8 | First Point

1.3K 171 1
                                    

Jadi apa yang bisa aku lakukan untuk melewati ini?

Begitulah pertanyaan yang terputar berulang-ulang di dalam benaknya selama satu jam terakhir setelah berhasil menyelesaikan laporannya kepada atasannya–siapa lagi kalau bukan Jeon Wonwoo. Paginya memang di awali dengan pemikiran tidak berujung setelah mengingat percakapan terakhir mereka sebelum sosok Yuna menghilang di balik pagar rumah. Mingyu pikir saat mereka berdua sama-sama mengetahui bahwa Wonwoo sudah pernah menikah dan sekarang memiliki anak Yuna akan meminta Mingyu mencarikan pria lainnya tentunya yang masih lajang dan belum punya anak tapi semua itu di luar ekspektasi Mingyu. Karena sebelum sempat mengenal Wonwoo lebih jauh Yuna sudah lebih dulu jatuh cinta pada Minseo dan ia berharap bisa menjadi ibu kedua bagi anak itu. Mingyu benar-benar pusing di buatnya–bagaimana mungkin ia meminta Wonwoo untuk berkencan dengan Yuna?

“Mengapa aku harus mengurus kisah cintanya?” gumam Mingyu pada dirinya sendiri. “Dia mungkin bisa menemukan pria lain yang lebih baik dari Wonwoo Hyung.”

“Jadi menurutmu aku tidak baik?” pertanyaan itu membuat Mingyu tersentak dan segera menoleh ke luar kubikelnya. Di puncaknya ada kepala Wonwoo yang menyembul dan menatapnya dengan tatapan ingin tahu. Sejenak ia teringat pada kalimat terakhir yang ia ucapkan dan juga tentunya pemikiran-pemikiran lain yang kembali terputar di benaknya. Mingyu sadar betul apa yang tengah Wonwoo tanyakan–seharusnya ia bisa lebih mengontrol mulutnya untuk tidak membicarakan apapun soal Wonwoo. Tapi belum sempat Mingyu menjawab pertanyaan itu Wonwoo sudah lebih dulu berkata. “Mingyu apa ada yang mengganjal pikiranmu?"

“Ah itu,” Mingyu menggaruk tekuknya yang terasa tidak gatal. “Tentang pertemuan kemarin malam–aku—”

“Aku tidak keberatan jika aku mengatur jadwal temu lainnya” potong Wonwoo dengan intonasi suara yang membuat Mingyu membeku di tempat. “Hanya jika dia tidak keberatan dengan pria yang sudah memiliki anak.”

“Tidak Hyung,” ucap Mingyu dengan cepat. “Dia bahkan memintaku untuk membuat pertemuan kedua setelah aku mengatakan bahwa istrimu sudah meninggal dunia.”

Wonwoo menunjukkan senyumannya–terlihat sedikit terpaksa tapi Mingyu enggan berkomentar lebih. Pria bermata rubah itu menjawab. “Bukankah itu hal yang bagus? Aku akan membantumu untuk terbebas dari perjodohan ini tapi tidak semerta-merta begitu Mingyu.”

Mingyu mengerut keningnya. “Apa maksudnya itu Hyung?”

“Begini,” Wonwoo kemudian mengedarkan pandangannya pada sekitar–kebetulan sekali karyawan lain tidak ada di dalam kubikel mereka karena para karyawan itu pasti lebih memilih memakan makan siang mereka di kantin daripada di depan komputer apalagi jika terlihat seperti sedang bekerja sambil makan. “Anakku–yang aku lihat waktu itu–bukanlah darah dagingku. Aku menikah karena di jodohkan oleh orang tuaku dan aku tidak pernah menyentuhnya selama hidupnya karena aku tahu bahwa dia mengandung anak orang lain. Sekarang istriku ingin aku menemukan ayah kandung anaknya.”

“Tunggu sebentar Hyung,” Mingyu mengintrupsi. “Aku tidak mengerti mengapa istrimu bisa menyuruhmu untuk menemukan ayah kandung anakmu. Bukankah–maaf–dia sudah tidak ada?”

Wonwoo menghembuskan nafasnya berat. “Minseo itu dia indigo. Dia terus mengatakan bahwa dia berbicara dengan ibunya dan aku tidak pernah menghiraukannya tapi beberapa hari lalu aku terus menerus menemukan buku hariannya yang sudah aku simpan di gudang. Dia memintaku menemukan ayah kandung Minseo dan aku tidak tahu harus bagaimana.”

“Jadi?” Mingyu menggantung kalimatnya. “Kau akan mencari ayah anak itu, memberikan hak asuh Minseo padanya lalu menikah dengan Yuna dan hidup bahagia?”

Wonwoo terdiam sejenak. “Aku tidak berpikir hingga ke sana tapi garis besarnya seperti itu. Lebih tepatnya aku memintamu membantuku menemukan ayah kandung Minseo dan aku akan berkencan dengan Yuna agar kau bisa terbebas dari perjodohan ini. Bagaimana?”

Mingyu tertegun dengan kalimat itu.

“Bagaimana kita bisa menemukan orang itu?” tanya Mingyu pada akhirnya. “Bagaimana jika kita tidak bisa menemukannya?”

“Kalau aku tahu siapa orangnya mana mungkin aku meminta bantuanmu untuk menemukan,” Wonwoo mengeram mendengar pertanyaan itu. “Dengar–kau menerima kesepakatan ini atau tidak?”

Mingyu terdiam sejenak lalu mengangguk sekilas. “Baiklah. Tapi kau harus benar-benar serius dengan Yuna.”

“Hei dengar siapa yang bicara?” Wonwoo menaikkan kedua alisnya. “Setidaknya aku pernah menjalani jenjang yang serius.”

“Baiklah-baiklah,” Mingyu mengangkat kedua tangannya. “Aku memang belum mau menjalani hubungan yang serius untuk saat ini.”

“Baiklah kalau begitu aku akan kembali ke ruanganku,” Wonwoo berucap. “Sehabis jam kerja nanti temui aku dan kita akan membahas beberapa masalah di sini dan ngomong-ngomong Mingyu–aku tidak tahu kalau kau memiliki buku catatan yang seperti itu.”

Matanya mengikuti arah pandang Wonwoo kemudian dan menemukan sebuah buku catatan berwajah merah mudah di antara tumpukan kertas-kertas yang belum sempat Mingyu bereskan. Keningnya berkerut ketika menyadari kalau itu bukan miliknya bahkan ia tidak tahu bahwa ia pernah meletakkan buku itu di sana. Detik berikutnya Mingyu menyadari bahwa pertanyaan Wonwoo itu lebih seperti sebuah ejekan karena mengira bahwa Mingyu menyimpan buku seperti itu–Mingyu segera membantahnya. “Itu bukan milikku. Bahkan aku tidak tahu kalau dia buku itu di sana.”

Wonwoo mengernyit. “Boleh aku lihat buku itu?” tanyanya.

Mingyu mengangguk dan meriah buku itu lalu di sodorkan pada Wonwoo yang telah masuk ke dalam kubikelnya. Pria itu membuka beberapa halaman dan mengernyit heran–Mingyu yang penasaran kemudian bertanya. “Ada sesuatu yang aneh Hyung? Apakah itu sebuah dead note?”

“Lebih buruk dari itu,” Wonwoo menggeleng. “Ini buku harian Hayoung. Bagaimana buku ini bisa berpindah-pindah tempat?”

“Yang benar saja Hyung?” Mingyu memutar kursinya untuk melihat sekeliling. “Apa di sini ada hantu atau semacamnya?”

“Jangan bodoh!” Wonwoo memukul pelan bagian belakang kepala Mingyu lalu ia sedikit berjongkok untuk menyamakan ketinggiannya dengan Mingyu yang duduk di kursi kerjanya. “Ini adalah caranya berkomunikasi denganku. Aku tidak memiliki kemampuan seperti anak jadi yah kau harus memakluminya.”

“Tapi ini benar-benar mistis Hyung,” Mingyu bergedik. “Bagaimana kau bisa bersikap biasa saja saat seorang arwah berusaha berkomunikasi denganmu?”

“Karena aku mengenal arwah itu selama hidupku,” jawab Wonwoo dengan santai. “Lihat ini Mingyu. Halaman terakhir yang aku robek.”

“Ada tulisan di sana Hyung,” cicit Mingyu sambil menunjuk halaman itu. “Hyung bukankah nama ini adalah nama CEO Kim?”

“Tunggu kau benar Mingyu,” Wonwoo menegakkan tubuhnya. “Apakah aku harus menanyakannya langsung padanya?”

Mingyu mendengus. “Hyung kau mau menanyakan apa?” tanyanya. “Memangnya kau mau bertanya seperti ‘Tuan Kim apakah anda yang telah menghamili istri saya?'”

“Tidak begitu Mingyu,” Wonwoo membantah. “Aku akan menanyakan apakah dia mengenal Hayoung atau tidak.”

“Daripada seperti itu lebih baik kita mencari tahu dulu latar belakang mereka. Memangnya jika Hyung tiba-tiba menanyakan hal semacam itu Tuan Kim tidak curiga?” Mingyu menyeruakkan idenya. “Bisa saja kan itu Kim Myungjoon yang lain. Nama itu mungkin ada ratusan di Korea.”

Wonwoo menatap Mingyu sejenak. “Baiklah kalau begitu setelah ini kau ikut denganku pergi ke rumah mertuaku.”

“Apa?” Mingyu terkejut bukan main dengan pernyataan itu. “Mengapa aku harus ikut denganmu ke sana?”

Wonwoo mendengus. “Kau mau membatalkan perjodohan ini atau tidak?”

Pada dasarnya seorang Kim Mingyu tidak bisa di perintah tapi mengingat hal ini menyangkut keberlangsungan hidupnya maka ia hanya bisa pasrah tanpa bisa sedikitpun membantah. Bukankah itu tujuannya? Menjodohkan Wonwoo dengan Yuna dengan begitu orang tua gadis itu akan membatalkan perjodohan mereka dan Mingyu bisa terbebas dari perjodohan ini. Tapi rasanya ada yang salah–Mingyu mungkin seharusnya mencari pasangannya sendiri agar orang tuanya yang akan membatalkan perjodohan ini. Mungkin mencari seorang pasangan tidak terdengar begitu buruk–Mingyu bisa melakukannya nanti.
.
.
.
.
.
To be continued..

[✓] Unexpected | MeanieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang