Chapter 5

283 30 0
                                    

Tolong, pergilah. Tinggalkan dia.
Dia anak laki-laki satu-satunya di keluarga kami. Jika dia bersamamu, kami tak tahu bagaimana dia akan meneruskan nama keluarga ini?
Kau bisa tetap berteman dengannya, kau bisa tetap bersama dengannya, tapi tidak untuk ada dalam hidupnya.

Kami mohon, Atthaphan, tolong pertimbangkan lagi permintaan kami. Tolong.

Aku terbangun dengan dada bergemuruh. Keringat membanjir membasahi kaos yang aku pakai. Kepalaku berdenyut, seperti ada yang memukul di dalam sana.

Kulihat di sekelilingku, tidak ada separuh hatiku di sampingku. Tapi aku melihat pintu kamarnya terbuka.
Ah, mungkin dia mengambil sesuatu, pikirku.

Kucoba mengatur nafasku secepat mungkin karena aku tau jika dia pasti akan segera kembali.
Belum selesai aku menenangkan nafasku, kulihat dia berdiri di ambang pintu dengan segelas wine di tangannya.

"Mimpi buruk lagi, mmm?" Tanyanya sambil mengusap pundakku.
"Phi, minumlah ini."

Aku menghirup wangi wine dalam-dalam, dan meminumnya. Lalu kuberikan pada Off.
Aku membaringkan kepalaku di pangkuannya ketika dia merubah posisi berbaringnya. Kepalaku ada di perutnya, dan aku berbaring memeluk dia dengan tangan dan kakiku.

Ya, bahagiaku sesederhana ini. Ada bersamanya, di dekatnya, di sekitarnya.
Tapi untuk ada di saat seperti ini, tidaklah sesederhana itu.

Setiap malam aku selalu terbangun karena kata-kata itu. Sejak itu, malam-malamku tak pernah bisa jenak, bagaimana pun aku berusaha melupakannya.
Tapi, setidaknya, sekarang dia ada bersamaku. Aku tak sendirian. Memeluknya dan berada dalam dekapannya, seperti saat ini, inilah yang bisa menenangkanku.

Walau aku tahu, saat-saat seperti ini tidak akan lama. Dan aku akan mengingatnya, untuk menghangatkan hatiku.

Kueratkan dekapanku selagi aku masih bisa bersamanya. Karena aku tidak tahu apa yang ada di depanku nanti. Apa yang harus aku lalui. Dan bagaimana kami nantinya.

Aku tahu, aku harus percaya padanya, yang tidak akan meninggalkan aku.
Tapi, aku juga tak bisa mengesampingkan kenyataan, bahwa dia tak sendirian. Ada orang-orang disekitarnya yang, setidaknya, merasa bertanggungjawab atas hidupnya.

Tak seperti diriku, yang hanya memiliki dirinya dalam hidupku.

Ya...
Aku adalah pria sebatang kara,
Yang kebetulan bertemu dengannya saat festival,
Yang kebetulan universitas tempatnya beraktifitas dan panti asuhan tempatku tinggal berada di tempat yang sama dalam sebuah acara,
Yang kebetulan kami bertemu dalam sebuah ketidaksengajaan,
Yang kebetulan membuat dia menyelamatkanku yang hampir kehilangan nyawaku,

Yang mana semua kebetulan itu membuatku menjadi miliknya,
Dan dia memberikan tangannya untuk menjaga, melindungi, menghangatkan, dan mencintaiku...

Kueratkan tangan dan kakiku mendekap tubuhnya, kubenamkan wajahku lebih dalam ke perutnya, menghirup wangi tubuhnya yang menjadi obat penenangku, dan kubisikkan sebuah kalimat perlahan...
.
.
.
.
Gun rak Off na.....

To You I BelongWhere stories live. Discover now