Aku menatap kesal lelaki yang berhadapan denganku saat ini. Cengiran khas menyebalkan dari lelaki itu tertangkap jelas oleh mataku, membuatku mendengkus keras. Suasana coffe tempat kami saat ini terlihat ramai, karena waktunya jam makan siang.
"Lo udah nggak waras, ya?"
Lelaki itu tertawa geli mendengar pertanyaan yang keluar dari mulutku. Alisku terangkat sebelah melihatnya. Aku rasa lelaki ini memang sudah tidak waras. Lihat saja, aku bertanya malah dia tertawa tidak jelas. Menyebalkan!
Lelaki itu mengusap sudut matanya yang berair karena puas tertawa. "Aduh, Ney.. Ney.. Kalau gue nggak waras, berarti gue nggak bakalan ada di sini sama lo," ucap Dion masih menyisakan kekehan geli.
Lagi, aku mendengkus. "Iya seharusnya lo ada di rumah sakit jiwa bukan di sini!" sentakku kesal.
Cengiran lelaki itu masih tercetak jelas di wajah tampannya. "Jadi, lo mau nggak jadi istri gue?" Dia bertanya ke inti pembicaraan.
Lelaki itu Prasetyo Dion Purnomo. Dia musuh bebuyutanku. Musuh yang baru saja melamarku tanpa memikirkan status kami terlebih dahulu. Makanya tadi aku bertanya, apakah dia masih waras? Bayangkan saja, masa ada seseorang melamar musuh sendiri? Aneh 'kan?
"Kepala lo abis kepentok apa sih?" Alih-alih menjawab pertanyaanya, aku malah berbalik bertanya.
"Kepentok cinta," jawabnya santai. Kelewatan santai malah. Membuatku semakin menggeram kesal.
Aku menggeleng tanda tidak percaya. "Lo beneran udah nggak waras!" Aku menatapnya tajam, dia menatapku lembut. "Denger, ya, Bapak Dion yang terhormat, gue nggak akan pernah jadi istri lo! Lo sadar nggak sih? Kita ini musuh! Dan lo ngelamar musuh sendiri?"
"Emangnya kenapa? Salah kalau gue ngelamar musuh sendiri?" tanyanya dengan alis terangkat.
Aku mengatup bibir, rapat. Lama kami saling melempar pandang. Tentunya aku menatap dia dengan penuh kejengkelan. "Tolong inget baik-baik, sampai kapanpun gue nggak akan mau jadi istri lo!" tolakku mentah-mentah. "Gue nggak mau menikah sama orang yang gue benci. Gue cuma mau menikah sama orang yang gue cintai dan mencintai gue." Lanjutku.
Aku melihat Dion terdiam menatapku dengan tatapan sedikit terluka. Ah, mungkin itu hanya aktingnya saja, agar aku kasihan dan menerima lamarannya. Yah, pasti begitu.
"Kalau gitu, izinkan gue mengubah rasa benci lo menjadi rasa cinta. Gimana?" tanya Dion meminta pendapatku.
Aku kembali mendengkus. "Gue nggak akan pernah membiarkan itu terjadi! Mending sekarang lo pergi ke rumah sakit trus periksa kewarasan lo," ucapku lalu beranjak pergi meninggalkan Dion.
Lelaki itu sejak dulu selalu berhasil membuat darahku mendidih. Lama-lama berdekatan dengannya, aku bisa terkena serangan darah tinggi. Sikap jahil dan sikap semena-menanya membuat aku muak padanya. Tidak bisa aku bayangkan hidupku jika benar menjadi istrinya. Sangat mengerikan.
"Dasar cowok gila!" gerutuku.
"Gue emang gila, Ney," teriak Dion. Membuat langkahku terhenti.
Aku tetap diam menunggu Dion melanjutkan ucapanya, tanpa susah-susah membalikan tubuhku menghadapnya.
"Gila gara-gara lo." Dion terkekeh geli.
Apa dia baru saja menggombal? Sungguh gombalan receh! Aku tidak akan pernah kemakan oleh gombalan recehnya. Iya, tidak akan!
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
MUSUH TAPI MENIKAH (End)
Short Story"Katanya benci, tapi akhirnya cinta. katanya musuh, tapi akhirnya menikah. dasar aneh tapi nyata." "Diam aja yang jomblo." Ini kisah ku bersama Prasetyo Dion Prunomo, si musuh yang membuatku perlahan mencintainya.. ** Gambar Cover boleh ambil dari...