"Kak, menurut Kakak, aku ini gampang ketebak, ya?"
"Mh-hm, iya."
"Terus... ketahuan banget nggak kalau aku ini suka pada Joe?"
"Hmm, ya, ketahuan."
Setelah kakakku menjawab seperti itu, aku langsung melempar bantal yang sedang kupegang padanya, yang ditangkisnya dengan sempurna.
Kak Erena membalikkan pandangannya dari laptop ke arahku. "Ya terus kenapa? Emang ada yang terjadi?"
"...Temanku yang baru kenal saja langsung tahu kalau aku suka pada Joe."
"Ya, memang segampang itu kamu kelihatannya," Kak Erena menjawab sambil tetap mengetik di laptopnya, "Makanya aku heran, kok si Joe bisa nggak peka sama sekali, padahal udah kelihatan jelas banget."
Aku juga nggak tahu kenapa.
Mungkin begitu memang ya, hukum alamnya. Orang lain bisa lihat betapa kamu menyukai seseorang, tapi si seseorang ini nggak bakal sadar sampai kamu sendiri yang ngomong.
"Kan dia juga suka kamu, makanya dia nggak berani memastikan kalau kau suka dia apa tidak," ucap Kak Erena lagi, mengundang lemparan bantal kedua dariku.
Bantal ketiga kugunakan untuk menutupi wajahku yang memerah sangat. "A-aku nggak tahu kalo soal itu! Kak Erena jangan sok tahu, deh!"
"Ya serah sih, tapi bisa kan nggak usah lempar bantal?!" Kak Erena melempar bantal sekuat tenaga, tidak mengenaiku, tapi mengenai gelas yang kutaruh di dekatku.
"AH! Gelas kesayanganku!!" Aku buru-buru bangkit dari wadah pembaringanku dan mengambil mug yang kosong itu, isinya sudah keluar akibat terlempar barusan.
Kak Erena menghela napas, dan menggumam, "Aku yang jarang lihat kalian aja bisa tahu, kok. Apalagi yang bisa lihat dari dekat. Gimana, sih."
Ngomong-ngomong, aku jadi penasaran sama anak baru itu.
Kok bisa, anak cantik yang kelihatannya kurus itu jadi pengawal? Pengawal orang penting, pula.
Apa jangan-jangan, dia agen rahasia yang menyamar jadi pengawal? Karena ada yang mengincar nyawa Joe?
Wah, itu berbahaya sekali!
Aaah, aku penasaran! Tapi nggak berani tanya!
"...Ini anak ngapain lagi coba di pojok sana," gumam Kak Erena sebal saat melihatku sedang menggaruk-garuk kepalaku dengan menggunakan mug.
Siapa sih, sebenarnya dia?!
Aku ingin tahu, aaah!
* * *
Bagiku, siang hari itu waktu yang cukup menyebalkan.
Aku sudah pergi ke sekolah. Tapi harus tetap belajar privat tentang tata negara, sejarah, budaya, begitulah.
Tapi mau bagaimana lagi, ini kewajibanku. Mau tidak mau harus kulakukan.
Tapi hari ini, rasanya menyebalkan sekali.
Ngapain sih dia harus duduk di sana?!
Memang sih, Indah bilang dia nggak bakal ganggu aku belajar, tapi nggak perlu kan dia berpura-pura jadi patung di pojok ruangan sana?! Biarpun aku nggak bisa lihat kamu, tapi kan aku tau kamu itu ada!
Ctak!
Baru saja aku meleng sedikit, guruku sudah menggunakan ujung tongkatnya untuk memukul mejaku.
"Dengan segala hormat, Pangeran, saat sedang belajar dengan saya, tolong pandangannya ke arah sini," ucap guruku, Sir Zach, dengan tatapan tajam yang seakan-akan siap menusukku kapan saja.
YOU ARE READING
Revenger Attack (Remake)
FantasyKau mau tahu sesuatu? Segala hal yang diatasnamakan dendam, tidak akan pernah berakhir baik. Bahkan jika kau berhasil, untuk membalas dendam, walau kau benar, walau mereka salah, semua itu takkan ada artinya. Kau harus percaya padaku, aku yang salah...