Bertahun-tahun yang lalu, di saat gue masih lugu, naif, unyu-unyu dan gampang digombalin juga dibegoin, gue jatuh cinta setengah mati pada Mahameru, kakak kelas gue di SMA. Istilah jaman sekarang gue itu bucin-nya Maha, nama kecilnya Mahameru.
Gue waktu itu sekolah di Surabaya, ikut bokap yang sedang dinas 3 tahun di kota Pahlawan tersebut. Gue kelas satu dan Maha kelas tiga. Kita ketemu gara-gara gue nguber-nguber Maha dan geng-nya buat tanda tangan senior di buku tulis yang harus full tanda tangan dari halaman depan sampai belakang di hari pertama gue masuk sekolah. Sialnya gue pake buku tulis 40 halaman yang mengharuskan gue pontang-panting nguber senior yang pada jual mahal kasih tanda tangannya. Salah satunya Maha. Sampai sekarang pun gue masih belum mengerti manfaat menuh-menuhin buku dengan tanda tangan senior, selain gue ngerasa itu hal paling bloon yang gue lakukan waktu jadi anak baru.
Balik ke pembahasan mengenai Maha, dia adalah cowok terkenal di sekolah. Bukan karena dia ganteng, tapi karena dia anak band. Band-nya Maha, Kharva, sering banget menang festival band di Surabaya. Maha sendiri adalah drummer Kharva sejak pertamakali band tersebut didirikan. Jadi kembali ke masalah tanda tangan, jika ada anak kelas satu yang bisa mendapatkan coretan tanda tangan anggota geng-nya Maha, sepertinya itu adalah prestasi luar biasa. Pertama karena geng Maha adalah tempat berkumpulnya cowok keren kelas tiga. Kedua minta tanda tangan mereka itu susahnya ampun-ampunan. Mereka sih nggak galak, cuman anak baru lebih sering dicuekin daripada diperhatiin sama geng mereka. Ketiga, kalau lo udah bisa mendapatkan tanda tangan geng-Maha maka lo bakal gampang untuk mendapatkan tanda tangan dari kakak kelas yang lain.
Berdasarkan hipotesa gue tersebut, maka sepanjang tiga hari gue resmi naik jabatan jadi anak SMA gue berburu tanda tangan geng Maha. Setiap jam istirahat, gue mengikuti arus anak-anak kelas satu yang memburu Maha dan teman-temannya di kantin. Dapat? Ya enggaklah. Namanya juga orang lagi makan digangguin. Yang ada gue dan teman-teman gue dicuekin sama Maha dan teman-temannya dan dipelototin sadis sama groupies Kharva yang merupakan gerombolan cewek paling ngehits di kelas tiga. Alhasil, karena hipotesa gue yang salah tersebut, di hari ketiga tanda tangan di buku gue masih baru terisi sepuluh lembar.
Hingga di tengah hari gue yang kelelahan duduk manis dibawah pohon beringin di belakang sekolah. Padahal gue ingat kata teman gue pohon beringin ini ada penunggunya. Tapi namanya sedang lelah dan putus asa mikirin gimana gue musti menuhin tiga puluh halaman lagi, ya gue cuek aja ngaso-ngaso sejenak sambil ngatur strategi buat nguber senior. Setelah gue telaah lagi, akhirnya gue menyadari gue salah strategi. Nggak seharusnya gue terlalu fokus memburu tanda tangan geng senior paling keren di seantero sekolah. Gue seharusnya mulai memburu tanda tangan senior tak populer yang sejauh ini lebih gampang dimintai tanda tangan. Senior tak populer sepanjang pengamatan gue lebih baik hati untuk dimintai tanda tangan tanpa harus membentak anak baru serta meminta imbal balik seperti yang sering dilakukan oleh senior populer. Senior populer itu sering jual mahal. Bener kan? Lo harus nyanyi, merayu, bertingkah norak atas permintaan mereka, hanya untuk tanda tangan mereka.
"Ngapain kamu di sini?"
Gue yang sedang memeriksa buku tanda tangan di bawah pohon beringin yang konon katanya angker, seketika mendongak dan mendapati drummer Kharva, Maha, sedang mengamati gue.
"Ehh... Kakak."
Gue hanya bisa nyengir ditegur oleh cowok yang sudah tiga hari ini gue uber-uber tanpa hasil.
"Ngapain kamu di sini?" Maha kembali mengulang tanya ke gue.
"Lagi..." gue terdiam dan menatap Maha yang masih menatap gue.
"Ya?"
"Istirahat," jawab gue.
Maha tertawa. Sungguh tawa yang sangat enak di dengar, "Istirahat kok di bawah pohon yang ada penunggunya. Ntar kerasukan kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Office
ChickLitCerita ringan tentang hal-hal yang terjadi di lingkungan kerja.