"Menurut kamu.. gimana?"
Donghyuck menatap Jaemin lekat-lekat. Saat ini cuma Jaemin satu-satunya orang yang bisa dia ajak bicara tentang masalahnya dengan Jeno. Donghyuck baru saja selesai menceritakan apa yang terjadi beberapa hari lalu pada Jaemin dan alasan kenapa terjadi perang dingin antara dia dengan Jeno. Untungnya Donghyuck berhasil mencegah air matanya keluar ketika bercerita. Dan sekarang, Donghyuck membutuhkan saran karena dia benar-benar tidak tahu apa yang harus dia lakukan tanpa merusak hubungannya dengan Jeno.
Jaemin terdiam mendengar pertanyaan Donghyuck. Dia kelihatan tengah berpikir sebelum akhirnya mulai berbicara, "Menurutku kamu harus bicara sama Jeno," jawabnya, "Kalau apa yang Jeno bilang ke kamu itu benar, kalau Jeno benar-benar masih mau mempertahankan hubungan kalian seperti yang kamu ceritakan padaku," Jaemin tersenyum, "dia pasti mengerti."
Kini giliran Donghyuck yang diam, memikirkan baik-baik saran Jaemin.
"Kamu sama Jeno masih… pacaran kan?" Suara Jaemin terdengar sangat berhati-hati ketika menanyakannya, mungkin dia takut salah bicara dan malah memperburuk perasaan Donghyuck.
"Mungkin…" lirih Donghyuck. Jujur saja, dia ragu untuk menjawab pertanyaan Jaemin itu. "Aku nggak tau, Jaem.." lanjutnya.
Detik berikutnya lengan Jaemin sudah melingkari tubuh Donghyuck, dan secara otomatis Donghyuck pun segera menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Jaemin. Dia bisa merasakan dagu Jaemin berada di puncak kepalanya. Setelahnya Donghyuck mendengar Jaemin berbisik di telinganya, "Mau aku temani?" tanya Jaemin, "Aku bisa menemani kamu bicara sama Jeno kalau kamu mau."
Mendengar kalimat Jaemin, Donghyuck buru-buru menggelengkan kepala. Dia melepaskan pelukannya dan menatap Jaemin. "Makasih, tapi aku bisa sendiri kok." jawabnya sambil tersenyum tipis, membuat Jaemin ikut tersenyum.
—
Donghyuck tidak pernah merasa segugup ini berdiri di depan kamar Jeno. Biasanya dia bahkan tak perlu berpikir dua kali untuk membuka pintu dan menerobos masuk ke dalam kamar itu, tidak pernah mempedulikan omelan Jeno yang selalu saja terkejut dengan kehadirannya yang tiba-tiba. Tapi saat ini tangan Donghyuck bahkan tidak bisa mengetuk pintu itu. Dia terlalu gugup. Jantungnya berdetak terlalu cepat. Dia terlalu takut akan semua kemungkinan yang akan dia terima ketika berbicara dengan Jeno nanti.
Donghyuck menarik napas dan menghembuskannya secara perlahan beberapa kali, berusaha untuk menenangkan dirinya. Tangan kanannya terkepal sebelum kemudian terangkat untuk mengetuk pintu kamar dihadapannya.
Tok tok tok
Donghyuck menahan napas.
"Masuk." Suara Jeno yang terdengar sedikit teredam dari dalam kamar membuat Donghyuck spontan menghembuskan napas yang tadi sempat ditahannya.
Perlahan, tangan Donghyuck memutar gagang pintu kamar Jeno dan membuka pintu tersebut. Matanya segera mendapati Jeno tengah berbaring di atas tempat tidur sambil bermain ponsel.
"Donghyuck?" Jeno terlihat kaget, dia segera bangun dari posisi berbaringnya dan beranjak dari tempat tidur untuk menghampiri Donghyuck. "Ada apa?" tanya Jeno ketika dia sudah berdiri di hadapan Donghyuck.
Donghyuck meneguk ludah, dia sedikit mendongak untuk menatap lekat-lekat manik Jeno yang juga sedang menatapnya. "Kenapa kamu kesini?" tanya Jeno lagi, dan entah kenapa pertanyaan Jeno itu membuat hati Donghyuck sedikit teriris. Seperti Jeno tidak mengharapkan kehadirannya disana. Namun Donghyuck berusaha keras untuk menepis pikiran tersebut.
"Maaf," ujar Donghyuck pelan, "Maafkan aku, Jen."
Jeno tidak menjawab.
"Maafkan ucapanku beberapa hari yang lalu," lanjut Donghyuck, "Aku gak bermaksud buat menyakiti kamu sama sekali."
Jeno masih bergeming, tatapannya membuat Donghyuck terpaksa menundukkan kepala. "Aku.. cuma takut kalau nanti kamu akan ninggalin aku… karena kamu udah bertemu sama soulmate kamu."
Hening.
Sekali lagi Donghyuck meneguk ludahnya kasar, "Aku juga… melihat gadis itu mencium kamu."
Mereka berdua terdiam. Donghyuck masih menunduk, tidak berani menatap Jeno. Takut kalau kalimat-kalimat yang dia lontarkan barusan malah akan memperparah hubungannya dengan Jeno. Namun beberapa detik kemudian Donghyuck dapat merasakan tangan Jeno menyentuh dagunya, memaksanya untuk mendongak. Donghyuck terkejut kala melihat Jeno tengah menyunggingkan senyumam, tipis namun kehatangannya masih terpancar pada Donghyuck.
"Namanya Siyeon," ujar Jeno, sebelah tangannya yang lain ikut terangkat dan menangkup wajah Donghyuck, "Benangku dan benangnya memang terhubung," Jeno mengelus pipi Donghyuck dengan ibu jarinya, senyuman yang sama masih terpatri di wajahnya, "Tapi bukan berarti aku akan langsung jatuh cinta sama dia seperti aku jatuh cinta sama kamu, Hyuck."
Donghyuck tidak mengatakan apapun. Lebih tepatnya, dia tidak bisa mengatakan apapun untuk membalas ucapan Jeno. Mungkin karena rasa lega dan bahagia yang secara tiba-tiba membanjiri dirinya membuat hatinya kewalahan hingga tenggorokannya tercekat dan membuat genangan air menumpuk di pelupuk matanya.
Jeno mengecup pipi Donghyuck, "Kamu soulmate-ku." bisiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
hereafter; nohyuck✔
FanfictionDonghyuck tahu kalau Jeno akan menjadi soulmate-nya. Donghyuck tahu, dan dia bisa merasakannya. Tapi bagaimana jika benang merah takdir mengatakan hal yang sebaliknya? [yaoi | soulmate!au | semi-baku]