Mungkin Donghyuck sudah kehilangan akal sehatnya. Donghyuck tahu kalau seharusnya dia tidak kembali berpegang pada harapan. Dia tahu kalau hal itu akan memberikan efek sakit hati yang lebih besar jika harapannya tidak terwujud. Tapi sekali lagi, Donghyuck mungkin sudah kehilangan akal sehatnya.
Donghyuck tidak peduli. Perasaannya pada Jeno yang membuatnya kembali berpegang pada harapan, yang bahkan belum jelas menunjukkan bagaimana mereka berdua kedepannya.
Jeno bilang, mereka hanya harus menunggu dan menikmati waktu mereka bersama, dan Donghyuck menurut.
Donghyuck berusaha sebisa mungkin untuk mengabaikan benang merahnya dengan benang merah Jeno yang tidak tersambung. Meskipun di malam hari, tepat sebelum tidur, ketika Donghyuck mengangkat tangannya untuk melihat lilitan benang berpendar di jari kelingking kirinya, pikirannya secara otomatis akan pergi berkelana tanpa bisa dia cegah. Dirinya bertanya-tanya apa yang akan terjadi besok.
Apakah ujung benangnya dengan Jeno akan bertemu besok? Atau tidak?
Apakah dia akan bertemu dengan soulmate-nya lebih dulu? Ataukah Jeno yang akan mendahuluinya?
Donghyuck tidak akan munafik dan mengatakan dirinya masih percaya bahwa benangnya dengan benang Jeno akan bersatu, karena pada kenyataannya, dia tidak tahu. Tidak ada yang tahu. Dia hanya bisa berdoa dan menghabiskan semua waktunya dengan Jeno, agar ketika mereka menemukan soulmate mereka masing-masing, Donghyuck masih akan mengenang Jeno sebagai sahabat dan cinta pertamanya.
"Donghyuck," Suara yang memanggil namanya membuat Donghyuck tersentak pelan. Dia mendongak dan mendapati Jaemin tengah mendudukkan diri dihadapannya.
"Hai, Jaem," Donghyuck tersenyum, yang juga dibalas senyuman oleh Jaemin.
"Mana Jeno?" tanya Jaemin, kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, mungkin mencari eksistensi Jeno disekitar mereka. "Aku kira kalian akan makan bersama seperti biasa." lanjutnya seraya menatap Donghyuck.
Donghyuck mengangguk mengiyakan ucapan Jaemin, "Memang iya," jawabnya, "Tapi tadi Jeno bilang dia ada urusan dengan dosennya, jadi dia menyuruhku ke kantin duluan."
Jaemin adalah orang yang paling murka ketika mendengar Donghyuck dan Jeno terus melanjutkan hubungan mereka, terlepas dari benang mereka yang tidak terhubung. Mereka bahkan sempat tidak saling bertukar sapa selama beberapa hari hingga Jaemin meminta maaf karena perilaku buruknya. Pada waktu itu Donghyuck tahu kalau Jaemin hanya khawatir, dan tentu saja Donghyuck memaafkannya.
Jaemin mengangguk-angguk mengerti. "Oh iya, kamu udah bertemu Renjun?"
Donghyuck mengernyit seraya menggelengkan kepala, "Beberapa hari ini aku belum bertemu dengannya, mungkin dia sedang sibuk dengan tugas kuliahnya."
Sekali lagi Jaemin mengangguk sebelum kemudian mulai berkutat dengan makanan yang dibawanya. Donghyuck pun melakukan hal yang sama, dia memakan makanannya sembari sesekali mengecek ponselnya kalau-kalau ada pesan dari Jeno.
Donghyuck, Jeno dan Jaemin memang kuliah di universitas yang sama, meskipun ketiganya mengambil jurusan yang berbeda. Sementara Renjun melanjutkan pendidikannya di universitas yang lebih mengedepankan seni sebagai pelajaran utamanya.
Entah berapa lama Donghyuck berada di kantin bersama Jaemin sambil sesekali bercakap-cakap untuk mengisi kekosongannya menunggu Jeno.
"Jeno datang." ujar Jaemin tiba-tiba, membuat Donghyuck sontak segera memutar tubuhnya agar bisa melihat ke arah Jeno yang sekarang tengah berjalan ke meja yang ditempatinya.
Donghyuck tersenyum dan melambaikan tangannya pada Jeno, namun pemuda itu tidak membalas. Air wajah Jeno terlihat keras, tidak berekspresi, dan bahkan Jaemin pun menyadari hal itu.
"Kenapa dia?" tanya Jaemin bingung, "Kenapa wajahnya tidak nyantai begitu?"
Donghyuck belum sempat menjawab pertanyaan Jaemin ketika tiba-tiba dia merasakan tangannya ditarik paksa. Tidak terlalu keras, namun berhasil membuatnya kaget. Donghyuck tahu tangan yang memegangnya adalah tangan Jeno, disusul dengan suara bisikan Jeno tepat di samping telinganya, “Aku butuh bicara sama kamu,” ucapan Jeno sontak membuat Donghyuck menoleh, mata mereka bersitatap selama beberapa saat. “Berdua aja.” lanjut Jeno.
Tanpa aba-aba Jeno kembali menarik tangan Donghyuck, membuat Donghyuck segera berdiri dari duduknya.
Jaemin mengernyit, "Kalian mau kemana?" tanyanya heran.
"Kamu tunggu disini aja, Jaem, aku sama Jeno cuma mau ngomong bentar kok." Setelah mendapat anggukan dari Jaemin, Donghyuck segera mengikuti langkah Jeno yang sampai saat ini masih menggenggam erat tangannya.
Donghyuck tidak tahu kemana Jeno akan membawanya, tapi dia berusaha untuk tidak bertanya, karena dari raut wajah Jeno, Donghyuck bisa melihat bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Tak berapa lama Jeno pun menghentikan langkahnya, begitu pula dengan Donghyuck yang berada di belakangnya.
Jeno membawanya ke salah satu tempat duduk yang ada di pinggiran taman fakultas dan mendudukkan Donghyuck disana.
"Jen, ada apa sih?" tanya Donghyuck bingung, dia mendongak agar matanya bisa bersitatap dengan Jeno yang masih berdiri menjulang dihadapannya. "Kenapa kamu kayak orang kesetanan begitu?"
"Hyuck," lirih Jeno, raut wajahnya yang serius berhasil membuat bulu kuduk Donghyuck berdiri, "Aku… bertemu dengannya."
Donghyuck bergeming, berusaha memproses kalimat Jeno yang baru saja memasuki gendang telinganya. Keningnya berkerut tak mengerti, "Bertemu dengan—"
"Soulmate-ku." sela Jeno, dua tangannya memegang lengan Donghyuck. "Aku baru saja bertemu dengannya."
Donghyuck kembali bergeming, dia bisa mendengar jelas suara retakan hatinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
hereafter; nohyuck✔
FanfictionDonghyuck tahu kalau Jeno akan menjadi soulmate-nya. Donghyuck tahu, dan dia bisa merasakannya. Tapi bagaimana jika benang merah takdir mengatakan hal yang sebaliknya? [yaoi | soulmate!au | semi-baku]