Seventeen 🍁

295 110 51
                                    

* Jangan lupa tekan tanda bintang di pojok kiri *

"Ngapain kau malam-malam ke kosku? Bukannya masih di Malaysia?"

Sekarang sudah pukul sepuluh malam, aku bingung kenapa semua laki-laki di sekitarku harus duduk di meja nomer delapan dan sekarang selalu datang dijam sepuluh malam seperti ini? Apa tidak bisa mereka datang ke kosku dijam delapan gitu? Aku ini kan perempuan, masa iya harus menerima laki-laki berbeda dijam sepuluh gini.

"Mau curhat. Alay 'kan aku?" jawab Niawan dengan mata sendu. Laki-laki yang mendatangi kosku malam ini adalah laki-laki setengah gila yang terlihat sedang bersedih. Aku tak tau kalau seorang Niawan bisa bersedih juga.

"Ngobrol tempat lain aja, ya. Uda malam banget ni, nggak enak sama anak kos lainnya," pintaku.

"Oke, aku bayarin es krim."

"Aku ambil jaket bentar."

Aku mengajak Niawan ke sebuah tempat yang memang hanya menjual es krim. Konsep tempat ini serba pink, sama seperti cafe yang pernah ku datangi bersama Ana kemarin.

"Nda, kau nyari tempat kok yang unyuk gini sih? Nggak cocok banget sama tampilanku yang maco," protes Niawan melihat ke sekeliling cafe yang kami datangi.

"Uda ih, nggak usah banyak bacot kau, ini dekat dari kosku. Jadi nggak perlu ngabisin bensin keretamu."

Aku duduk di dekat pintu keluar, menatap dinding kaca yang menampakan kegiatan orang di luar. Ternyata semakin malam begini, malah semakin banyak orang yang berkeliaran di luar.

"Jadi, kau mau curhat apa?" tanyaku sambil menyuapkan sesendok es krim ke dalam mulut.

"Aku putus."

"Putus asa? Putus kuliah? Putus urat malu?"

"Aku putus sama Manda." Niawan menunduk lemah bahkan matanya sudah berkaca-kaca. Apa laki-laki setengah hantu ini menangis?

Aku memasang wajah kagetku, "Kok bisa? Kau selingkuh atau dia yang selingkuh?"

"Nggak ada yang selingkuh, dia bilang nggak kuat Ldr. Padahal aku kuat-kuatin di sini, kalau dia bertahan aku bakalan jauh lebih bertahan walaupun godaan banyak. Tapi, dia lebih memilih mengakhiri semuanya, Nda. Aku mau nangis, cengeng banget 'kan aku?" Laki-laki ini mengusap air mata yang ada di pelupuk matanya itu.

Seumur-umur baru kali ini aku melihat laki-laki menangis karena diputusin pacarnya. Aku yakin Niawan sangat mencintai pacarnya yang jauh di sana.

Sekarang aku mengerti alasan Niawan pergi ke Malaysia dan sikap anehnya kemarin. Masalah yang dia maksud adalah masalah tentang hubungannya dengan Manda. Bahkan Niawan rela pergi ke Malaysia sana hanya ingin memperbaiki semuanya dengan Manda. Medan-Malaysia itu termasuk perjalanan yang menguras kantong, loh. Tapi perempuan yang bernama Manda itu tidak menghargainya sama sekali.

Aku berpindah ke samping Niawan. Menepuk-nepuk pundak laki-laki ini, hanya sekedar memberinya semangat. Aku juga bingung harus apa, dulu saat putus dengan Azam aku tidak membutuhkan kata-kata semangat dari orang lain, karena yang aku pikirkan saat itu hanya rasa sakitku dan menebak-nebak apa kesalahanku.

"Aku tau itu berat, aku tau juga gimana rasa sakitnya. Tapi, pilihan orang nggak bisa kita paksain kan? Mungkin setelah pisah dari kau, dia merasa lebih nyaman. Kau sendirikan yang bilang, ikan masih banyak di laut?" Aku mencoba berbicara dengan setenang mungkin.

Aku tau apa yang aku katakan tak akan membuatnya merasa lebih baik, tapi setidaknya dia butuh orang yang mengerti posisinya.

Niawan menoleh, menatapku dengan puppy eyesnya. "Masalahnya, ikan di laut nggak mau dekat sama aku, Nda."

COME BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang