Tell me why you gotta look at me that way
You know what it does to me— goodnight n go, Ariana Grande
Hujan.
Agesa mempercepat laju motornya sampai menyentuh angka tujuh puluh kilometer per jam. Tetesan air menerpa berbagai sisi tubuhnya. Basah kuyup. Agesa bisa merasakan jersey basketnya menempel sempurna di kulit. Kebodohan lain yang ia lakukan setelah memilih motor sebagai alat transportasi. Harusnya ia turuti saja kata Mama untuk menggunakan mobil. Toh, waktu itu tidak ada tanda-tanda akan hujan. Agesa santai saja membawa motor sport tanpa mengenakan jaket seperti biasa. Hanya bermodal jersey dan celana di atas lutut. Latihan basket di sekolah sebentar, lantas menuju pemberhentian selanjutnya: rumah Shahila.
Hari ini, sesuai janji, mereka akan mengejar progres kerja kelompok fisika yang sempat mandek. Besok ada asistensi satu kali. Minimal mereka harus menyetor draf laporan pada Miss Mala untuk dilihat dan dikoreksi. Sementara mereka baru selesai melakukan praktikum dan mencatat hasil pengamatan di sela-sela kesibukan masing-masing. Agesa dengan ekskul basket, Shahila dengan urusan konseling, dan Shiki dengan persiapan acara pengukuhan anggota baru pramuka yang sebentar lagi akan dilakukan. Semua sibuk. Baru hari ini mereka bertiga bisa meluangkan waktu dua jam pada sore hari untuk mengejar progres.
Harusnya begitu. Namun, tiba-tiba, Shiki men-chat tepat saat Agesa kembali dari masjid usai salat jumat. Ponselnya bergetar halus, menandakan ada pesan yang masuk. Agesa yang baru melepas baju koko langsung meraih ponsel di atas nakas. Nama Shiki terpampang di layar berikut preview pesan yang dikirim via WhatsApp. Agesa menggigil, merasakan hawa dingin AC yang diset terlalu rendah menerpa punggung telanjangnya saat membuka pesan dari Shiki.
"Aku diseret paksa buat ikut ke Bali. Ada acara keluarga dadakan. Maaf aku nggak bisa ikut ngerjain tugas kelompok bareng kalian sore ini. Nanti kutebus pas hari-H. Aku yang presentasi."
Agesa ternganga. Dengan cepat diketiknya balasan. "Astaga! Harusnya cek jadwalmu dulu. Yang minta ngebut tugas hari ini siapa, yang nggak bisa hadir siapa." Cowok itu gusar sendiri. Agesa mengacak kasar rambutnya, mulai merasakan mood-nya perlahan jatuh.
Balasan dari Shiki tiba kurang dari semenit. "Mendadak. Aku udah bilang hari ini urgent karena kudu ngejar tugas bareng kalian. Tapi Kaa-san nggak mau tau. Papa dukung Kaa-san. Dua lawan satu. Aku nggak bisa berkutik."
Agesa menghela napas, lemas sendiri. Cowok itu mengempaskan tubuh ke kasur, berlama-lama menatap layar ponsel yang masih menampilkan room chat antara dirinya dengan Shiki. Dengan setengah hati, Agesa membalas pesan Shiki, memberikan doa semoga sahabatnya itu sampai dengan selamat ke tujuan. Tanpa memastikan apakah pesan itu sudah dibaca yang bersangkutan atau belum, Agesa menarik laci nakas di samping ranjang, memasukkan ponselnya dengan gerakan lunglai. Tidak bergairah sama sekali melakukan aktivitas setelahnya. Ingin rasanya bolos latihan basket, tapi sayang rasanya. Momen berinteraksi langsung dengan pujaan hati sebisa mungkin tidak boleh dilewatkan. Berbekal motivasi itu, Agesa beranjak ke kamar mandi, membersihkan diri lebih lama dari biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving Unfairness [END]
Ficção Adolescente[Teen Fiction] Ganteng. Sex appeal menggoda. Jago main basket. Cerdas. Empat hal yang membuat Agesa menjadi salah satu most wanted SMA Nusa Garuda. Di balik itu semua, Agesa sadar, ia berbeda dari laki-laki normal umumnya. Ia gay. Hal yang membuat d...