Meet Bennedict!

4.4K 48 0
                                    

(⚠️) Warning

Pengenalan karakter dari sudut pandang author.
Buat kalian yang sudah baca chapter chapter sebelumnya, pernah ada bayangan nggak sih seperti apa Sara yang sok cantik dan tukang galau ini?
Atau, bagaimana Ben sehingga Sara begitu sulit melupakan Ben meskipun Sean ada di sampingnya sepanjang waktu?

Anyway, author sedang semangat banget menulis untuk kalian karna wow! Sebentar lagi 1k readers. Buat yang ikutin terus ceritanya, klik vote ya. Kalian bisa temuin di sisi kiri bawah layar kalian ini⬇️

***

Sekembalinya Sara dan Sean dari Bandung, Sara tak banyak berbicara dengan Sean. Sean pun menjaga jaraknya dengan Sara. Ia takut perasaannya jatuh semakin dalam dengan wanita itu.
Sara mencoba menghubungi Ben berkali kali sejak kejadian malam itu hingga suatu hari,

"Hi Ben", sapa Sara setelah menekan tombol answer.
Sara terkejut dengan penampakan Ben setelah sekian lama menghilang.
"Sara, I miss you so much. Kamu dimana?" ucap Ben.
Sara mencoba menjawab dengan tenang. Tanpa nada tinggi seperti biasanya, tanpa penasaran, tanpa menuduh.
"Hi Ben, aku di apartemen. What's up baby? I miss you too, Ben. Too much" balas Sara dari seberang telepon.

BEN POV

Hari ini tepat 5 minggu setelah aku memutuskan komunikasi dengan Sara. Aku tak tahu apa saja hal yang telah ia lalui di sana. Aku berkali kali mencoba keluar dari hubungan kami, membawa wanita yang berbeda beda setiap harinya ke hotel yang berbeda. Berhubungan seks dengan mereka, namun dalam benak ku Sara yang selalu hadir. Ia sungguh sungguh menggangguku dengan kehadirannya.

Rupanya aku merindukannya, Sara.

Siang ini aku mencoba menghubungi Sara, entah sebagai apa. Tidak ada kata putus antara kami, namun aku yakin kami sedang mencoba mengikhlaskan satu sama lain. Sungguh tidak terduga,

"I miss you too, Ben. Too much"

ternyata Sara mengucapkan kata kata yang ingin ku dengar. Aku penasaran apakah Sara sudah berubah menjadi sosok yang sempurna yang aku inginkan, atau Sara yang akan selalu menentang pendapatku dengan pendapat feminisnya.
Aku benci wanita yang terlalu mandiri dan tak bisa aku atur, tapi entah mengapa aku selalu merindukan wanitaku ini.

"Mau ketemu nggak?" ucapku. Aku memberanikan mengajak Sara bertemu walaupun sebenarnya aku enggan bertemu dengannya karena firasatku, pertemuan kami akan berujung pertikaian sepele. Siapa tahu aku beruntung. Siapa tahu Sara berubah?

"Dimana?" jawab Sara.
Aku memutar memori. Tempat tempat pertama aku berkencan dengan Sara. Yang sedikit terbuka, namun tidak terlalu banyak angin.
Tidak banyak nyamuk, pelayanannya baik. Musiknya enak didengar, dan makanannya enak. Siapa tahu toh, aku bisa berbaikan dengan Sara dengan suasana yang mendukung seperti itu?

"Emm, gimana kalau di Baxter lounge?" tawarku.
Sara mengiyakan dari seberang.
"Aku jemput kamu di loby ya jam 4" aku melanjutkan penawaranku.
"Iya Ben, i miss you so much" sambung Sara.

Jujur saja aku tidak mengerti sejak kapan Sara mengucapkan kata i miss you dengan penekanan seperti so much itu. Namun ia terlihat serius.
Ah i'm such a mess.
Aku memandang diriku di kaca. Janggut yang bertumbuh lebat, muka yang kusam karena lima minggu tidak bertemu wanita kesayanganku.
Aku akan memulai malam yang indah dengan mencukur janggut bodoh ini.
Aku merapikan diri dan memantaskan diri bertemu kekasihku. Bahkan aku memesan bunga dari florist kesayanganku, nuansa kuning kesukaan Sara. Yes, of course sunflower! Lambang persahabatan. Walaupun kami berkali kali bertengkar, kami saling menyayangi seperti sahabat, sebagai kekasih.

Friends With BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang