Leaving

2.9K 57 17
                                    

Sara membelalakan matanya untuk saling bertabrakan dengan sinar matahari sehingga kembali menyapa pagi. Ia tak lagi mau tahu dengan urusannya dengan Ben. Berakhir. Ia akan berhenti menyakiti diri sendiri dan begitupun Sean.

Ia tak bisa hadir terus-terusan di kehidupan Sean yang memiliki tunangan itu.

Ditatapnya lelaki manis di sebelahnya itu dengan sedikit senyuman, mengamati anugerah Tuhan yang selama ini menemani hari hari kelamnya.

Menyingkirkan anak anak rambut yang menutupi dahi pria itu, mengusap lengannya yang hangat. 

Nyaman, ketika dua kulit saling bergesekan. Sean tersenyum dalam tidurnya sambil memeluk guling. Tangan kanannya terus-terusan menggengam tangan Sara, dan jemarinya berada di sisi sisi jari Sara, berdiam disana.

"Good morning" ucap pria itu sambil tersenyum manis ke arah Sara.

"Hai. Mau makan apa An?"
"Aku mau delivery order makanan nih" tawar Sara.

Sean mengusap air mata yang tertinggal di pelupuk matanya sembari menguap.
Ia memutar tubuhnya, tangannya menggerayangi kasur.
"Woah jam berapa ini? Aku harus pergi" ucap Sean tiba tiba.
" Ada apa? Ya, sebenarnya aku juga tidak bisa berlama-lama disini" jawab Sara.

" Tunanganku sepertinya mencariku. Hari ini hari jadi kami, anniversary terakhir sebelum pernikahan" jelas Sean.

" Oh, kalau begitu you will leaving now?" Tanya Sara.
" I think so" jawab Sean sambil beranjak dari kasur dan mengemasi barang barangnya.

"Terimakasih ya" ucap Sara kepada Sean.
"Untuk apa?" Sean kebingungan.

"Iya, setelah menemani aku di hari hari terberatku, se akan akan kamu pahlawan yang membangkitkan aku di saat saat terpuruk, sekarang kamu pergi"

" Aku melepaskanmu Sean, untuk selamanya.  Berbahagialah dengan kehidupanmu, dengan wanita yang kau cintai"

" Jangan pernah menggunakan wanita sebagai tempat pemuas nafsu mu ya karena itu menyakitkan"

Sara tersenyum kemudian ia mengemasi pula barangnya.

Belum sempat terucap sepatah kata pun dari Sean, Sara berjalan melangkah keluar dan menutup pintu dengan sangat perlahan.

Ia benar benar keluar dari sana. Ruang gelap itu. Meninggalkan semuanya dalam kenangan.

Ia menangis didepan kemudi dan wiper yang berayun di tengah hujan lebat di ibukota.
Ia mengarahkan kemudinya seingin hatinya mengemudi, tidak ada tujuan.
Bukan lagi Sara yang bersedih karena kemudian ia sadar ia telah keluar dari zona yang menyedihkan itu.

Berada di antara kekasih yang menyebalkan dan, hmm apa namanya, Friends with bennefits?

No. Friends with bennefits seharusnya tidak pernah menggunakan perasaan, bukan?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Friends With BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang