“Appa,” Minseo menarik-narik ujung pakaian Wonwoo. “Mengapa Appa diam saja?”
Wonwoo mengerjap kemudian sedikit menunduk untuk melihat anaknya. “Tadi Minseo mengatakan apa?”
Gadis kecil itu memberengut. “Tuh kan Appa tidak mendengarkan Minseo. Minseo tadi hanya bilang kalau Eomma ada di sini.”
Wonwoo menlongo. “Hah? Bagaimana?”
“Eomma ada di sini,” Minseo mengulangi kalimatnya. “Eomma sedang berdiri di sana.”
Belum sempat Wonwoo mengikuti arah yang di tunjuk sang anak–Minseo sudah lebih dulu berlari masuk ke dalam dan berdiri di depan lukisan besar yang menunjukkan foto yang di ambil saat pernikahan Wonwoo dan Hayoung. Wonwoo yang tidak mau pusing-pusing memikirkan bagaimana foto itu masih terpajang di sana memutuskan untuk mengikuti sang anak tapi sebelum sempat menyentuh bahu sang anak matanya menangkap objek lain–buku harian bersampul merah muda itu ada di atas meja. Bagaimana bisa ia datang lagi padahal Wonwoo sudah menjejalkannya di dalam laci kantor Ini hanya Wonwoo atau Hayoung memang kembali menghubunginya? Tangannya kemudian terdorong untuk mengambil buku harian itu–Wonwoo ingat pernah merobek kertas itu dan sekarang ada tulisan baru di belakang robekan. Benar-benar baru karena tintanya masih basah dan tulisan tangannya masih sama.
Wonwoo aku tahu aku tidak berhak meminta tolong padamu. Kau juga pasti berpikir bahwa ini sia-sia tapi aku tidak tahu lagi harus meminta tolong pada siapa karena hanya kau satu-satunya yang dapat aku percayai. Kau bisa menanyakan apapun kepada Eomma sebagai batu pijakan.
“Kau pasti sudah gila Hayoung,” gumam Wonwoo kemudian ia dapat mendengar dengar jelas suara sang anak yang entah berbicara dengan siapa.
“Eomma mau pergi kemana? Tinggal lebih lama lagi dengan Minseo–Minseo masih merindukan Eomma,” erang anak itu dengan pandangan tertuju pada pintu utama yang belum Wonwoo tutup. Baru saja Minseo akan berlari keluar Wonwoo sudah lebih dulu menahan langkahnya. “Tapi Appa–Minseo mau mengejar Eomma!”
“Kau pikir ini jam berapa gadis kecil?” Wonwoo mengangkat tubuh itu dan mengendongnya. “Appa tahu besok hari libur tapi kau harus tetap tidur kalau tidak Eomma tidak akan datang mengunjungimu lagi.”
Minseo mengerucutkan bibirnya tapi ia tidak bisa membantah. Jadi ia hanya mengalungkan lengannya pada leher jenjang sang ayah dan merapatkan dirinya saat sang ayah berjalan ke pintu utama untuk menutupnya kemudian menguncinya dan ia berjalan menuju kamar sang anak. Minseo menempelkan kepala pada dada bidang sang ayah dan bergumam. “Eomma tadi bilang Appa akan pergi ke rumah Halmoni?”
Wonwoo menengok. “Benarkah Eomma mengatakan itu?”
Minseo mengangguk. “Eomma juga bilang apapun yang terjadi Minseo harus tinggal bersama Appa. Walaupun Appa akan memberikan Minseo Eomma baru–Minseo harus tinggal bersama Appa. Tapi Appa memangnya mau memberikan Minseo Eomma baru?”
“Eh?” Wonwoo mengerjap. “Memangnya tidak apa-apa kalau Minseo memiliki Eomma baru?”
Minseo menggeleng. “Minseo sebenarnya tidak mau tapi Eomma bilang Appa bisa melakukan apapun untuk membuat Appa bahagia. Jadi Minseo pikir itu tidak masalah selama Eomma baru Minseo sebaik Eomma Hayoung.”
Lagi dan lagi Wonwoo tertegun setiap kali mendengar nama itu. Meskipun bukan pertama kalinya Minseo mengatakan nama itu tapi tetap saja rasanya janggal karena Wonwoo tidak pernah mengatakan nama itu semenjak ia seorang bayi yang hujan darah dagingnya berada di dalam pelukannya. Wonwoo hanya menyebutkan nama itu saat memanggil wanita itu dulu sekali saat Wonwoo bisa melihat perkembangan perutnya yang membesar walaupun Hayoung secara teknis adalah istrinya tapi Wonwoo tidak pernah sekalipun memanggilnya dengan sebutan sayang–hanya Hayoung dan Hayoung. Tidak ada yang lain. Hayoung juga tak pernah tampak keberatan saat Wonwoo memanggilnya dengan nama–ia tidak pernah menuntut Wonwoo untuk menyematkan panggilan apa saya yang mungkin di sematkan di antara pasangan suami-istri. Tapi yang ia tahu baik ibunya maupun ibu Hayoung pasti tidak akan menyembunyikan nama wanita yang telah melahirkannya kepada gadis kecil ini–mungkin juga Hayoung yang mengatakan sendiri pada Minseo.
Wonwoo menaikkan selimut tebal berwarna merah muda itu hingga ke pertengahan dada Minseo sebelum akhirnya ia duduk di pinggiran tempat tidur. Pria itu mengusap-usap kepala Minseo sebelum memberikan kecupan selamat tidur pada gadis kecil itu. Tapi di luar dugaannya saat ia akan bangkit meninggalkan kasur ada sebuah tangan kecil yang menahan pergerakannya–Wonwoo menunduk untuk melihat pemilik tangan itu. Minseo menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. “Minseo tidak bisa tidur Appa.”
“Tutup saja matanya nanti juga kau akan tertidur dengan sendirinya.”
“Minseo ingin mendengarkan cerita Appa,” pintanya dengan wajah memelas. “Appa harus menceritakan sebuah cerita sampai Minseo tertidur.”
“Buku cerita Minseo sudah pernah Appa bacakan semua dan Minseo sudah ingat semua isi ceritanya jadi kenapa Appa harus menceritakannya lagi berulang-ulang?” Wonwoo bertanya. “Besok kita pergi ke toko buku dan membeli buku baru ya? Sekarang Minseo tidur tanpa cerita.”
Minseo kembali menggeleng. “Minseo tidak ingin mendengar Appa menceritakan cerita di buku cerita. Minseo ingin mendengar Appa bercerita tentang Eomma–kenapa Eomma sering sekali pergi. Apakah Eomma tidak suka tinggal di sini?”
Wonwoo menghembuskan nafasnya berat lalu kembali duduk di pinggiran tempat tidur agar bisa menatap anaknya dengan lebih leluasa. Ia tahu akan ada saatnya bagi putri kecilnya untuk menanyakan keberadaan ibunya tapi ia tidak pernah memperkirakan bahwa waktunya akan secepat ini–bahkan anak itu bukan bertanya pertanyaan yang lazim di tanyakan oleh anak-anak yang tumbuh dengan orang tua tunggal. Bagaimana Wonwoo menjelaskannya ya?
Tangan Wonwoo bergerak untuk mengelus-elus kepala Minseo sekali lagi. “Minseo ingat tidak cerita tentang Sleeping Beauty dan Snow White?”
Anak itu mengangguk antusias. “Ingat Appa. Minseo bahkan masih ingat bagaimana ceritanya. Apa Appa akan menceritakan tentang cerita itu lagi?”
Wonwoo menggeleng. “Tidak. Appa hanya akan bertanya padamu. Kau ingat Appa yang terjadi pada keduanya sebelum mereka hidup bahagia dengan pangeran?”
Sekali lagi anak itu mengangguk. “Sleeping Beauty tertidur untuk waktu yang lama setelah tertusuk jarum dan pangeran datang untuk membangunkannya. Kalau Snow White dia memakan apel beracun dan mati tapi ciuman dari pangeran membangunkannya. Dua-duanya sama-sama tertidur lama Appa dan kemudian terbangun setelah mendapatkan ciuman sejati dari pangeran mereka masing-masing.”
Wonwoo tersenyum samar. “Minseo akan pintar ternyata.”
“Eomma juga sering mengatakan hal itu.”
“Eomma juga seperti putri tidur dan putri salju Minseo,” Wonwoo berucap hingga menghilangkan cengiran di wajah sang anak setelah membanggakan dirinya yang di katakan pintar. “Eomma sedang tidur untuk waktu yang lama dan Eomma yang Minseo lihat selama ini bukan benar-benar Eomma. Itu hanya jiwa Eomma yang belum kembali ke tubuhnya. Minseo mengerti?”
Ada sorot kesedihan di mata anak itu. “Jadi Eomma sudah mati?”
Wonwoo agak kaget mendengar penuturan sang anak. “Minseo tahu kata mati dari mana?”
“Teman Minseo mengatakan itu Appa,” jawab anak itu. “Teman Minseo bilang kalau dia juga sudah mati. Jadi dia menjelaskan pada Minseo tentang kematian dan Minseo mengerti sekarang. Mati itu saat kita tertidur dan tidak bisa terbangun selamanya tidak seperti Sleeping Beauty dan Snow White yang bisa terbangun dari tidurnya karena pangeran.”
“Minseo sebenarnya Appa tidak mau mengatakan hal ini karena kau masih kecil tapi karena kau sudah tahu terlalu banyak dari yang Appa kira jadi kau harus mendengarkan ini ya,” Wonwoo mengusap-usap pipi gembil Minseo. “Kau bisa melihat orang-orang yang yang sudah mati. Itu hal baik. Maksud Appa tidak banyak orang yang mendapat berkat sepertimu tapi kau harus selalu ingat bahwa duniamu dan orang-orang mati berbeda. Kau mengerti?”
Minseo mengangguk kecil seperti anak anjing yang patuh tak lama kemudian ia mengeluarkan suara cekikikan saat Wonwoo bertanya apa yang terjadi padanya anak itu menjawab. “Temanku membuat gerakan-gerakan lucu Appa–dia melepaskan kepalanya lalu memasangkannya lagi dan dan dia melakukan berulang kali.”
Sedetik kemudian Wonwoo merasakan bulu kuduknya berdiri–apa yang lucu dari kepala yang putus?
.
.
.
.
.
To be continued..
![](https://img.wattpad.com/cover/197728133-288-k134104.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Unexpected | Meanie
Fanfiction[Completed] Kim Mingyu ingin tahu apa yang salah pada dirinya. Mengapa ia harus begitu peduli pada yang bukan urusannya? ⛔ Not suitable for those under 18, please take a caution Notes : FR031119 ©2019 Written by peach_cha