Mencari Ara

39 0 0
                                    

Seseorang bisa datang dan pergi kapan saja, di mana saja dan dengan cara seperti apa. Kadang kita terlalu hanyut dalam kebersamaan sehingga tak menyiapkan bagaimana caranya agar tak terlalu kehilangan, ketika orang yang disayangi memutuskan untuk pergi. Mungkin inilah kenapa akhirnya banyak dari kita merasakan sakit yang mendalam lantaran lupa menyiapkan diri untuk menikmati perpisahan.
Pagi ini begitu syahdu. Suara takbir masih menggema dari pengeras suara dari Masjid-masjid sekitar rumah. Suara renyah anak-anak terdengar syahdu, entah bagaimana mampu menghipnotis bagi yang mendengarnya untuk segera mungkin mengikuti alunan takbir. Sedangkan dalam pikiran ini, di dalam ruangan yang entah sejak kapan diharumi oleh bebauan kertas yang sudah mulai menua dan diselimuti oleh debu namun sungguh enak untuk dinikmati. Wangi kopi yang tak mau kalah pun setiap harinya selalu hadir dalam ruangan yang tak begitu luas ini. Laptop selalu menyala untuk kembali mencatat setiap peristiwa yang terjadi di masa setalah kemerdekaan bangsa ini diproklamirkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta.
"Bos udah nanyain naskah-naskah dari bulan April sampe Mei tahun 1948", pesan yang sangat tak tepat datangnya. Menjelang hari raya kurban dan juga berada di akhir pekan seperti ini rupanya masih saja ada yang perlu dikerjakan. Belum lagi ada hal yang sangat mengganjal dalam pikiran ini yang telah hadir dalam beberapa hari terakhir.
Buku-buku berjejer tersusun berantakan. Jika biasanya tersusun rapih maka berbeda dengan yang terjadi dalam ruangan ini. Buku yang selalu berantakan, entah sudah berapa kali dirapikan oleh sesosok Ibu yang sangat putih hatinya yang selalu berkata "buku sama kertasnya ya dirapikan biar nyamuk-nyamuk gak bersarang di kamar mu", dan kalimat itu selalu gue balas dengan singkat dan padat "iya bu", namun pada akhirnya hal ini selalu terjadi dan berulang kali hingga akhirnya gue menyadari hati seorang ibu tak akan pernah lelah untuk mengingatkan anaknya agar menjadi lebih baik lagi.
Sore itu setelah membuat kopi dengan rumus satu sendok makan kopi dipadukan dengan sedikit gula dan satu gelas air mineral yang baru dimasak aromanya sangat mencolok di dalam hidung. Lelah menyalin naskah lama akhirnya memutuskan untuk segera mampir dalam dunia lain untuk menikmati cerita-cerita yang enak dibaca, ringan dan menyembunyikan makna mendalam. Tulisan bukanlah sekedar jejeran huruf yang tersusun sehingga menciptakan banyak kalimat dan makna, namun mereka akan terasa hidup jika dituliskan dengan kejujuran dan kegelisahan yang mendalam. Maka banyak dari para pembaca yang mengalami rasa kedekatan dengan penulisnya atau bahkan bisa saja merasakan jatuh cinta. Jika dipikirkan mungkin akan terasa aneh, namun hal tersebut kerap kali terjadi kepada beberapa orang.
Jatuh cinta dengan penulis, yang bahkan melihat senyum manisnya saja tak pernah tapi kenapa bisa terjadi? Entahlah. Perkembangan teknologi komunikasi pada saat ini telah banyak mengubah pola hidup manusia. Marshal McLuhan bahkan telah memprediksi bahwa pola komunikasi manusia menjadi semakin meluas dan serempak sehingga dunia menjadi semacam "desa besar"/ global village.
Perkataan McLuhan tentulah benar dengan apa yang terjadi belakangan ini. Gue yang belakangan ini gemar membaca cerita di forum-forum menulis rasanya memiliki kedekatan dengan apa yang dialami oleh si penulisnya. Tulisan yang dibuat dengan secara baik akan menimbulkan efek tersendiri bagi para pembacanya, entah tersenyum, tertawa, bersedih hati atau bahkan menangis kerap kali terjadi.
Lantas gue kembali teringat dengan Ernest G. Bormann, baginya manusia adalah homo narrans, yaitu mahluk yang saling bertukar cerita atau narasi untuk menggambarkan pengalaman dan realitas sosialnya. Akhirnya diri gue kembali tenggelam pada masa kuliah dan mengingat kembali bagaimana Bormann menjelaskan Teori Konvergensi Simbolik miliknya. Manusia akan secara kolektif membangun kesadaran bersama melalui proses pertukaran pesan. Kesadaran simbolik yang terbangun dalam proses tersebut kemudian menyediakan semacam makna, emosi, dan motif untuk bertindak bagi orang-orang atau kumpulan orang yang terlibat di dalamnya.
Dan pada era sekarang gue sadar untuk membangun kesadaran bersama tidak perlu bertatap langsung tetapi bisa juga dilakukan dengan membuat tulisan-tulisan yang berfokus pada tema tertentu yang disebar luaskan melalui internet. Tulisan tersebut sendiri akan sampai kepada para pembacanya sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kesadaran bersama.
Kopi yang baru saja gue buat tak terasa semakin mendingin. Aroma kopinya sudah banyak menghilang. Rasanya sudah tak seperti baru dibuat. Banyak yang mengatakan bahwa minum kopi paling enak saat airnya masih panas, jelas itu adalah kebenaran yang tak bisa gue tolak.
Layar laptop berganti ke layar handphone. Naskah koran lama macam Sin Po, Berita Indonesia, Harian Rakjat dan masih banyak lainnya kini berubah dengan pilihan-pilihan cerita yang ringan dan enak dibaca. Pikiran gue melayang kembali ke masa KKN, ketika menemukan sebuah tulisan yang menceritakan hal tersebut. KKN gue lewati dengan bercengkrama dengan banyak anak-anak. Salah satunya bernama Imam. Bocah kecil yang pendiam, duduk dibangku paling belakang dan lebih banyak diam dibandingkan dengan teman-temannya. Dibalik sosoknya tersebut ternyata menyimpan kecerdasan yang sangat menonjol dibanding dengan teman sekelasnya. Rasa malunya hilang ketika gue dan temen gue yang lainnya melontarkan pertanyaan atau memberikan soal di papan tulis. Dengan percaya diri dia berani menjawab dan jawabannya selalu benar. Tuhan selalu memberikan cerita kepada makhluknya. Imam tak pernah keluar kelas ketika istirahat atau jarang ke kantin untuk membeli sesuatu. Gue nanya ke dia kenapa seperti itu. "Aku gak punya uang jajan kak", dia jawabnya dengan ringan dan diakhiri dengan senyuman. Dan sejak saat itu gue sadar banyak hal yang harus disyukuri termasuk keterbatasan yang kita miliki.
Sekarang kembali gue sadar, apa yang dinyanyiin sama Bang Haji Rhoma Irama si raja dangdut. Kalu sudah tiada baru terasa bahwa kehadirannya sungguh berharga. Kepada McLuhan juga gue percaya kalau pada era sekarang tak perlu lagi bertatap muka dalam berkomunikasi. Dan gue juga percaya dengan Bormann bahwa setiap kisah yang memiliki kesamaan dengan orang di dalamnya akan menimbulkan berbagai macam perasaan yang ditimbulkan.
Ara seorang gadis yang tulus dan memiliki hati yang lembut kini telah pergi dari kehidupan gue. Rasa sesak di dada karena kamar dipenuhi dengan kertas-kertas dan tumpukan buku tak ada apa-apanya dibanding dengan rasa ditinggalkannya.
Rasa sayang memang bisa tumbuh kapan saja dan di mana saja. Begitupun dengan perpisahan, bisa kapan saja dan di mana saja. Secangkir kopi telah habis. Meminum kopi memang tak seperti meminum minuman lainnya. Iya perlu dinikmati setiap kecapannya. Rasanya pada sentuhan pertama dengan mulut sungguhlah kenikmatan luar biasa. Ara pun telah menghilang, namun rasanya masih ada dalam mulut dan meninggalkan ingatan yang manis. Seperti secangkir kopi buatannya. Di malam itu, saat gue bertemu dengannya. Di alam mimpi.

le coup de foudreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang