Bagian 5

2.1K 71 0
                                    

"Mamang, Dion ada di dalam?"

Lelaki paruh baya dengan gunting rumput ditanganya terlihat kaget dengan kehadiranku. Saat ini aku berada di halaman rumah Dion.

Setelah mengetahui semuanya dari Deo, aku langsung menghubungi Dion, meminta penjelasan kepadanya. Tapi, semua telepon dan pesan singkatku sama sekali tidak di respon oleh lelaki itu. Bahkan aku juga sempat menanyakan kehadiran Dion kepada pelayan toko perhiasan tempat kami memilih cincin pernikahan. Dan mereka bilang Dion hanya datang sebentar memberi tahu jika pemilihan cincin di tunda beberapa hari kedepan.

Kemana Dion? Mengapa lelaki itu tidak mengabariku? Apa dia ingin membatalkan pernikahan ini? Kalau iya, seharusnya aku senang. Tapi kenapa aku merasa sedih dan tidak rela Dion membatalkan pernikahan ini?

Menapakkan kaki di rumah Dion adalah hal yang paling aku hindari sejak dulu. Kini lihatlah, aku berada di halaman rumah lelaki itu hanya untuk mencari keberadaanya.

"Lho, Neng Neysa tumben datang ke sini," ucap mamang kebingungan.

Aku mengerti kebingungan si mamang, karena memang aku jarang sekali datang ke rumah Dion. Terakhir aku menapakkan kaki ke sini saat aku SMA dulu, itupun untuk bertemu dengan Deo yang saat itu tengah menginap di rumah Dion. Rumahku berjarak tiga blok saja dari rumah Dion. Cukup dekat memang, tapi aku selalu menghindari lelaki itu.

"Dion ada di dalam, Mang?" Aku bertanya lagi. Pertanyaanku yang pertama seakan diabaikan oleh si mamang.

"Oh, Den Dion tadi buru-buru pergi keluar kota sama Tuan, neng. Katanya urusan kantor gitu. Perginya juga mendadak, kayak tahu bulat," jawab si mamang tergelak.

Aku mengabaikan lelucon yang dilontarkan tukang kebun Dion ini. Pergi keluar kota? Kenapa enggak ngabarin aku? batinku bertanya-tanya.

"Dari tadi Den Dion sama Tuan memang susah di hubungi, neng. Soalnya Nyonya hubungi mereka enggak bisa-bisa. Susah sinyal kali di sana," beritahu si mamang tanpa aku pinta.

Apa benar susah sinyal atau Dion memang sengaja menjauhiku?

"Neng Nesya mau masuk? Di dalam ada Nyonya kok," tawar mamang yang langsung aku tolak dengan gelengan kepala.

Aku belum siap bertemu calon ibu mertua saat ini. Hubunganku dengan Dion saja masih terlihat abstrak, tidak jelas.

Tunggu! Aku menyebut ibu Dion, calon ibu mertua? Berarti aku sudah menganggap diriku sebagai calon istri Dion, dong? Aih! Ada apa dengan diriku ini, ya Tuhan?

Bersambung...

MUSUH TAPI MENIKAH (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang