Lima

8.9K 653 18
                                    

Di meja makan rumah Mima, nampak begitu banyak tersaji berbagai macam menu makanan, dari mulai rendang, capcay, buah-buahan , dessert dan kawan-kawannya.

Mima sendiri sampai bingung melihatnya. Bagaimana cara menghabiskan ini semua ?
Pasalnya selepas solat subuh, nyonya besar rumah ini terlihat begitu bersemangat 55 memasak, dibantu mbok Jah, pembantu yang biasanya di panggil saat rumah ada hajatan. Seperti hari ini misalnya, Mima akan kedatangan keluarga calon suaminya yang sampai sekarang belum dia ketahui rupanya. Kalau namanya sudah tau ya, namanya Reihan Wira Atmadja. Itu sih kata Mamanya.

Mama Anita sudah cantik mengenakan kebaya brokat warna tosca sedang sibuk mondar mandir mengintrupsi mbok Jah menata makanan di meja.

“Ya Allah, sayang kenapa kamu masih belum berbenah. Calon mertuamu satu jam lagi sampai.” Ucap Mama Anita panik melihat Mima masih menggunakan daster doraemon kesayangannya, berlalu lalang mencomot kue di meja makan .

Dengan cekatan wanita paruh baya itu menarik paksa Mima menaiki anak tangga, menuju kamar bernuansa biru muda.

“Kamu mandi sekarang, 5 menit harus sudah selesai!” Mama Anita mendorong anak gadisnya memasuki kamar mandi tanpa mendapat perlawanan berarti dari gadis itu. Tak sampai 5 menit, Mima sudah keluar dengan wajah segar. Dia tadi mandi apa cuci muka? Cepat sekali.

Mima berjalan ke arah ranjang bersprei doraemon dengan hanya memakai handuk kimono yang lagi lagi bermotif doraemon. Astaga.....doraemon fans club.

Mima mengangkat baju kebaya brokat senada dengan yang di pakai Mamanya “Ma harus banget ya pakai baju ini? ” Tanya Mima, sedangkan Mama Anita sibuk membongkar isi lemari Mima.

“Wajib sayang. Kamu harus tampil cantik di depan calon suami kamu. Kamu tidak lupa kan, kemarin sudah janji sama Mama loh. ”

Ah...iya Mima tidak akan melupakan kejadian semalam. Dengan wajah pasrah Mima memasuki kamar mandi, mengganti kimononya dengan kebaya warna tosca. Jujur saja, Mima sebenarnya malas memakai pakaian seperti ini, hanya bikin badan panas dan gerah. Terlebih jarik yang dia kenakan, sungguh ini menyulitkan dia berjalan. Bagaimana bisa para wanita dalam kontes kecantikan, menggunakan kebaya ditambah stelitto dengan tinggi bak menara efiel bisa bejalan berlengak-lenggok di atas panggung tanpa takut terjatuh. Mima saja yang masih bertelanjang kaki, sudah hampir terjembab di lantai kamar karena kesrimpet jariknya. Ck, Mima melupakan kalau kebaya yang dikenakan para putri cantik itu, berebelahan panjang tembus Sitrotul Muntaha. Berbanding terbalik dengan kebaya Mima.

“Ini jarik, gak ada belahannya apa” Gerutu Mima “ Mah, Mima pakai gamis aja deh!” Rengeknya.

“Ngawur!  Kamu itu gadis Jawa, jangan melupakan kodratmu. Lagian ini kebaya semi modern. Jangan banyak ngomong! Sini, Mama akan mendandani kamu.”

Mama Anita manarik Mima, mendudukkan putrinya di depan meja rias. Mima meronta tidak suka, Istilah “Dandan” versi Mamanya, tidak seperti dandan dalam artian sesungguhnya. Tidak ada eyeshadow, eyebrow, blushon, eyeliner, maskara, dan tetek bengeknya. Cukup bedak tabur bayi dan setetes madu untuk membuat bibir terlihat merah alami. No, itu bukan gaya Mima. Mima memblalak sempurna, menatap meja riasnya kosong mlompong tak berpenghuni, tas make up yang dia bawa dari Surakarta kemana?

“Loh, make up Mima kemana?”

“Mama buang! Kamu itu anak perawan jangan pakai make up berlebihan. Mau jadi santapan nakal laki-laki diluaran sana! Kamu sudah cantik dengan wajah polosmu ini.”

Mama Anita menaburkan bedak bayi ke wajah natural Mima dan memoleskan madu ke bibir tipis yang sedang berkomat kamit seperti membaca mantra. Mima sedang merapalkan do’a semoga bibirnya tidak dihinggapi lebah. My god, menurutnya wajahnya sekarang lebih mirip pantat bayi karena di taburi bedak. Realitanya, Mima terlihat begitu cantik , riasan wajah natural, kebaya pas melekat pada tubuh semampainya, jilbab satin berwarna tosca membingkai  pipi chuby nya. Dia nampak begitu anggun.

Hello Doctor (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang