Pengerahan Prajurit.

445 17 0
                                    


Sebilah keris tergenggam erat ditangan kiri, sementara sorot matanya tertuju pada ribuan prajurit Majapahit yang sedang berbaris, semuanya sudah siap, dan cuma menunggu perintah darinya

" bhra Narapati "

" sendiko pangeran "

" kita bergerak dulu di sepanjang pantai Utara "

" mohon ampun pangeran "

" ada apa ? "

" anda dengan sebagian prajurit langsung ke Tumapel, sementara sebagian prajurit yang lain akan saya pimpin menyerang pantai utara "

" apa paman yakin dengan memecah kekuatan ? "

" sangat yakin pangeran "

" baiklah kalau begitu, kita bergerak "

" sendiko yang mulia "

Manggala Wardhana menuruti apa yang bhra Narapati katakan, dia tidak ragu sedikitpun pada setiap ucapan orang tersebut.

Dengan memecah kekuatan, Manggala Wardhana sangat yakin, jika kekuatan yang dimiliki oleh bhre Wirabhumi masih dibawah Majapahit.

Serangan ini sebenarnya sudah direncanakan jauh jauh hari, bahkan saat gusti ratu Kusuma Wardhani masih hidup, namun ikatan keluarga, membuat serangan ini urung dilaksanakan.

Kini setelah gusti Kusuma Wardhani telah tiada, maka tidak ada rasa sungkan yang menggelayuti perasaan gusti prabhu Wikrama Wardhana.

Serangan harus dilakukan untuk orang yang dianggap membangkang bagi Majapahit.

Bagi Manggala Wardhana, ini adalah ujian yang harus dia lewati sebelum duduk di singgasana Majapahit.

Karena satu satunya penghalang adalah bhre Wirabhumi, putra prabhu Hayam Wuruk dari selir, dan itu sama juga dengan dirinya.

Gelombang keberangkatan terpecah menjadi dua, para prajurit yang dipimpin bhre Tumapel langsung menuju Tumapel, sementara para prajurit yang dipimpin bhra Narapati bergerak melewati sungai berantas.

Panji bersama rombongan prajurit yang melewati sungai berantas, berarti ikut kelompok prajurit penyerangan.

Bagi Panji ini adalah peperangan pertama baginya, sehingga dia tidak tahu bagaimana gambaran perang itu sesungguhnya.

Ingin rasanya mengorek sedikit informasi tentang perang pada Mahesa ranu yang berdiri tidak jauh dari tempatnya, namun dia urungkan niat itu.

Tapi gelagat yang Panji perlihatkan, berhasil memancing Mahesa ranu untuk mendekatinya.

" apa yang kau pikirkan ? "

" perang "

Mahesa ranu menatap Panji dengan rasa heran, Panji yang tidak kenal rasa takut, kenapa kini terlihat cemas.

" kalau aku bilang takut, aku tidak percaya kalau kamu takut, tapi perilakumu seperti orang yang sedang cemas "

" aku tidak pernah merasakan perang "

" membunuh atau dibunuh, cuma itu hukumnya "

" terdengar kejam "

" memang itulah kenyataannya "

Bertarung dengan beberapa orang, mungkin hal yang pernah Panji alami, tapi perang melibatkan ribuan prajurit, sangat berbeda dengan pertarungan.

" sehebat apapun kesaktian yang kamu miliki, itu semua tidak bisa kau andalkan didalam pertempuran, yang paling menentukan adalah pedang ditangan, jangan sampai lepas dari tanganmu, karena semuanya terjadi cuma dalam hitungan jari tangan kananmu "

Ucapan Mahesa ranu tersebut, Panji ingat baik baik, bahwa dalam pertempuran, yang cepat bergerak yang bisa menentukan kemenangan.

Ksatria Majapahit 2 Bhre Tumapel.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang