Kim Mingyu bukannya asing dengan apa yang di namakan pekerjaan hanya saja ia baru saja resmi menjadi seorang karyawan magang tiga Minggu lalu sudah di berikan setumpuk tugas yang seharusnya di kerjakan oleh rekan kerjanya yang mengambil cuti sakit. Mingyu sebenarnya tidak mau mengeluh tentang pekerjaan toh ia mendapatkan gaji lebih setelah menyelesaikan laporan ini hanya saja atasannya yang ia panggil dengan nama Jeon Sunbae tidak bisa di katakan ramah.
Pria itu sepertinya enggan berurusan dengan Mingyu entah apa tugasnya bahkan pagi ini saat Mingyu di berikan setumpuk pekerjaan perintah itu di sampaikan lewat sekretaris pria itu yang Mingyu ingat bernama Song Seungwan. Setelah itu Mingyu tidak bisa untuk tidak berpikir apa yang salah darinya? Jika pria itu tidak nyaman dengan penampilannya yang sedikit berbeda–Mingyu tidak keberatan kembali memotong rambutnya menjadi lebih pendek hanya agar mendapatkan sedikit atensi dari atasannya yang terkenal tegas dan perfeksionis itu.
Jika boleh jujur sebenarnya Mingyu merasa sedikit tertarik dengan penampakan pria bernama asli Jeon Wonwoo itu. Saat ia pertama kali menginjakkan kaki di gedung itu tanpa sengaja ia berpapasan dengan seorang pria dengan pakaian rapi dan memiliki karisma yang cukup mengundang Mingyu itu untuk terus menatapnya lewat pantulan dinding lift. Hanya saja setelah kenal lebih jauh Mingyu tahu bahwa ia memiliki sedikit kemungkinan untuk dekat dengan pria itu karena pria itu sepertinya tidak pernah mengharapkan kehadiran Mingyu.
Mingyu pikir atasannya adalah tipe orang yang dingin kepada orang-orang yang baru di kenalnya dan akan bersikap lebih baik andai saja Mingyu mendekatinya perlahan-lahan. Bukan sebagai penjilat yang biasanya mereka lakukan untuk mendapatkan kenaikan gaji atau pangkat tapi lebih kepada teman–beberapa kali Mingyu pernah menyapanya saat berpapasan, menawarkan minuman saat pria itu memasuki pantry atau menawarkan bantuan saat sekertarisnya itu absen. Tapi sebaik apapun Mingyu berusaha bersikap tidak ada yang berubah dari sikap Wonwoo padanya.
Saat ada kesempatan Mingyu pernah bertanya kepada salah satu rekannya bernama Hanbin saat mereka memilih menikmati segelas kopi di jam makan siang alih-alih memesan sekotak bento dari restoran di ujung jalan. Sayangnya Hanbin tidak bisa memberikan jawaban yang Mingyu inginkan–pria itu malah berbalik bertanya mengapa Hanbin merasa begitu penasaran dengan atasan mereka itu dan Mingyu hanya bisa menggelengkan kepala untuk mengakhiri percakapan tentang Mingyu. Kesempatan itu di gunakan Hanbin untuk mengundang Mingyu makan malam.
“Aku akan mengadakan pesta kecil-kecilan sebagai perayaan atas kehamilan Lisa. Jika kau berkenan datanglah dan nikmati masakan istriku yang tiada tara.”
Tapi Mingyu merasa tidak sedekat itu dengan Hanbin hingga menerima tawaran makan malam dari pria tinggi itu. Mingyu juga merasa bahwa dirinya tidak bisa menolak undangan Hanbin begitu saja–jadi ia hanya menggeleng dan berkata. “Aku harus menemui Eomma-ku sepulang kerja nanti. Maafkan aku–mungkin lain kali. Aku hanya akan mendoakan yang terbaik untuk kesehatan istrimu dan janinnya serta kebahagiaan untuk keluarga kecilmu.”
Hanbin memicingkan alisnya. “Kau anak Eomma ya?”
“Sepertinya Eomma berniat memperkenalkan seorang gadis lain kepadaku,” jawab Mingyu seadanya. “Tapi sebanyak apapun Eomma mencoba mungkin saja tidak akan berhasil.”
Hanbin menurunkan sedikit gelasnya. “Mengapa? Apa mereka kurang cantik darimu atau mereka sama sekali bukan seleramu?”
Mingyu menggeleng. “Ah sudahlah membicarakan soal perjodohan akan membuat mood-ku turun. Aku tidak ingin Jeon Sunbae marah-marah karena laporanku kurang memuaskan. Ngomong-ngomong mungkin jika masih ada kesempatan aku akan mampir ke rumahmu.”
“Datanglah. Wonwoo juga pasti akan datang.”
Mendengar itu entah mengapa ada sedikit harapan yang muncul dalam benak Mingyu bahwa ia dan Wonwoo bisa memiliki hubungan yang lebih baik dari sekedar karyawan baru dan atasan yang kurang ramah. Mungkin saja makan malam yang di adakan Hanbin bisa menjadi gerbang agar Mingyu bisa mendapatkan sedikit keramahan dari pria itu. Mingyu yakin ia dapat memiliki banyak waktu untuk berbincang dengan Wonwoo dan menjadi sedikit akrab layaknya rekan kerja pada umumnya. Jadi setelah jam istirahat habis–Mingyu menelpon ibunya untuk membatalkan makan malam yang akan di temani dengan perjodohan itu.
“Padahal Eomma sudah menemukan seorang gadis yang mungkin akan membuatmu menerima perjodohan Eomma,” suara wanita itu terdengar kecewa dari ujung telepon dan membuat Mingyu sedikit merasa bersalah karenanya. “Baiklah apa boleh buat jika kau harus menghadiri acara kantor. Eomma akan mengundurkan jadwalnya tapi setelah ini pastikan kau memilki waktu untuk hadir Mingyu-ssi.”
Mingyu memutar kursi kerjanya. “Eomma bisakah kau berhenti membuat sebuah perjodohan? Aku sudah besar dan aku bisa menentukan pilihanku sendiri.”
“Ah sebesar apapun seorang anak dia masih akan selalu terlihat seperti seorang bayi di mata setiap orang tua.”
Mingyu tidak bisa untuk tidak mengumpat di dalam hati. Takdirnya sebagai seorang anak bungsu dari empat bersaudara membuatnya masih di anggap anak kecil di usianya yang telah menginjak dua puluh lima tahun itu. Bahkan ketika Mingyu memutuskan untuk tinggal sendiri dan mencari pekerjaan baru yang dekat dengan apartemennya ibunya sempat melarang dan memintanya untuk berkerja saja di toko bunga milik wanita itu daripada tinggal jauh dari keluarga. Mingyu pikir itu tidak adil–ketiga kakaknya yang semuanya merupakan laki-laki saja sudah tinggal di tempat yang cukup jauh dari Anyang. Mingyu menjadi satu-satunya anak yang masih di anggap bayi di keluarganya.
“Tapi Eomma tidak harus mencarikanku pasangan–aku bisa mencarinya sendiri,” Mingyu mengeluh. “Eomma berhenti mengundang gadis-gadis itu ke rumah karena aku tidak akan tertarik.”
“Selama kau belum membawa seorang gadis untuk di perkenalkan kepada Eomma–jangan harap Eomma akan berhenti membuat perjodohan,” jawab sang ibu. “Ingat Mingyu umurmu sudah hampir menginjak kepala tiga. Sudah saatnya kau mencari seorang wanita untuk memulai hubungan lebih serius. Lihatlah kakak-kakakmu sudah menemukan pasangan mereka.”
“Coba saja Eomma membiarkanku tinggal di tempat yang jauh dari Seoul,” gumam Mingyu pelan hampir seperti sebuah bisikan yang hanya bisa di dengar sendiri. “Eomma sudah dulu ya–waktu istirahatku sudah habis. Aku harus kembali bekerja.”
Bersama dengan itu Jeon Wonwoo keluar dari ruangannya bersama dengan Hanbin dan sempat berpandangan dengan Mingyu lewat pembatas kubikel. Nyatanya pria itu hanya menghampiri Mingyu untuk menanyakan laporan dan sedikit menegurnya karena bertelepon di waktu kerja. Setelah menunduk dan mengungkapkan kata maaf Mingyu berjanji akan mengirim berkas laporan tiga puluh menit lagi ke ruangan pria itu–setelahnya Wonwoo menghilang dari pandangan Mingyu dan Mingyu masih memandang kepergiannya dengan perasaan aneh. Mengapa ia harus peduli pada pria yang sama sekali tidak peduli padanya? Selama gajinya masih dapat di cairkan ia rasa tidak masalah jika memiliki atasan yang tidak ramah.
“Aku ingin normal kan?” Mingyu bermonolog kemudian kembali meraih ponselnya dan menekan nomor yang baru saja ia hubungi beberapa saat lalu. “Eomma acara kantornya di tunda hingga Minggu depan. Aku akan pulang ke rumah setelah menyelesaikan pekerjaanku.”
Mingyu memutuskan sambungan telepon dan meletakkan benda pipih itu di atas buku note berisikan jadwal kesehariannya. Pria itu bertopang dagu di depan layar komputer dan memainkan mouse di tangan kanannya. “Aku ini kenapa sih?” tanyanya pada diri sendiri.
Dan Mingyu menikmati waktu lemburnya.
.
.
.
.
.
To be continued..
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Unexpected | Meanie
Fanfiction[Completed] Kim Mingyu ingin tahu apa yang salah pada dirinya. Mengapa ia harus begitu peduli pada yang bukan urusannya? ⛔ Not suitable for those under 18, please take a caution Notes : FR031119 ©2019 Written by peach_cha