Dua Puluh Lima

9K 807 284
                                    

Cantik, berkelas. Dua kata yang mewakili Faraya Kumalasari di mata Yumna Khumaira. Rasanya Yumna hanya ujung kuku hitamnya Faraya.

Masalah fashion dia jelas kalah, untuk ukuran mahasiswa akhir seperti dirinya, tunik dipadu dengan celana pants dan sneakers putih adalah outfit paling nyaman plus nggak ribet kala dikejar deadline revisi.

Berbanding terbalik dengan fashion Faraya, yang mirip wanita karir kebanyakan. Tentunya fashionable abis. Belum lagi bagian wajah dan tubuh lainnya yang Yumna duga hasil permak salon.

Sangat jauh dengan dirinya yang terakhir kali masuk salon adalah seminggu lalu, itupun cuma meni pedi dan facial wajah.

Apalagi dia yang sekarang merangkap jadi Ibu rumah tangga, tentunya kuku panjang berkutek tidak ada lagi dalam list hidupnya.

Berbeda dengan Faraya yang seperti anti dengan kerjaan babu, layaknya Yumna dulu. Rasanya Yumna ingin kembali ke masa kejayaan, dimana ia jadi tuan putri, beli barang branded, kerjaannya menghambur-hamburkan uang dan jadi donatur tetap pengusaha mall.

Tapi itu mustahil. Dia sekarang bukan lagi anak raja Arab, tapi istrinya dokter militer. Camkan itu, Yum!

"Ibing, intirin iyi ke kos dong. Sumpah pengen muntah aku dengernya, siapa sih sebenernya dia itu, mas." Buka Yumna setelah mereka sampai di rumah, dia merebahkan tubuhnya ke sofa ruang tamu sambil menatap Reihan yang sibuk mencharger hpnya di dekat TV.

"Ganti baju dulu, Yum. Itu bajumu basah, nanti masuk angin." Bukannya menjawab, Reihan malah mengintrupsi istrinya. Membuat gadis itu memberengut kesal.

"Mas ya. Dari tadi ngalihin pembicaraan terus."

Setelah mengantar Faraya pulang ke kos, yang ternyata tidak begitu jauh dari batalyon. Dirinya tadi juga sudah menanyakan perihal Faraya, si dosen gatel yang dengan lancangnya bilang "Abang, Aya di sini nggak punya siapa-siapa. Boleh dong kapan-kapan Aya main ke asramanya Abang."

Yumna rasanya ingin salto sambil kayang. Dikira asrama itu taman kota, yang seenaknya bisa dikunjungi. Terlebih status Reihan yang sudah beristri, bisa jadi bahan gunjingan warga asrama kalau sampai ada wanita single yang mengunjungi Reihan tanpa status yang jelas.

Jenjang pendidikan ternyata tidak begitu berpengaruh terhadap pola pikir Faraya. Emang dasarnya bodoh, atau pura-pura bodoh?

"Dia temenku, Yum."

Selalu, dari tadi jawaban Reihan selalu sama. Tapi Yumna tak percaya begitu saja, melihat ada yang janggal di antara keduanya. Seperti panggilan 'Abang sama Aya' kan nggak mungkin banget kalau cuma temen bisa seakrab itu.

"Terus kenapa dia manggil mas, Abang. Dan mas manggil dia Aya. Dia mantan ade-adeannya kamu?"

Reihan menyemburkan tawa ke udara, mematikan TV yang sempat dia nyalakan. Kemudian menyusul duduk di samping sang istri. "Kamu dapat istilah ade-adean gitu darimana sih, dek? Kok lucu banget."

Reihan mengusap kepala Yumna sambil menggelengkan kepala. Lucu sekali bocah bar-bar ini kala cemburu.

"Nggak usah cemburu. Kamu itu yang pertama dan terakhir buat aku."

Cih. Ngludah boleh nggak ? Pandai kali dokter ini membual. Meski tak dapat dipungkiri, sebagian hatinya terasa menghangat berkat bualan sang dokter. Dih, murahan lu, Yum.

"Yakin deh, kalau kamu dulu aslinya buaya mas, dan si Faraya itu bekas ayam buronanmu."

Yumna menampik tangan suaminya, dan berlalu ke kamar, hendak mengganti bajunya dengan kaos rumahan.

Hello Doctor (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang