Fünf

135 18 1
                                    

Tokyo, Japan. June 5, 2021. 11:50 PM

Angin malam terasa tidak nyaman. Tidak ada hujan, sekalipun langit terasa gelap dan dingin, hanya terlihat bulan separuh yang tampak begitu jauh dan semu, seperti enggan bersinar dengan terang—bintang pun bersebunyi di balik lapisan polusi cahaya. Tokyo tidak pernah kehilangan gemerlapnya. Kris tidak begitu menikmati suasana seperti ini, ia tidak akan bisa tenang tiap kali berjalan menuju lokasi kecelakaan kakaknya. Namun dengan pelan ia terus melangkah, melewati dua orang yang terlihat mabuk dan berangkulan, dari pakaiannya agaknya pekerja kantoran.

Dan entah kenapa ia tidak heran ketika akhirnya matanya menangkap sesosok pemuda yang tengah berlutut di sudut jalan, berdoa di sana sambil meletakkan bunga. Lampu penerangan jalan memberikan cahaya yang cukup untuk menjelaskan sosok berhakama biru gelap dengan atasan putih tersebut adalah Sehun. Kris tidak mungkin salah mengenali, jenis pakaian yang Sehun kenakan sama seperti tahun lalu—saat bermeditasi dan ia tunggui sampai lelah.

Tetap menjaga keheningan, Kris berdiri di sebelah sosok tersebut. Ikut berdoa sejenak, sebelum akhirnya perasaannya kembali dicekam nyeri saat mendapati bahwa Sehun tengah menangis. Sakit ketika memikirkan bahwa Sehun masih tenggelam begitu dalam.

"Sehun," panggilnya lirih. Ikut berlutut di sebelah pemuda itu, dan baru sadar jika Sehun tidak membuka matanya dari tadi.

Tidak mendapat jawaban, dan memang panggilanya itu tidak peru dijawab. Kris hanya spontan saja memanggil karena ingin menghentikan seluruh duka Sehun, ingin menghapus airmatanya.

"Besok pagi, kita bisa pergi ke makam Donghae bersama," lanjut Kris.

Akhirnya Sehun memberikan reaksi, sekalipun hanya anggukan kepala. Kemudian ia berdiri sambil meraba tongkat kecil di sebelahnya—benda yang membantunya berjalan. Benar jika selama ini ia tidak membiarkan cahaya menyapanya. Sudah satu tahun matanya selalu terpejam.

Meraih lengan Sehun, Kris menarik pemuda itu menghadapnya. Sehun tidak lagi sepucat dulu, wajahnya memang masih menawan, rambutnya mulai memanjang, sama seperti dirinya juga—tidak ada yang banyak berubah kecuali manik mata indah yang tidak akan pernah dipamerkan lagi pancarannya. Tapi tetap tidak ada yang bisa Kris ucapkan, kata-kata penghiburan tidak berguna. Karena seberapa besar rasa kehilangan Sehun tidak bisa disembuhkan hanya dengan sekedar tutur untuk bersikap tegar. Terlalu pahit apa yang dialami, ditinggalkan selamanya di hari pernikahan, siapa yang akan bisa bertahan jika mengalami hal seperti itu? Sehun sudah termasuk tegar untuk tetap menjaga kewarasaannya. Namun setegar apapun, Sehun tetap tidak bisa lagi menjadi seperti yang sebelumnya.

Dan yang Kris lakukan selanjutnya adalah membawa pemuda itu ke dalam pelukannya. Merengkuhnya begitu erat.

"Kris," ucap Sehun lirih, dipeluk seperti ini hanya membuatnya semakin sedih. "Aku harus kembali ke kuil,"

"Aku antar,"

Selama ini Sehun tidak pernah pulang, baik ke rumahnya sendiri, atau rumah Donghae. Ia bahkan seperti mengabdikan dirinya di kuil. Tidak membiarkan Suga menemuinya, Kyuhyun, atau bahkan Suho juga tidak bisa berbuat apa-apa. Setidaknya di kuil itu ia bisa mendapat ketenangan. Bukan berarti ia di sana untuk belajar melupakan, bahkan cincin dari Donghae pun masih melingkar erat di jarinya.

"Sampai kapan, Sehun?" tanya Kris, sambil berjalan pelan menyamai langkah Sehun. "Sampai kapan kau akan seperti ini,"

Sehun tidak segera menjawab, ada jeda sekitar sepuluh langkah sebelum ia membuka mulutnya. "Tidak ada yang salah dengan apa yang aku lakukan,"

Selene 6.23Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang