Lang Ling Lung

1.9K 293 11
                                    

Kalau aja Mas Tito yang dipromosi menjadi manager Protokoler, keadaannya pasti nggak seperti ini. Ini hari Jum'at dimana biasanya di hari Jum'at jika pekerjaan nggak begitu padat, gue dan Anggi akan keluar untuk makan siang di luar kantor.  Tapi tidak hari ini. Begitu acara Serah Terima Jabatan usai, gue dan teman-teman gue kembali ke ruangan, padahal dari jauh kita udah dikasih kode sama Pak Randi untuk kenalan sama bos baru. Tapi berhubung rasa solidaritas gue, Anggi dan Reza ke Mas Tito, kita milih  keluar ruangan, pura-pura nggak lihat Pak Randi yang sedang heboh sendiri kasih kode.

Tapi setelah Jum'atan, tepatnya sehabis makan siang, Pak Randi masuk ruangan bagian Protokoler diikuti oleh Galungga, si bos baru. Eh gue kelupaan ya kemarin ngasih tau lo nama bos baru itu. Jadi gue juga taunya pas namanya dia disebut sama MC kantor. Ok, bagus juga namanya kayak cetakannya. Tapi bagaimanapun Galungga masih calon musuh bersama kita semua, Saudara-Saudara. Camkan itu. Abaikan tampangnya yang kece, senyumnya yang macem dia baru keluar dari pabrik gula di Jawa Timur sana atau namanya yang mirip turunan keluarga ningrat. Abaikan, tolong abaikan. Tolong fokus pada nasib Mas Tito.

"Team, kenalan dulu yuk sama Mas Galungga. Terhitung Senin nanti, Mas Lungga mulai bersama kalian. Mas, kenalkan ini Tito."

Mas Tito melangkah maju, "Tito, Pak. Senang ketemu, Bapak."

"Jangan panggil Pak dong, kayaknya kita seumuran ya," ujar Galungga seraya menjabat erat tangan Mas Tito.

"Dan ini Nadine."

"Kita pagi tadi pagi satu lift kan?" Galungga tersenyum manis sembari mengedipkan matanya pada gue.

Gue yakin banget, gue merah padam. Gue bisa kok ngerasainnya. Dan yang jelas gue bengong.

"Kalo kayak gini gimana bisa musuhan," gumam gue tidak sadar.

"Kamu tadi bicara apa?" Galungga menatap gue waspada.

"Eh.. enggak ngomong apa-apa kok, Pak," balas gue riang sambil menebarkan senyum lebar yang biasanya gue berikan ke suami gue kalau gue lagi ada maunya.

"Yakin?" desak Galungga.

Gue otomatis ngangguk sembari menjabat tangan Galungga, "Yakin."

Anggi mendelik dari tempatnya berdiri.

"Apa?" gue membela diri dengan gaya sok polos.

"Lo kok nggak ngomong kalo lo kenal dia?"

"Mana gue tau tadi pagi,"

Untuk sejumlah alasan yang hanya diketahui oleh Tuhan, gue memilih tutup mulut pada Anggi entah untuk apa. Yang jelas seolah punya rahasia dengan bos baru itu menyenangkan. Selanjutnya basa-basi perkenalan  diteruskan. Sepertinya yang melanjutkan niat awal untuk terus mengobarkan permusuhan dengan Galungga ya cuman Reza. Gue dan Anggi langsung kalah sebelum perang. Dikedipin dikit gue semaput. Disenyumin seupil, Anggi langsung meleleh. Pokoknya kalo lo semua lihat Reza, lo pada kabur. Serem banget anak satu itu. Kayak cowok lagi cemburu ke pacarnya. Eits... cemburu? Reza? Sama gue dan Anggi? Hhhahaha... Dan gue pun cekikikan sendiri sampe orang-orang pada heran sendiri.

"Biasa dia gitu, kadang bengong kadang senang sendiri. Pernah dengar bipolar nggak? Nah ini salah satunya, si Nadine ini," ujar Reza kejam.

Kampret emang si Rojak! Belum pernah dicubit pake tang yak mulutnya.

"Heh?" Anggi melongo.

"Oh," Galungga ikutan melongo.

"Saya baru tau," ujar Pak Randi.

"Rojak lo becandanya gak lucu. Jangan didengerin Pak."

Dan yang menyelamatkan gue adalah Mas Tito, mahluk baik hati tiada bandingan.

The OfficeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang