Mimpi Mutiara

13 0 0
                                    

Bergejolak, Republik ini sama seperti hati gue yang sedang bergejolak. Tindakan rasisme yang dialami oleh para mahasiswa asal Papua di beberapa kota di pulau Jawa tentulah sangat menyakitkan hati mereka. Akhirnya permasalahan ini pun mendapat reaksi keras di tanah Papua. Mereka beramai-ramai turun ke jalan menolak, melawan dan menunjukkan sikap mereka kepada dunia bahwa mereka bisa bergerak dan menentukan nasib mereka sendiri sebagai bangsa negara. Setalah sekian lama tanah mereka dikeruk oleh penguasa di Jakarta, warga Papua terus menyuarakan kemerdekaannya melalui jalan diskusi ataupun cara-cara ilegal dengan mengangkat senjata.
Permasalahan rasialisme yang dialami mahasiswa Papua di beberapa kota ini malah justru membuat gua tertarik untuk mengetahui perjuangan rakyat Papua dalam memerdekakan daerah mereka dari Indonesia. Mungkin sebagian besar masyarakat kita menolak gerakan perjuangan mereka untuk keluar dari NKRI, tapi ketika mengetahui penderitaan dan kekerasan yang rakyat Papua alami gue rasa kita semua harus berpikir bahwa yang terbaik untuk mereka agar terhindar dari penderitaan dan kekerasan ya memerdekakan diri.
Meski diotak gua sekarang memikirkan permasalahan rakyat Papua tapi kenangan tentang Ara masihlah mendominasi. Dia udah jarang online di semua akun sosial medianya. Jarang lagi bikin story. Kenapa gua tau, ya karena gua bikin akun fake. Akun-akun sosial media gua sudah dia block semuanya.
Kembali ke permasalahan Papua, akhirnya gua memutuskan mencari laporan tentang pelanggaran HAM yang terjadi di sana. Salah satunya ialah yang dikeluarkan oleh lembaga Amnesty Internasional Indonesia. Dari sana gua mengetahui beberapa hal besar yang sulit diterima terkait kekerasan yang dialami oleh rakyat Papua yang pelakunya sendiri adalah dari pihak berwenang Indonesia.
Menurut Laporan Amnesty Internasional Indonesia, ada 69 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum yang terjadi di Papua dalam rentang waktu dari Januari 2010 sampai bulan Februari 2018. Dengan jumlah korban 95 jiwa. Dalam 34 kasus para tersangka berasal dari kepolisian, dalam 23 kasus para tersangka dari militer, dan dalam 11 kasus kedus aparat keamanan tersebut diduga terlibat bersama-sama. Sebagian korban berjumlah 85 orang adalah warga etnis Papua. Melihat laporan tersebut gua pun tercengang dengan apa yang terjadi di sana. Mengingat banyak sekali sumberdaya alam Papua yang dikuras habis demi kepentingan para pejabat dan pengusaha negeri ini.
Sejarah Papua sendiri baru masuk dalam pangkuan NKRI pada tahun 1969. Semenjak Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1962, wilayah Papua tetap menjadi daerah koloni pemerintahan Belanda. Baru pada tahun 1963, kekuasaan de facto atas Papua dialihkan ke Indonesia sambil menunggu referendum untuk menentukan status politik wilayah ini yang diadakan pada tahun 1969. Akhirnya para tahun 1969 barulah pemerintah Indonesia mengadakan referendum bernama Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) di bawah pengawasan PBB. Majelis Umum PBB menyetujui integrasi Papua ke Indonesia pada 19 November 1969.
Dari perjuangan rakyat Papua untuk merdeka dari NKRI, tokoh yang paling menonjol adalah sosok Filep Karma. Gue men-download bukunya yang berjudul "Seakan Kitorang Setengah Binatang". Dalam sejarahnya, setelah kekuasaan Soeharto tumbang, beberapa bulan kemudian Filep Karma mengibarkan bendera Bintang Kejora di atas menara air di sekitar pelabuhan Biak pada 2 Juli 1998. Pada 6 Juli 1998, operasi gabungan Brimob dan tentara menembaki sekitar 200 orang yang menjaga bendera tersebut. Dalam catatan Komnas HAM setidaknya ada 40 korban jiwa meninggal dalam peristiwa tersebut, sebuah tindakan pembunuhan di luar hukum.
Dalam pengantar buku "Seakan Kitorang Setengah Binatang", Jim Elmsie menuliskan dalam pembantaian keji di Biak tersebut, seorang saksi selamat bernama Tineke Rumakabu memaparkan bahwa dirinya dan dua belas perempuan beserta anak gadis ditelanjangi, dipukul dan diperkosa oleh para tentara. Kesaksian tersebut ia sampaikan saat Pengadilan Warga tentang persitiwa Biak di Universitas Sydney pada 6 Juli 2003. Kesaksian tersebut pun didukung dengan laporan ditemukannya puluhan mayat dimutilasi terdampar di pantai Biak, termasuk penemuan seorang wanita telanjang tanpa kepala, pasca kejadian 6 Juli 1998 itu.
Kepala gua membacanya tiba-tiba pusing. Berat sekali rasanya menerima kekejian yang dialami rakyat Papua selama ini. Wajah gua menatap langit-langit kamar. Meresapi apa yang rakyat Papua rasakan selama ini. Kebencian dan kekecewaan mereka seakan selalu bertambah dengan segala ketidakadilan yang mereka alami di setiap waktunya.
***
Tanpa sadar gua sekarang sedang di sebuah ruangan berwarna ungu. Gua duduk memandangi seorang perempuan yang sedang merias wajahnya, namun mengenakan pakaian untuk tidur. Gua samperin tubuh indah tersebut. Dari cermin gua melihat ternyata itu adalah Ara. Senyum manisnya lalu menyambut kedatangan gua. Dengan reflek gua mengelus ubun-ubun nya, menyiuminya, dan tangan gua memijat dengan lembut kedua bahunya. Wangi tubuhnya tidak bisa gua gambarkan dengan kata-kata.
Wajahnya tiba-tiba mengadah ke wajah gua. Mata indahnya tak bisa lagi gua hindari. Softlens nya yang berwarna hijau muda daun anggur seakan memabukan gua untuk menyelaminya begitu dalam. Gua cium keningnya, dia tersenyum manis. Gua cium bibirnya yang tipis dia membalasnya dengan lembut. Lama bibir kami saling berpagutan dan terlepas dengan sendirinya. "I love you", dia menjawab "I love you more".
Dia bangkit dari kursinya, dan menuntun gua untuk menuju ranjang tidur. Kami berbaring bersebelahan. Mata kami tak lepas saling bertemu. Jemari kami saling menggenggam. Nafas kami semakin lama semakin mendekat. Hangat dan teratur. Dengan dorongan alami bibir kami pun saling bertemu. Memulainya dengan lembut. Saling memberi dan menerima.
Entah bagaimana jalannya, tubuhnya kini telah berada di atas tubuh gua. Tanpa sehelai benang pun. Kami sudah saling memasuki satu sama lain. Tubuhnya bergerak indah. Dua buah benda di dadanya berkeringat dan begitu indah untuk dinikmati. Kami pun terus saling memberi dan mengasihi. Sampai pada akhirnya selesai dengan sebuah senyuman indah dari dirinya.
***
Gua tersadar dan terbangun. Dengan kertas-kertas berserakan di sekitar tubuh gua. Gua tersadar yang terjadi barusan adalah hanya sebuah mimpi. Rasa rindu terhadap Ara tak bisa hilang begitu saja. Meski pikiran gua sedang berkecamuk dengan permasalahan di Papua, gua sadar Ara masih selalu ada dalam pikiran dan hati gua. Yang bisa gua lakukan sekarang adalah membuka HP, membuka pesan-pesan yang kami kirim satu sama lain selama ini. Membacanya ada rasa manis dan tentunya getir. Karena Ara sudah semakin jauh meninggalkan gua saat ini. Ara kembalilah.

le coup de foudreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang