Pagi ini Jeno melihat Donghyuck dan kedua orangtuanya tengah bersiap-siap di depan rumah untuk pergi ke bandara. Jeno tidak melakukan apapun. Dia hanya memperhatikan keluarga Donghyuck dari jendela kamarnya, tidak berniat untuk menghampiri.
Dua hari yang lalu, Donghyuck datang ke rumah untuk bertemu dengannya. Tapi Jeno sengaja menghindar. Dia mengabaikan semua pesan dan telepon dari Donghyuck, berharap Donghyuck mengerti kalau dia tidak ingin membahas apapun lagi, tidak ingin mempersulit keadaan mereka.
Dan harapan Jeno terkabul.
Kemarin, hanya Mama dan Papa Donghyuck yang datang ke rumahnya untuk berpamitan dengannya dan ibunya. Ibu Jeno memang sempat bertanya tentang Donghyuck pada mereka, namun tidak mendapat jawaban yang memuaskan.
Jeno mengerti kalau Donghyuck mengetahui keinginannya. Donghyuck selalu begitu. Sejak kecil dia selalu berhasil mengetahui apa yang Jeno inginkan tanpa perlu Jeno katakan. Dan saat ini Donghyuck pasti mengetahui kalau Jeno tak ingin bertemu dengannya.
Sayangnya yang tidak Donghyuck ketahui tentang Jeno saat ini, adalah Jeno tidak ingin berpisah. Jeno tidak ingin menyerah. Jika bisa, Jeno tidak ingin menjadi dirinya saat ini. Dia ingin bertukar raga dengan orang yang nanti akan menjadi soulmate Donghyuck. Tapi tentu saja dia tidak bisa melakukan hal itu. Semua tentang benang merah ini berada di luar kendalinya.
Jeno menghela napas pelan kala memperhatikan taksi yang dinaiki oleh Donghyuck dan kedua orangtuanya mulai menghilang di ujung jalan. Sejenak, Jeno mengamati rumah Donghyuck.
Kosong. Sekarang rumah itu kosong. Donghyuck telah meninggalkan rumah itu, sama seperti Donghyuck meninggalkannya.
Jeno merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Pikirannya berkecamuk. Ada terlalu banyak hal yang berkeliaran di dalam pikirannya, namun hanya satu yang mendominasi. Pikiran bahwa dia harus benar-benar melihat Donghyuck, mungkin untuk yang terakhir kalinya sebelum mereka memulai hidup baru tanpa satu sama lain.
Maka Jeno segera menyambar ponselnya dan mencari kontak seseorang sebelum meneleponnya.
“Halo, Siyeon?”
"Jeno?"
"Donghyuck akan pergi ke London." ujar Jeno, "Dia akan tinggal disana."
—
Jeno memperhatikan Siyeon memeluk Donghyuck dari kejauhan. Kakinya yang sedari tadi terus-terusan berlari di lantai bandara layaknya orang kesetanan, kini sudah berhenti. Dia sampai di bandara beberapa menit setelah Siyeon. Tadi selepas memberikan penjelasan singkat perihal keluarga Donghyuck yang akan pindah ke London pada Siyeon lewat sambungan telepon, Jeno segera mengendarai motornya ke bandara. Dia hanya membalut dirinya dengan sweater hitam dan celana jeans sebelum pergi kesini. Dia bahkan tidak menghiraukan pertanyaan ibunya ketika berlari menuruni tangga rumah.
Jeno hanya ingin melihat Donghyuck sekali lagi.
Jadi itulah yang dia lakukan.
Berdiri di balik salah satu pilar besar bandara, mengamati wajah Donghyuck dari jauh. Menahan perasaannya yang sangat ingin berlari dan memeluk orang yang dicintainya. Jeno hanya tidak ingin mempersulit keadaan.
Ini memanglah yang Donghyuck inginkan.
Dan Jeno akan berusaha mengikuti keinginan Donghyuck meskipun semua terasa begitu sulit baginya.
Beberapa saat kemudian, Jeno melihat Donghyuck dan Siyeon melepaskan pelukan mereka. Tanpa dirinya sadari, Jeno menahan napas ketika melihat Donghyuck tersenyum dan melambaikan tangan pada Jaemin dan Renjun, dia masih menahan napas ketika melihat Donghyuck berbalik badan dan berjalan mengikuti orangtuanya. Hingga Donghyuck benar-benar menghilang dari pandangannya, barulah Jeno menghembuskan napas. Bukan hembusan napas lega, melainkan hembusan napas karena menahan nyeri di hatinya.
Jeno bahkan tidak menyadari setetes air berhasil menuruni pipinya. Hatinya terasa seperti tengah diiris-iris.
Jeno kemudian berbalik badan, dia baru saja bersiap untuk berlari menjauh, namun sebelum sempat dia berlari, sebuah tangan sudah lebih dulu memegang lengannya.
"Jeno," ucap gadis itu, matanya menatap Jeno dengan tatapan sendu.
Jeno buru-buru menggeleng, "Jangan sekarang, Yeon," ujarnya lirih, bahkan sebelum gadis itu sempat mengatakan apapun itu yang ingin diucapkannya, "Aku butuh waktu sendiri." lanjut Jeno dengan suara parau.
Siyeon tidak mengatakan apapun, dia hanya tersenyum tipis sembari menghapus sisa aliran air mata Jeno dengan ibu jarinya sebelum kemudian mengangguk dan melepaskan pegangannya dari lengan Jeno.
Dan dengan itu Jeno kembali berlari, menuju motornya dan mengendarainya keluar dari bandara.
Jeno sudah berjanji pada dirinya sendiri kalau dia akan berusaha mengikuti kemauan Donghyuck.
Tapi tidak sekarang.
Untuk saat ini, Jeno hanya ingin sendiri. Menyembuhkan hatinya yang terluka karena Donghyuck.
Bentar lagi tamat gais :'))
KAMU SEDANG MEMBACA
hereafter; nohyuck✔
FanficDonghyuck tahu kalau Jeno akan menjadi soulmate-nya. Donghyuck tahu, dan dia bisa merasakannya. Tapi bagaimana jika benang merah takdir mengatakan hal yang sebaliknya? [yaoi | soulmate!au | semi-baku]