'4'

817 71 0
                                    

Aku panik, berkeringat, ingin menangis tapi ini bukan waktu yang tepat untuk menangis.

Seena pingsan setelah mengatakan kalimat yang tidak pernah ingin aku dengar itu.

Setelah sekitar setengah jam berlalu, dokter dengan beberapa suster keluar dari kamar rawat Seena.

"Bagaimana keadaan anak saya dokter?" tanya Tante Fayra kepada dokter.

"Begini, mungkin pasien kebanyakan menangis lalu merasakan sakit di kepalanya, tumor yang ada di otak Seena semakin membesar, dan itu akan berdampak negatif pada kondisi Seena, saya harap keluarga pasien segara bertindak, jika tidak, Seena akan berada di dalam tahap akhir hidupnya." Ujar dokter sembari menatap Tante Fayra sendu.

Tante Fayra yang langsung terduduk diatas kursi yang ada di rumah sakit ini, lantas menangis terus menerus, mungkin butuh waktu lama untuk meredakan tangisnya.

Aku hanya bisa terdiam, memikirkan semua tentang Seena, dan betapa hampanya hidupku jika Seena tiada.

Lalu aku bangkit dari duduk, dan pergi ke taman, meninggalkan tante Fayra yang masih menangis sendirian.

Setibanya di taman, aku langsung duduk di salah satu ayunan yang ada disini.

Aku ingat, saat guru wali kelas kami masuk ke rumah sakit, aku dan Seena pergi menjenguknya, oh tidak, bukan menjenguk, tapi hanya bermain ayunan di taman rumah sakit itu sambil tertawa bersama.

Saat ini, aku hanya melihat ayunan yang ada di samping ayunan yang aku duduki  sambil tersenyum miris.

Seena, kapan kita akan seperti dulu lagi?


•••••

Hari ini aku pergi mengunjungi sekolahku, latihan bernyanyi sambil bermain piano untuk pensi nanti.

Aku jadi terbayangkan, jika Seena bisa mempersembahkan suara emasnya kepada seluruh orang-orang di sekolah.

Ah, entah mengapa saat mengingat Seena, mataku memanas.

"Hai Jaehyun, sedang apa disini sendirian?" Tanya Herin, sahabatnya Seena dan juga teman sekelasku.

"Aku sedang berlatih membawakan sebuah lagu menggunakan piano untuk pensi nanti, kamu sendiri?" Tanyaku sambil membuka buku catatan musik.

"Tidak apa-apa aku hanya sedang ingin bermain gitar tadi, eh ku lihat kamu sedang sendiri sambil melamun disini, jadi aku kesini untuk meyakinkan bahwa ini memang dirimu Jung Jaehyun," Ujarnya sambil menatapku.

"Oh begitu, lalu kenapa kamu menatapku seperti itu?" Tanyaku sambil membalas tatapannya.

"Aku hanya ingin bilang sesuatu padamu," Ucapnya dengan tatapan yang entahlah, sendu?

"Apa itu katakanlah Herin," Ucapku lagi masih menatapnya

"Kamu tidak tahu hari ini ada apa?" Tanyanya lagi padaku.

Aku mengkerutkan alisku, memangnya ada apa hari ini?

"Tidak, aku tidak tahu, katakan saja ada apa," Ucapku dengan nada kesal.

"Bacalah buku ini, dan pahami benar-benar tuan Jung Jaehyun." Ucap Herin sambil memberiku sebuah buku berwarna merah kecoklatan.

Tunggu, saat Herin mengucapkan kata 'tuan Jung Jaehyun' aku jadi mengingat Seena.

"Buku siapa ini? Apa isinya? Kenapa kamu memberikannya padaku?" Tanyaku dengan penuh penasaran.

Hard To Forget You  ¦ -Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang