12 Teman Khayalan

1.1K 27 2
                                    




Nama gue Nuri. Gue dua bersaudara, usia gue sama kakak perempuan gue terpaut jauh, sekitar 7 tahun. Itu sebabnya dia udah punya anak, meanwhile  gue masih kelas 3 SMA.

Ponakan gue namanya Luna, usianya 4 tahun. Lucuuuu banget, dengan pipi chubby dan rambut kriwilnya. Luna juga ngomongnya udah lancar, untuk anak seusianya. Lancar bgt malah.

Oiya, keponakan gue ini punya kebiasaan aneh. Dia suka ngomong sendiri. Normal sih kalau sesekali dan lagi sepi. Apalagi buat anak seusianya yang masih tinggi bgt imajinasinya.

Sayangnya ponakan gue ini agak beda. Dia ngomong seakan sosok itu ada. Nggak cuman lagi sendiri, tapi juga pas lagi kumpul keluarga atau liburan. Gak jarang kakak gue (nyokapnya) negur dia, karena udah gak logis banget.

Suatu hari kak Rina dan Suaminya ada kondangan malem, kebetulan nyokap & bokap lagi di luar kota. Jadilah gue y dapet tugas buat jagain Luna.

"Nuri, kakak nitip Luna yaaa... Di rumah aja, jangan kemana - mana."

"Oke kak, jangan malem2 yaa pulangnya." Pesan gue. Sebenernya gue agak takut sih ditinggal berdua doang sama Luna, karena selain ponakan gue ini sering ngomong sendiri, konon katanya anak kecil ini matanya masih bersih, jadi bisa lihat makhluk-makhluk halus gitu. Ya... siapa tau kan...

'ngggaaaak... amit-amit deh' gue mencoba menepis fikiran jelek itu.

"Hi baby, lagi main apa nih ?" gue yang sedari tadi asyik nonton TV nyamperin Luna yang lagi asik main pesta the. Lengkap dengan perabotannya. Ada satu meja kecil, 3 kursi, yang satu diisi luna, satu lagi tedy bear dan yang satu lagi dibiarin kosong.

"Hi Tante, aku lagi main pesta teh ni, tante mau ?" dia menyodorkan cangkir kecil ke arah gue.

Gue pura-pura menyeruput teh yang dikasih Luna, dia seneng banget. Dia bahkan beberapa kali menuangkan teh di cangkir gue.

Kami ngobrol banyak, tentang sekolah juga teman-temannya. Oiya, Luna ini udah sekolah, Play Group sih, jadi masih main-main gitu.

Semuanya baik-baik aja sampai perhatiannya teralihkan.

"Wah, Mumun datang !" pekiknya. Ia lalu berlari ke arah pintu depan dan membukakan pintu seakan-akan ada yang memencet bel.

Padahal sumpah demi tuhan, gue nggak denger apa-apa.

Nggak lama Luna datang menghampiri gue, dia berjalan seakan menggandeng seseorang.

"Ayo, Mun duduk. Kita main pesta teh yaaa." Dia menyodorkan cangkir baru ke arah kursi kosong itu.

Gue memperhatikan apa yang dilakukan keponakan gue, tapi gue gak liat apa-apa.

Karena gue kesel, gue dudukinlah kursi kosong itu, tiba-tiba Luna marah.

"Tante jangan duduk di situ, itu kursi Mumun !"

"Mumun itu nggak ada ! Mana tante gabisa liat." Emosi gue akhirnya meledak.

Gue tau ini gak bagus, tapi lo bisa bayangin gasi, gue di rumah cuman berdua sama ponakan gue ini, dan gue mulai parno dengan apa yang dia lakuin.

"Tante, pokoknya pindah dari kursi itu. Mumun marah !"

Gue yang gamau kalah, tetep kekeuh duduk di situ.

'Kita liat mana lebih kuat, khayalan kamu apa fikiran logis aku.'

Prang...

Tiba-tiba suara benda jatuh di dapur.

Gue terlonjak kaget. Reflex gue beranjak dari kursi.

HORROR STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang