•Ga mungkin!•

69 10 1
                                    

"nih, pake jaket gue." Perintah Alvaro sembari menyodorkan sebuah jaket berbahan Parka.

"Ga usah." Jawab Adrea tanpa menengok Alvaro sedikit pun, dia terus saja menatap jendela mobil yang dibasahi rintikan hujan deras.

Alvaro menghembuskan nafas berat.

Akhirnya Alvaro menghentikan mobilnya di sebrang jalan, dan segera memakaikan Adrea jaket miliknya itu.

Adrea terkejut, dia menengok ke arah Alvaro.

"Gue bilang ga usah Al." Cegah Adrea menahan tangan Alvaro yang ingin memaikan jaket ditubuhnya.

"Pakek!" Suruh Alvaro dengan nada sedikit penekanan.

Adrea diam, dia membiarkan dirinya dipakaikan jaket oleh Alvaro.

"Nah udah," ucap Alvaro ketika sudah memakaikan jaket.

"Makasi." Singkat Adrea.

Hening, tak ada yang membuka suara satu sama lain, namun anehnya Alvaro masih belum menjalankan mobilnya.

"Kenapa masih berhenti?" Tanya Adrea sambil menengok ke arah Alvaro, dan dengan kagetnya dia melihat Alvaro terus saja menatapnya.

"Ada yang lupa." Jawab Alvaro.

"A---"

"Eh?" Lanjutnya.

Adrea merasakan desiran darahnya mengalir begitu cepat, bahkan jantungnya berdegup kencang dia takut Alvaro mendengar detakkan jantung nya. Pipinya merona, kenapa tidak? Jarak Alvaro dengan dirinya sangat dekat, kurang 5 Senti.

"Lo lupa pake seat belt." Ujar Alvaro dengan nada santai.

"Eh iya maaf," Adrea merasa malu, sangat malu, dia benar-benar tidak ingin menampilkan wajahnya kepada Alvaro kini dia benar-benar malu.

"Lo gak apa-apa kan?" Tanya Alvaro pelan bagai berbisik.

Adrea diam, masih malu untuk menjawab ucapan Alvaro.

"Adrea? Lo gak apa-apa?" Tanya Alvaro sekali lagi.

"Eh-eh? Engga apa-apa kok." Adrea menjawab penuh kikuk.

"Oh yaudah," singkat Alvaro.

***

Entah rasa apa yang merasuki diri Adin, dirinya benar-benar prustasi, sangat prustasi. Bahkan Zahra saja yang melihatnya seperti ingin melemparkan sebuah batu ke wajah Adin, karena Adin terus saja melamun.

"Adin, udah dong, Lo jangan kayak gini terus kesambet aja nanti!" Zahra teriak tepat di wajah Adin.

Adin tak menjawab, dia masih diam dan melamun melihat pemandangan kota dari rooftoop apartemen nya.

"Kalau lo begini terus, mending gue pulang." Ucap Zahra dan akhirnya dia pergi meninggalkan Adin dengan lamunannya.

Bagaimana tidak prustasi, semenjak hujan tadi Adin terus menelfon Adrea namun yang di dapat? Tidak ada jawaban. Dia juga sudah mencarinya sekeliling kota Jakarta, namun apa yang di dapat? Tak ada tanda-tanda Adrea ada di sana.

Lo kemana Adrea? Gumam Adin dalam hati.

***

"Makasih ya Al," Adrea turun dari mobil Alvaro, sambil tersenyum ketika sudah di depan rumah Adrea.

"Sama-sama." Jawab Alvaro dan dibalas senyum.

Adrea berjalan menuju rumahnya, namun sebuah tangan memegang tangan Adrea erat.

Adrea spontan menengok.

"Ke-kenapa Al?" Tanya Adrea kikuk.

Alvaro melangkah lebih dekat, dihadapan Adrea dan kini Adrea tampak sangat gugup. Dia tidak tahu apa yang ingin dilakukan Alvaro. Alvaro menyentuh pipi Adrea, dicubit pelan, dan akhirnya dia mencium pipi Adrea lembut.

ADREA.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang