Papa Ocha bukan tipe ayah yang selalu berada dirumah, Papanya lebih sering menghabiskan waktu untuk bekerja dikantor atau melakukan pertemuan bisnis dengan rekan kerja yang terlalu pusing untuk Ocha pahami. Bahkan meskipun mereka tinggal dibawah satu atap, frekuensi kemungkinan Ocha bertemu Papanya setiap harinya pun begitu minim.
Bagaimana tidak, di pagi hari ketika Ocha turun ke ruang makan untuk sarapan, Papanya seringkali sudah berangkat terlebih dahulu. Seharian berada dikantor, kemudian di malam hari ketika Papanya pulang, Ocha sudah dipeluk alam mimpi.
Seringkali Papa menyambangi kamar Ocha sepulang kerja, sekedar duduk ditepi ranjang Ocha. Memperhatikan sang Putri yang tengah pulas dalam tidurnya. Mengelus rambut Ocha lembut, lantas memberikan kecupan lembut dikening Ocha.
Tetapi tidak untuk malam ini. Ketika Papa membuka pintu kamar perlahan, Ocha sedang berbaring di ranjangnya dengan tangan yang sedang memainkan ponsel.
"Have you sleep?"
"Belum, Pa." Jawab Ocha sembari mendudukkan diri diatas ranjang.
Papa berjalan mendekati Ocha, lantas mendudukan diri ditepi ranjang. "Kenapa belum tidur?" Tanya Papa kemudian.
"Belum ngantuk aja."
Papa tersenyum kemudian. "Maafin Papa ya."
Ocha mengerutkan keningnya, tidak mengerti kenapa Papa tiba-tiba berkata demikian. "Kok Papa minta maaf? Buat apa?"
"Karena Papa jarang ada waktu buat kamu sama Mama, Papa malah terlalu sibuk sama urusan kantor Papa."
"Nggak apa-apa Pa. Papa juga kerja keras gitu kan buat aku sama Mama." Ocha melebarkan senyumnya, Papanya tidak perlu bersedih. Setidaknya Papa selalu ada dalam hari-hari penting Ocha, itu sudah cukup baginya.
Kemudian Papa meraih Ocha kedalam sebuah pelukan hangat. "Anak Papa kok tiba-tiba udah besar gini sih?"
Ocha memukul pelan Papanya, tapi kemudian balas memeluk erat. "Masa mau kecil terus, Pa." Ocha cemberut didalam dekapan Papanya.
Papa tertawa kecil, membenamkan pucuk hidungnya diatas kepala Ocha. Sudah lama rasanya Papa tidak menghabiskan waktu bersama Ocha seperti ini.
"Jangan cepat-cepat besarnya, nanti Papa nggak bisa peluk kamu kayak gini lagi."
"Siapa bilang? Papa kan tetap Papaku, masa nggak boleh peluk anak sendiri."
Papa tertawa. "Nanti kalau kamu udah tumbuh dewasa kamu bakalan punya pacar, terus nanti nggak mau lagi dipeluk Papa."
Ocha merona mendengar pernyataan Papanya, apakah itu artinya dia sudah boleh pacaran?
"Ngomong-ngomong Papa belum mandi ya?" Ocha bertanya polos, yang membuat Papa melepaskan pelukannya.
"Emangnya bau banget ya?" Ocha menjawab dengan anggukan yang membuat Papa mengendus aroma tubuhnya sendiri.
Ocha tergelak. "Nggak Pa aku becanda kok, nggak sebau itu."
"Kayaknya Papa mesti mandi."
"Sure." Ocha mengangguk dengan ekspresi wajah yang penuh kelakar.
Papa tak bisa menahan tawanya melihat ekspresi wajah Ocha. "Oke sekarang kamu tidur."
Ocha menurut, membaringkan tubuhnya lalu Papa menarik selimut hingga sebatas dagu. Tak lupa Papa memberikan kecupan lembut diatas kening Ocha.
"Goodnight princessnya Papa."
"Goodnight, Pa."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower is Nothing, Without Rain
Teen FictionBunga Mawar. Makna dari nama depan Ocha, Delarosa Waranggani. Dari apa yang Mamanya pernah katakan, bunga mawar itu melambangkan kecantikan perempuan. "Kuncup bunga mawar keliatan cantik dan segar, sama seperti gadis remaja yang beranjak dewasa." I...