-friends

3.2K 35 0
                                    

Sara melangkah mundur menjauhi Ben dengan seorang wanita berkaki jenjang disisinya. Ia menelan saliva nya dan mengangguk. Ia mulai mengerti situasinya. Ia adalah orang ketiga disini. Di sebuah kamar apartemen yang ia anggap sebagai rumah ke dua nya. Dimana barang barangnya bahkan masih tertata rapi seakan menyambut kehadirannya.
Ia menangkap situasinya.

"I'm sorry, i'm just Ben's friends."

"I'm going home now" ucap Sara.

Kalau kalian mengira Sara bodoh, kalian sepemikiran denganku. Tapi Sara hanyalah orang baik hati yang mampu menangkap segala macam situasi.

Ia tak ingin Ben menjadi terlihat buruk di mata siapapun. Ia memberi Ben kesempatan untuk menyelesaikan urusannya dengan wanita medusa itu.

Sara mengemasi barang barangnya dan ia memakaikan heelsnya. Malam yang seharusnya ia bayangkan indah, harus ia relakan untuk orang terkasihnya, Ben.

Ia mengerti benar bahwa Ben pasti ingin melepaskan wanita medusa bergigi taring itu. Terlihat dari sorot matanya ia tak ingin Sara berlalu dari tempat itu. Tetapi suasana akan menjadi sangat tidak kondusif.
Sara melambaikan tangannya dan berlalu dari hadapan dua manusia itu.
Terlepas dari pandangan mereka, Sara menangis.

Keesokan hari nya Sara terbangun memandang kaca jendela yang menghadap ke ufuk timur. Ia terbangun dengan pikiran kosong. Ia menarik nafasnya panjang panjang, membuangnya lalu melakukannya lagi sampai pernafasannya menjadi teratur.

Sara memutar kelopak matanya dan berupaya duduk di atas kasur. Ia mendapati getaran di ponsel miliknya dan berdering tak kunjung henti.

Sara tersenyum.
Ia mendapati pesan-pesan yang Sean kirimkan. Ucapan selamat pagi, doa untuk hari yang indah, serta sticker-sticker lucu.

Sara membenarkan harinya dengan tersenyum. Berharap semuanya baik baik saja. Dan apa yang sudah terjadi, terjadilah.
Ia mempersiapkan dirinya untuk meeting di kantor yang berada di pusat kawasan ibukota tersebut.

Ia melangkah keluar dari taxi. Ia terlalu tidak enak badan untuk bisa membawa kendaraan sendiri hari itu.
Sara melangkah sambil matanya mencuri pandang ke sekelilingnya.
Ia mencari cari, sesosok pria yang ia sukai. Sean.

"Looking for me?" ucap Sean tiga patah kata sambil menepuk pundak Sara.

Sara terkejut dan mengunci pandangannya pada pria itu. Ia menahan titik air yang tertahan di pelupuk matanya. Rasanya ingin ia menangis di samping lelaki yang mebuatnya nyaman itu.

Sean memperhatikan kesedihan yang Sara tunjukkan, tanpa berkata sepatah kata pun.

"Sean, nanti malam kemana?" tanya Sara sambil berjalan tertunduk. Ia malu mengawali percakapan itu.

"Sean i need to talk to you. Ben..hmmm" suaranya menipis.
Belum selesai Sara mengucapkan kalimatnya, Sean menarik lengan Sara dan mereka berdua berjalan terseok seok.
"Sean, let me go!" Ucap Sara sambil berusaha menghempaskan genggaman maut Sean.

"Jangan harap, just follow me Sara. If you want to be happy".

Sara sendiri masih tak mengerti permainan apa yang sedang Sean mainkan.
Dalam keadaan sedih, Sara pikir Seanlah satu satunya yang mampu menghiburnya.
Ia masih tak mengerti sedang terjebak dalam perasaan apa bersama Sean sekalipun ia berkata, you can have my body but not my feelings.

Sean melaju kendaraannya dan membiarkan Sara duduk terdiam di dalam pelukan seatbelt. Sesekali Sean mengelus kening Sara, dan memainkan rambutnya.

Sara menangis. Lagi. Ia diam diam meneteskan air matanya.
But she's cool. Tak memgatakan sepatah kata pun.

"I want you to eat first" ucap Sean didepan sebuah chinesse restaurant.
"How do you know.."
"Ssst"  Sean menghentikan kata-kata Sara kemudian mencium bibirnya.
"Just, enjoy your day"  sambung Sean.

Sara memutar mutar ponselnya dari satu aplikasi ke aplikasi lain. Berusaha mengendalikan dirinya. Berusaha mengendalikan situasi agar air matanya tak jatuh lagi.

Namun Sean lebih dapat mengontrol suasana hati Sara.
Ia selalu berusaha membuat banyolan, lawakan, apapun yang ia katakan harus dapat membuat Sara melupakan masalahnya.

Sesekali Sara menangis sambil tertawa.
Ia masih tak dapat menahan rasa sakit di hatinya. Dan Sara tak sabar menceritakan soal Ben kepada Sean.
Soal Clara si wanita medusa yang merenggut malam bahagia mereka.
Usai tiba di meja yang sudah Sean pesan, Sara duduk dan melihat lihat menu.

Mereka kemudian memesan makanan dan Sean terus berada disana menghibur Sara.

Selesai menghabiskan masing masing makanannya, Sean mengajukan beberapa pertanyaan kepada Sara sampai akhirnya Sean menentukan akan membawa Sara kemana.
Mereka tiba di sebuah mall di kota Jakarta Barat. Di dalam mall tersebut terdapat sebuah akuarium.

Sean membiarkan dirinya jalan terlebih dahulu untuk membeli 2 lembar tiket untuk masuk ke dalam.

"Sini!" ucapnya sambil tangannya menjangkau pundak Sara.

Sara sendiri selalu merasa aman dan nyaman dalam genggaman Sean, walau Ben selalu menang di hatinya.

Setelah beberapa langkah, Sara mulai terlihat tersenyum dan terkejut dengan spesies spesies laut yang baru ia temui di dalam.
Ia takjub melihat keindahan makhluk hidup yang mungil nan lucu tersebut.

Sampai di sebuah terowongan akuarium yang di lalui lumba lumba, Sean berlutut dan memegang kedua lengan Sara.

"Sara. Let me be your shadow" ucapnya.
Sara terheran. "Sha, shadow?"
"Pardon me?"
"Yes Sara. Biarkan aku menjadi bayanganmu. Aku mengikutimu kemanapun kau melangkah, meskipun kau tak selalu melihat aku. Namun ketika kau bercermin, aku ada. Kau baru menyadari, aku disana sepanjang waktu. Mengikutimu, berjalan bersamamu."

Sara tertunduk lesu. Ia melemparkan senyum tipis kepada Sean.

"I just, don't know" jawab Sara.
Ia bergumul dengan perasaannya, dengan lelaki di hadapannya yang begitu baik. Ia sangat mengerti bahwa Sean memang selalu ada untuknya. Tapi disisi lain Sean memiliki tunangan, hal itu yang tidak ia sadari.
Ia harus belajar mengontrol dirinya.
Begitu pula Sean.
Terlepas dari semua itu, wanita semacam Sara.
Ia tidak memerlukan apapun kecuali lelaki seperti Sean.
Yang selalu hadir untuknya. Mengerti apa kebutuhannya, yang bisa mendengar keluh kesahnya.
Karena wanita seperti Sara, hanya butuh di dengar, hanya butuh di cintai.

Mereka saling menyayangi satu sama lain, mereka selalu bersama. Namun status mereka dengan pasangan mereka masing masing, membuat hubungan mereka abu abu. Tak ada arahnya.
Tak pernah berhenti. Tak ada ujungnya.
Hanya akan selalu, selalu.
Berujung sebagai, friends with bennefits.

Friends With BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang