Part Seven

521 219 228
                                    

Malam ini Rean datang ke tempat kerjaku untuk mengajakku berjalan-jalan. Aku yang kebetulan masuk shift sore hari ini, melihat jam di pergelangan tangan. Pukul sepuluh malam, kurasa mengiyakan ajakan Rean tidak ada salahnya, sekalian membuang rasa letih, kali aja dibayarin makan. Eh?

Aku pamit dengan rekan kerja lainnya begitu melihat Rean yang sudah menungguku sedari tadi. Kuberikan senyum terbaikku saat Rean melihatku. Laki-laki itu mengenakan hoodie kebesaran dan celana ponggol bewarna hitam. Semakin seksi aja, dan tentunya menggoyahkan imanku.

Rean membawaku ke warung bakso yang sering kudatangi di sekitar kosku. Aku sedikit tercengang saat dia berkata 'kita sudah sampai.' . Hey, kami sudah berkeliling-keliling begitu lama dan akhirnya berhenti di tempat bakso ini? Luar biasa memang laki-laki ini.

"Kenapa?" tanya Rean melihat wajahku yang sedikit kutekuk.

"Kita keliling-keliling dari tadi, tau-taunya kemari?"

"Aku nggak tau harus ngajak kamu ke mana, ini juga uda malam banget."

"Ya, kalau uda tau malam banget ngapain ngajakin keluar coba?"

Oke, sekarang aku terlihat seperti perempuan yang sedang kesal dengan pacarnya.

Rean hanya menghembuskan napasnya pelan, mungkin kesal dengan tingkahku. Sudah diajakin makan malah protes pula, tidak tau diri sekali aku ini.

"Mau pesan apa?" tanyaku.

"Mie ayam telur, minumnya jus alpukat."

Aku berjalan menuju abang tukang bakso untuk memesan makanan kami.

"Uda lama kerja di sana?" tanya Rean memulai percakapan saat aku sudah duduk di depannya.

"Sekitar satu tahunan mungkin."

"Kuliah kamu nggak terganggu?"

"Terganggu dikit sih, tapi ya gimana, aku butuh uang untuk biaya hidup."

Rean menganggukan kepalanya.

"Kenapa? Kamu mau biayain hidup aku? Kalau emang iya, dengan senang hati dan lapang dada kuterima tawaran itu. Kalau perlu, besok aku langsung urus surat resign, deh."

"Ke PD-an kamu. Aku cuma nanya doang, biar ada pembahasan. Kan gak lucu aja, kita berdua bengong nungguin pesanan datang."

Kalau tidak ingat tempat, sudah kutuangkan saus merah ini ke wajah Rean. Mulutnya itu terkadang lebih pedas daripada cabe-cabean.

Dua mangkuk bakso dan dua jus segar sudah tersedia di meja mereka. Aku langsung menuangkan saus yang banyak ke dalam makananku. Sebagai informasi, aku tidak suka makan bakso kalau saus dan kecapnya tidak seimbang. Seenak apapun bakso itu kalau tidak seimbang, pasti selalu berbeda rasanya di lidahku.

Rean menatap ngeri melihat saus yang ada di mangkukku, tapi dia tidak mengatakan apa-apa.

Sambil mengaduk baksonya, Rean berkata. "Aku ngajak kamu keluar, karena ada yang mau aku bilang."

"Apa?" jawabku sedikit tak sabaran dan menatap Rean. Apa Rean mau mengajakku balikan sekarang? Di jam segini? Di tempat ini? dan dengan wajah lelahku seperti ini? Astaga!

"Aku mau jawab pertanyaan kamu?"

Aku mengernyit, "pertanyaan mana? Aku nggak pernah nanya tuh."

"Kalau kamu nungguin aku, aku bakalan balik ke kamu nggak? Pertanyaan itu."

Aku mengalihkan pandanganku---berpura-pura menakar apa kecap yang aku tuangkan sudah seimbang dengan sausnya. Aku kira Rean tidak akan membahas pertanyaan itu lagi, walaupun aku penasaran dengan jawabannya. Tapi, aku belum siap mendengar jawaban itu sekarang.

COME BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang