Ketika tiba di rumahnya Wonwoo menemukan Jeon Minseo tengah terduduk di lantai dengan berbagai crayon bersebaran di sekitarnya–bocah kecil itu tengah sibuk menggoreskan garis-garis tegas pada secarik kertas. Merasa penasaran karenanya Wonwoo memutuskan untuk menghampiri bocah itu dan memperhatikan apa yang sedang ia gambar–meskipun sedikit tidak mengerti dengan apa yang di gambar Minseo tapi Wonwoo bisa menebak bahwa gambar itu adalah gambar dirinya dan si bocah. Dengan latar belakang rumah yang mereka tempati dan kenyataan bahwa hanya ada keduanya di sana membuat hati Wonwoo berdesir.
Mungkin jika ia bisa dengan tegas menolak permintaan ayahnya untuk menikahi Hayoung, mungkin jika ia bisa hidup tanpa peduli oleh pandangan orang-orang, mungkin jika ia bisa membiarkan bocah kecil yang mewariskan nama keluarganya besar tanpa sosok ayah ataupun ibu–mungkin Wonwoo bisa merasa lebih baik dari ini. Nyatanya menanggung beban sebagai seorang ayah tidaklah mudah dan di tambah dengan kenyataan bahwa dirinya tidak benar-benar siap untuk ini membuat Wonwoo terkadang menelantarkan bocah kecil itu–putrinya. Menurut hak asuh dan surat hukum bocah kecil itu adalah putrinya meskipun bukan secara biologis.
Ketika gerakan tangan kecil itu terhenti–Wonwoo memanfaatkan kesempatan itu untuk menarik tubuh kecil itu ke dalam pangkuannya. Gelak tawa tak ayal segera memecahkan keheningan yang semula menyelimuti rumah untuk waktu yang tidak dapat di definisikan saat Wonwoo menggelitik tubuh Minseo dan menyelipkan kepalanya di bahu sempit sang bocah. Tidak butuh waktu yang lama bagi si bocah untuk menyerukan kata ampun pada sang ayah–tapi seakan tuli sang ayah tidak mendengarkan permintaan si bocah dan semakin merapatkan tubuh si bocah pada dada bidangnya.
“Appa sudah berhenti Appa–ini sangat geli!” seru Minseo untuk sekian kalinya. Kaki kecilnya yang tak lagi menyentuh lantai meronta-ronta beriringan dengan sensasi geli yang menjalari tubuh kecilnya.
Ketika tubuh Minseo sudah melemas dan berhenti melakukan perlawanan barulah Wonwoo menghentikan pergerakan tangannya dan membiarkan bocah itu turun dari pangkuannya. Dengan cepat Minseo meraih gambar yang baru saja ia buat untuk di perlihatkan kepada Wonwoo. “Appa lihat gambar apa yang kau buat!” Minseo tersenyum lebar hingga memperlihatkan satu gigi depannya yang sudah menghilang–Wonwoo ingat perjuangannya untuk membawa gadis itu ke dokter gigi tidaklah semudah memberikannya sebatang permen. Beruntung akhirnya bocah itu mau Wonwoo bawa ke dokter gigi untuk mencabut gigi susunya meskipun Wonwoo harus memberikan setengah dari permen-permen dan coklat yang di jual di toko permen.
Wonwoo tersenyum sambil berpura-pura berpikir. “Apakah ini Appa dan Minseo?”
Bocah itu mengangguk dengan antusias. “Ini Appa dan Minseo lalu ini adalah rumah kita–Minseo tidak bisa menggambarkan rumah kita seperti aslinya karena tidak akan muat di kertas jadi Minseo hanya mengambar rumah yang pernah Han Sonsaengnim gambar”
“Apa Minseo tidak berniat menggambar Halmoni dan Halboji juga?”
Minseo menggeleng. “Halmoni dan Halboji sudah Minseo gambarkan di kertas lain. Di sini Minseo hanya menggambarkan keluarga kecil Minseo saja karena itu yang di minta oleh Han Sonsaengnim–sayang sekali Eomma tidak ingin Minseo gambarkan di sini–Appa apakah gambar Minseo sangat jelek hingga Eomma tidak ingin Minseo gambar?”
Ini yang tidak Wonwoo suka setiap kali berbincang dengan putrinya itu–Minseo kerap kali membicarakan tentang ibunya walaupun berulang kali Wonwoo mengatakan bahwa orang yang Minseo maksud sebenarnya tidak ada tapi bocah itu akan selalu menjawab ; “Aku melihatnya Appa–aku melihat Eomma. Dia berdiri di situ.”. Berusaha mengabaikan putrinya yang mungkin saja berhalusinasi untuk membuat Wonwoo merasa tidak nyaman–pria itu di pastikan tidak akan bertanya lebih lanjut soal ibunya atau memilih membuka topik obrolan lain agar mereka tidak membahas tentang ibunya karena jujur saja itu bukan bahasan yang nyaman baginya.
Wonwoo ingat saat pertama kali Minseo mengatakan bahwa ia tidak pernah merasa kesepian karena ibunya akan selalu setia menemaninya saat Wonwoo harus pergi bekerja ataupun saat pengasuh mereka sedang memasak makan siang untuk Minseo–ia pikir anak berusia enam tahun mana mungkin mau membohongi orang dewasa sepertinya. Tapi makin lama topik pembicaraan tentang ibunya itu semakin menjadi hal yang biasa bocah itu ucapkan di setiap percakapan mereka–Wonwoo bahkan tidak bisa menemukan satupun percakapan mereka yang terbebas dari segala hal tentang Oh Hayoung. Pada akhirnya Wonwoo membiarkan segalanya terjadi begitu saja.
Ia juga masih ingat dengan betul saat dirinya membawa Minseo untuk makan di salah satu restoran tempat saji dan gadis itu mulai mengoceh bahwa ibunya mengatakan bahwa Wonwoo seharusnya tidak membawanya jika ia sedang ingin mabuk dengan beberapa temannya–Hanbin mengatakan bahwa anak itu kemungkinan besar memiliki indra keenam dan Wonwoo tidak memperdulikannya sama sekali karena sudah terbiasa jika gadis itu membicarakan soal ibunya. Pada akhirnya Wonwoo hanya minum satu gelas dan pulang lebih awal meninggalkan tiga temannya yang masih kuat untuk minum berbotol-botol lagi–dalam perjalanan Minseo mengatakan bahwa ibunya mengisi kursi belakang.
Pernah satu waktu Minseo membangunkannya di tengah malam karena ia mengalami mimpi buruk–bocah kecil itu merangkak naik ke atas tempat tidur dan menyelipkan tubuh kecilnya pada lengan kekar Wonwoo. Itu hal yang wajar terjadi pada anak-anak seusianya tapi yang menjadikannya tidak wajar adalah saat bocah itu meminta Wonwoo untuk menyanyikannya sebuah lagu karena ia sudah terbiasa tertidur di iringi suara nyanyian ibunya. Padahal selama sejarah Wonwoo mengantarkan Minseo untuk tidur–pria itu hanya menarik selimut hingga menutupi tubuh si bocah, memberikan kecupan selamat malam dan mematikan lampu kamar sebagai akhirnya–tidak ada yang namanya pengantar tidur.
“Suara Appa jelek!” Wonwoo masih ingat komentar si bocah saat ia mencoba untuk menyanyi. “Eomma bisa melakukannya dengan lebih baik.”
Wonwoo agak tersungging dengan kalimat itu meskipun dirinya sudah bisa menebak bahwa suaranya tidak kan terdengar sebagus dugaannya. “Appa tidak terbiasa menyanyikan lagu tidur nak. Appa lebih menyukai musik hip hop daripada ballad. Sekarang kau tidur tanpa nyanyian sebelum tidur oke.”
“Yasudah tidak apa-apa,” bocah itu menunjukkan kepalanya pada dada bidang ayahnya. “Besok aku masih bisa mendengar Eomma bernyanyi untukku sebelum tidur.”
Rasa penasaran Wonwoo membuah ketika mendengar penuturan putrinya. “Memangnya Eomma biasa menyanyikanmu lagu apa?”
Dengan mata yang sudah terpejam bocah itu menggeleng. “Aku tidak tahu lagi apa itu Appa tapi Eomma selalu menyanyikan setiap saat.”
Seminggu setelahnya saat Wonwoo membereskan beberapa barang lama dirinya menemukan pemutar lagu lama di dasar sebuah laci–ketika tangannya menekan tombol otomatis alunan lagu One Of These Night mengalun memenuhi ruangan. Ketika tersadar bahwa ada orang lain di ruangan itu Wonwoo menoleh dan mendapati putrinya tengah menatapnya dengan tatapan heran–yang mengherankan sebenarnya ada dalam penuturan bocah itu. “Aku pikir itu suara Eomma yang bernyanyi tapi ternyata hanya Appa. Appa tahu tidak itu lagi yang seiring Eomma nyanyikan–bagus bukan?”
Mau tak mau Wonwoo menatap pemutar musik di tangannya–pemutar musik lama ini dulunya milik Hayoung.
“Mengapa Appa melamun?” Wonwoo sedikit tersentak saat tangan kecil itu menepuk pipinya dengan gerakan pelan–sangat pelan hingga tidak bisa di katakan sebagai sebuah tepukan. “Appa apa benar gambarku sangat jelek hingga Eomma tidak ingin aku gambar? Kalau begitu aku akan berusaha lebih giat lagi mengambar.”
Wonwoo menunjukkan senyumannya. “Dia hanya malu saja Minseo.”
Mungkin—
.
.
.
.
.
To be continued..
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Unexpected | Meanie
Fanfiction[Completed] Kim Mingyu ingin tahu apa yang salah pada dirinya. Mengapa ia harus begitu peduli pada yang bukan urusannya? ⛔ Not suitable for those under 18, please take a caution Notes : FR031119 ©2019 Written by peach_cha