Sixteen 🍁

242 101 42
                                    

~ Jangan lupa tekan tanda 🌟 di pojok kiri ~


Siang ini Rean menyuruhku untuk datang ke kampus dua, sebenarnya aku ogah sekali harus mendatangi dia duluan, tapi entah kenapa kakiku malah menghianatiku.

Sekarang di sini lah aku, di kantin utara. Menunggu Rean datang. Laki-laki itu bilang dia ingin mengajakku ke suatu tempat tapi tidak memberitahuku tempat apa itu. Aneh.

"Uda lama nunggunya?" tanya Rean yang tiba-tiba sudah berada di depanku. Dia tidak sendiri, dia bersama dua temannya yang lain, yang salah satunya adalah Pangestika. Mengapa mereka selalu bersama coba? Apa di seluruh mata kuliah mereka ini satu kelompok?

"Sekitar sepuluh menitan, lah."

"Kamu ke sini naik apa?"

"Tadi nebeng sama Ana."

"Oh, yaudah yuk, langsung berangkat." Rean menggenggam tanganku kemudian berdiri dan pamit dengan dua temannya yang ikut duduk bersama kami tadi.

Aku masih menatap Pangestika saat matanya terus-terusan melihat Rean. Kalau tidak ingat dosa, ingin rasanya ku colok pakai garpu matanya itu !

"Duluan, ya," pamitku. Walaupun aku tidak menyukai si Pangestika-Pangestika itu, tapi aku harus tetap bersikap ramah, mereka kan temannya Rean. Aku tak mau penilaian tentang diriku buruk di mata mereka hanya karena aku membenci salah satunya.

Lucu memang. Tapi beginilah aku, aku bisa membenci seseorang yang kurasa berbahaya walaupun dia tidak pernah berbuat salah padaku.

Rean memasangkan helm di kepalaku sambil tersenyum manis. Beberapa perempuan yang lewat di parkiran terlihat iri melihat kami. Mungkin di mata mereka, Rean ini laki-laki yang sangat mencintai pacarnya, padahal nyatanya tidak seperti itu.

Aku juga bingung kenapa Rean harus tersenyum manis seperti itu. Aku curiga, kalau laki-laki yang bersamaku ini bukan Rean yang kukenal. Rean yang kukenal jarang sekali tersenyum manis. Apa dia hantu?

Selama di perjalanan menuju tempat tujuan yang aku nggak tau tempat apa itu, tidak ada yang memulai percakapan di antara kami, hanya hembusan angin yang damai yang menerpa wajahku.

Aku tersadar saat memeriksa ponsel, ternyata sudah 25 menit lamanya kami keluar dari area kempus, tapi sampai sekarang aku belum tau kemana tujuan kami.

"Kita mau ke mana?" tanyaku.

"Pantai."

"Lah, buat apa ke pantai? Aku pakai baju kampus loh ini, kamu juga."

Ya, setiap hari Rabu kami diwajibkan untuk memakai baju dari masing-masing prodi atau program studi. Aku juga nggak tau apa fungsinya, mungkin biar terlihat seragam kali ya. Atau mungkin saat keluar biar orang-orang tau kalau kami ini seorang mahasiswa yang berkuliah di perguruan tinggi negeri.

Jujur, aku paling malas kalau sudah memakai baju prodi ini. Desainnya cukup bagus sebenarnya, ukuran bajunya pun sesuai dengan tubuhku, masalahnya warnanya membuatku terlihat seperti janda.

Aku bingung mengapa ketua prodiku memilih warna ungu seperti ini. Mengapa tidak warna cokelat saja seperti baju prodi yang dikenakan Rean. Kurasa warna itu lebih cantik dan simple.

"Sudah sampai," kata Rean. Dia melepas helmku dan menarikku masuk ke dalam pantai. Aku pikir dia bercanda dengan itu, tapi ternyata dia benar-benar membawaku kemari.

"Kamu mau pesan apa?" tanyanya ketika kami sudah duduk di cafe yang memang tersedia di pantai ini.

Aku bingung, kalau memang hanya ingin duduk di cafe kenapa harus jauh-jauh kemari? Di ujung jalan kampus juga banyak. Astaga, aku memang tak bisa menebak jalan pikiran seorang Rean.

COME BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang