha : yee si kampret, sama aja lo mah pake ngatain gue

Dinda : Wkwk sorry, dear

***

Seperti yang sudah Ocha bayangkan, dia akan upacara di depan gerbang sekolah pagi ini bersama anak-anak telat lainnya. Dengan Mister Anton—penegak disiplin sekolah—yang berdiri di depan barisan sambil memegang tongkat rotan.

"Yang baru datang, simpan tas nya baru masuk ke barisan!" ujar Mister Anton tegas.

Ocha yang baru hendak melangkah menuju barisan langsung melepas tas nya di tepi barisan, kemudian lari untuk masuk ke barisan karena di omelin Mister Anton pagi-pagi begini bukan hal yang baik untuk kesehatan kupingnya. Ocha otomatis menempatkan diri dibarisan paling belakang, dia mendengus pelan, sepertinya dia memang siswa terakhir yang telat hari ini.

Ada sekitar belasan siswa yang berbaris di depan gerbang, cukup banyak, mungkin. Tapi setelah di lihat-lihat lagi hanya sedikit siswa perempuan yang berada di dalam barisan, termasuk Ocha di dalamnya.

Lagu Indonesia terdengar di nyanyikan, tanda bahwa di lapangan sedang berlangsung penaikan bendera. Para siswa yang berbaris di depan gerbang langsung mengangkat tangan kanan masing-masing untuk membentuk gerakan hormat, Ocha yang tengah mengangkat tangannya menuju pelipis bertepatan dengan seorang pemuda yang buru-buru masuk ke barisan lantas mengangkat tangannya, ikut membentuk gerakan hormat.

Pemuda itu berdiri tepat disamping Ocha, membuat Ocha sedikit melirik ke sebelahnya. Ocha mengangkat sebelah alisnya, merasa tidak pernah bertemu pemuda itu sebelumnya. Badannya yang tinggi dan tegap itu otomatis melindungi tubuh Ocha dari terpaan sinar matahari, alis matanya tebal, dari samping garis wajahnya terlihat lembut, dan kulitnya putih pucat.

"Udah ngeliatinnya? Gue tau gue ganteng."

Ucapan pemuda yang berdiri di sebelahnya yang masih memandang kedepan itu membuat Ocha sedikit tersentak, agak melotot kecil karena dia baru saja tertangkap basah menatapi pemuda itu. Ocha berdecih kecil, "Pede banget sih," desisnya pelan. Lantas kembali memandang kedepan sambil bersungut kecil.

Pemuda itu diam-diam melirik kecil gadis yang berdiri di sebelahnya, melihat gadis itu bersungut, membuatnya menarik sebuah senyum tipis.

Cute.



***

to be continued.




A/n :

Hehe haiii





Published in august 21th 2019

Pontianak | 22.31

Flower is Nothing, Without RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang